Senin, 28 Mei 2012

Mujassimah & Neo Mujassimah [seri 1

Pada artikel sebelum nya “Mujassimah & Neo Mujassimah [seri 1]” ,kami telah membahas tentang Mujassimah dalam pandangan ulama Madzhab Hanafi, dan insyallah kali ini kita akan membahas tentang Mujassimah & Neo Mujassimah dalam pandangan ulama Madzhab Maliki, semoga kita semua terlepas dari segala bentuk Tajsim dan Tasybih, dan mantap dalam aqidah Tanzih [men-sucikan Allah dari keserupaan makhluk], madzhab Maliki sama dengan madzhab Hanafi dalam masalah Mujassimah dan Musyabbihah, baik hukum maupun rincian nya, sebagaimana yang telah kami sebutkan :
MUJASSIMAH DALAM MADZHAB MALIKI
Mujassimah menurut pandangan ulama Madzhab Maliki, juga terbagi dalam dua macam, hukum nya tergantung bagaimana Tajsim /Tasybih nya, sebagai berikut :
1.    Orang yang berkata bahwa Allah itu benda seperti benda-benda lain, atau  ia berkata bahwa Allah itu benda tanpa menyamakan dengan benda lain, maka ia sudah terjatuh dalam Bid’ah yang mengkafirkan nya [Bid’ah Mukfirah], begitu juga hal nya orang yang menyatakan Allah punya tangan seperti tangan lain-Nya, punya mata seperti mata makluk, punya telinga seperti telinga makhluk, atau anggota /sifat makhluk lain nya, maka ini termasuk dalam pernyataan Bid’ah yang membuat orang tersebut menjadi kafir sebagaimana pendapat ini. [Maha suci Allah dari segala sifat makhluk].
2.    Orang yang berkata bahwa Allah itu benda tapi bukan seperti benda lain, maka ia telah berada diantara dua pendapat, menurut pendapat yang kuat ia telah terjatuh dalam Bid’ah yang memfasiqkan nya [Bid’ah Mufsiqah], dan menurut satu pendapat lagi, ia termasuk dalam Bid’ah Mukfirah juga. Begitu juga orang yang menyatakan Allah tangan tapi tidak sama dengan tangan lain, punya mata tapi tidak sama dengan mata makhluk, punya telinga tapi tidak sama dengan telinga makhluk, atau anggota badan makhlukl, maka orang tersebut termasuk dalam pendapat ini yaitu antara dua pendapat fasiq atau kafir, lain hal nya bila menyatakan tangan Allah tapi maksud nya bukan anggota badan, tapi maksud nya kekuasaan atau lain sebagainya, maka ini hanya bahasa kiasan dan bukan dalam artian yang sebenarnya. [Maha suci Allah dari segala sifat makhluk].
PANDANGAN ULAMA MADZHAB MALIKI TENTANG MUJASSIMAH
Berkata Ahmad ibnu Ghanim An-Nafrawi Al-Maliki :
وقع نزاع في تكفير المجسم قال ابن عرفة : الأقرب كفره , واختيار العز عدم كفره لعسر فهم العوام برهان نفي الجسمية
“Dan telah terjadi perbedaan pada masalah Mujassimah kafir atau tidak, berkata Ibnu Ruf’ah : pendapat yang kuat, Mujassimah kafir, dan Imam Al-‘Izzu lebih memilih pendapat tidak kafir nya Mujassimah, karena orang awam sulit memahami dalil Allah bukan Jism”.[Kitab Al-Fawakih Al-Dawani syarah Risalah Abi Zaid Al-Qairawani, Jilid 1, Halaman 94]
Berkata Muhammad Al-Kharasyi Al-Maliki :
مثال اللفظ المقتضي للكفر أن يجحد ما علم من الدين بالضرورة كوجوب الصلاة , ولو جزءا منها , وكذا إذا قال : الله جسم متحيز
“Contoh ucapan yang bisa menjadikan kufur adalah bahwa ia mengingkari sesuatu yang diketahui dari Agama dengan mudah, seperti wajib Sholat, sekalipun satu bagian dari Sholat, dan begitu juga apabila ia berkata : Allah benda (Jism) yang menempati ruang”.[Kitab Syarah Mukhtasar Khalil, Jilid 8, Halaman 62]
Berkata Abu Hasan Ali Ibnu Ahmad Al-‘Adawi :
( قوله : وكذا إذا قال : الله جسم متحيز ) أي : آخذ قدرا من الفراغ , والمراد أنه قال : جسم كالأجسام هذا هو الذي يكفر قائله , أو معتقده , وأما من قال : جسم لا كالأجسام فهو مبتدع على الصحيح
“(kata Musannif : dan seperti demikian apabila seorang berkata bahwa Allah adalah benda yang Mutahayyaz) artinya benda yang menempati ruang hampa, dan maksudnya adalah bahwa ia berkata Allah adalah benda seperti benda lain, inilah perkataan yang menjadikan kafir siapa yang berkata demikian, atau beri’tiqad demikian, adapun orang yang berkata bahwa Allah adalah benda tidak sama seperti benda lain, maka ia adalah ahlu bid’ah (Mubtadi’) atas pendapat yang shohih”.[Hasyiyah Adawi ala Syarah Mukhtasar Khalil, Jilid 8, Halaman 62]
Berkata Abu Hasan Ali Ibnu Ahmad Al-‘Adawi :
فالذنب المخل بالإيمان يكفر به ; لأنه حينئذ ليس بمسلم أي كرمي مصحف بقذر وكمن يعتقد أن الله جسم كالأجسام , وأما من يعتقد أنه جسم لا كالأجسام فلا يكفر إلا أنه عاص ; لأن المولى سبحانه وتعالى ليس بجسم
“Maka Dosa yang dapat mencederai Iman ialah dosa yang kufur dengan nya, karena ketika itu ia bukan lagi Muslim, artinya seperti melempar Mushaf (Al-Quran) dengan kotoran, dan seperti orang yang meyakini bahwa Allah adalah benda seperti benda lain, adapun orang yang meyakini bahwa Allah adalah benda tapi bukan seperti benda lain, maka ia tidak kafir, tapi ia berdosa, karena bahwa Allah subhanahu wa ta’ala bukan benda (Jism)”.[Kitab Hasyiyah Adawi ala Kifayah At-Thalib, Jilid 1, Halaman 102]
Berkata Ahmad ibnu Muhammad As-Showi Al-Maliki :
قوله : [ أي يقتضي الكفر ] : أي يدل عليه دلالة التزامية كقوله جسم متحيز أو كالأجسام , وأما لو قال : جسم لا كالأجسام فهو فاسق , وفي كفره قولان رجح عدم كفره
“kata Musannif [artinya ia menunjuki akan kufur], artinya ia menunjuki atas kufur secara melazimi, seperti perkataan nya “Allah adalah benda yang menempati ruang atau benda seperti benda lain”, adapun kalau ia berkata “Allah adalah benda tidak seperti benda lain, maka ia telah fasiq, dan tentang kufur atau tidak nya, ada dua pendapat, pendapat yang kuat ia tidak kufur”.[Kitab Hasyiyah As-Showi ala Asy-Syarhi As-Shoghir, Jilid 4, Halaman 432]
Berkata Muhammad ibnu Ahmad ‘Ulaisyi Al-Maliki :
) باب الردة كفر المسلم بقول صريح أو بلفظ يقتضيه ) أي يستلزم اللفظ الكفر استلزاما بينا كجحد مشروعية شيء مجمع عليه معلوم من الدين ضرورة , فإنه يستلزم تكذيب القرآن أو الرسول , وكاعتقاد جسمية الله وتحيزه , فإنه يستلزم حدوثه واحتياجه لمحدث ونفي صفات الألوهية عنه جل جلاله وعظم شأنه
“(Bab Riddah, kafirlah seorang Muslim dengan perkataan yang shorih atau dengan ucapan yang melazimi kufur), artinya ucapan yang melazimi kufur lagi yang nyata, seperti mengingkari syariat sesuatu yang telah Ijma’ lagi maklum dari Agama secara mudah, maka lazim ia telah mendustai Al-Quran dan Rasul, dan seperti I’tiqad kebendaan Allah dan Allah menempati ruang, maka ia melazimi kepada baharu Allah dan berhajat-Nya kepada pembaharu, dan hilanglah sifat ketuhanan dari-Nya, maha agung Allah lagi maha besar”.[Kitab Manhu Al-Jalil syarah Mukhtasar Khalil, Jilid 9, Halaman 206]
Begitu banyak penjelasan ulama tentang aqidah Tajsim dan Tasybih, agar ummat Islam semua terhindar dari sengaja/tidak sengaja menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, tapi sayang nya masih banyak ummat yang mengaku bertauhid, justru menghindari atau mengelak dari nash ulama tapi tetap dalam aqidah Tajsim dan Tasybih, bukan nya menghindar dari aqidah Tajsim dan Tasybih, seorang Muslim yang baik dan benar-benar menjaga hati nya dari aqidah Tajsim dan Tasybih, pasti lebih hati-hati dan menjaga perkatan nya agar tidak ada sedikit pun kotoran Tajsim dan Tasybih yang dapat mengotori aqidah nya, sungguh menjauh dari pinggir jurang Tasybih dan Tajsim, pasti hati nya berada dalam aqidah yang selamat, bukan bermain di pinggir jurang Tasybih, lewat celah-celah pendapat ulama, semoga kita semua selamat dari kesesatan yang tidak kita sadari, dengan menjadikan pendapat ulama sebagai pertimbangan dan peringatan, wallahul muwaffiq ila aqwamit thoriq.
MAHA SUCI ALLAH DARI SERUPA MAKHLUK
Bersambung [insyaallah] ke : Mujassimah & Neo Mujassimah [seri 3]

Membongkar Syubhat Kaum Mujassimah

Membongkar Syubhat Kaum Mujassimah (1)

Di tengah-tengah dunia pemikiran kaum Muslimin di masa silam pernah muncul sekelompok orang yang meyakini konsep Tajsîm dan Tasybîh, bahwa Allah SWT itu berpostur, bertempat pada tempat tertentu, dan menetapkan bagi Allah SWT berbagai konsekuensi fisik, seperti bergerak, diam dll.
Munculnya pola pandan menyimpang seperti itu, akibat dari syubhat-syubhat (bukan dalil) yang meracuni pikirang mereka. Syubhat-syubhat itu berupa beberapa dzahir ayat (yang tentunya maksudnya bukan seperti pengertian dangkal yang mereka fahami) atau adanya beberapa hadis (baik shahih maupun bukan) atau beberepa pernyataan Salaf (sahabat dan tokoh-tokoh ulama generesi tiga pertama).
Ciri paling menonjol pada pola pandang kelompok ini adalah pengingkarannya terhadap penggunaan majâz dalam bahasa Arab, dan kecenderungannya menerima dan berpegang pada riwayat yang mengesankan (bahkan menunjukkan) tajsîm dan menutup mata dari riwayat yang mensucikan Allah dari penyerupaan dengan hamba-Nya.
Dalam kesempatan sebelumnya: Sekte Wahhabiyah Pewaris Mazhab Mujassimah telah kami paparkan masalah dan kami buktikn bagiamana kecenderungan memihak kepadda hadis-hadis yang menunjukkan tajsim telah membuat mereka menutup mata dari riwayat lain dalam hadis yang sama yang mensucikan Allah SWT. kini saya ajak para pembaca setia Abu Salafy menyaksikan langsung dominasi kecendreungan tersebut.
Dalam pembuktian bahwa Allah SWT berada/bersemayma di atas langit, kaum Mujassimah (yang sekerang lebih diwakili oleh kelompok Salafy/Wahhabi, seperti didemonstrasikan oleh Syeikh Wahhabi; Nâshiruddîn al Albani dalam Mukhtashar al Uluw dan Syeikh as Sabt dalam kitab Ar Rahmân ’Alâ al Asryi Istawâ) membawakan beberapa hadis, sebagiannya shahih sanadnya, sementara sebagian lainnya cacat secara kualitas sanadnya (walaupun oleh sebagian Mujassimah Modern disulap menjadi hadis shahih).
Adapun hadis-hadis yang shahih sanadnya tidak jarang mereka salah dalam memaknainya, akibat terpesonanya hati dan pikiran mereka kepada syubhat konsep Tajsîm dan Tasybîh.
Untuk lebih jelasnya mari kita ikuti istidlâlh/upaya pengajuan dalil oleh mereka.
Hadis Pertama:
أَلاَ تَأْمَنُونِى وَأَنَا أَمِينُ مَنْ فِى السَّمَاءِ ، يَأْتِينِى خَبَرُ السَّمَاءِ صَبَاحًا وَمَسَاءً
“Tidaklah kalian percaya padaku, padahal aku ini kepercayaan yang dilangit, dimana khabar datang kepadaku pada pagi dan sore hari” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jawab:
Abu salafy berkata:
Setiap ayat/hadis yang menyebut kata: مَنْ فِى السَّمَاءuntuk Allah SWT maka yang dimaksud dalam bahara orang-orang Arab (yang Al Qur’an diturunkan dengan bahasa mereka) adalah makna majâzi, yaitu keagungan, kemuliaan dan ketinggian maknawi, bukan ketinggain hissi (material).
Seorang pujangga Arab klasik bersyair:
علونا السماءَ مَجْد ُنا وجدودُنا*** و إِنَّا لنبغِي فوق ذلك مظهرا
Kami menaiki langit, kejayaan daan moyang kami*** dan kami menginginkan kemenangan di atas itu.
Jelas sekali bahwa yang dimaksdu menaiki/meningggii langit bukan langit fisik di atas kita itu, akan tetapi langit kemuliaan dan keagungan.
Demikianlah yang dimaksud dalam setiap nash yang datang dengan redaksi: مَنْ فِى السَّمَاء (andai ia shahih tentunya). Hal demikian dikarenakan dasar-dasar yang pasti dalam al Qur’an dan as Sunnah shahihah yang mengharuskan kita mensucikan Allah SWT dari bersemayam, bersentuhan dan bertempat di atas langit ata di atas bumi /bertempat pada makhluk-Nya.
Hadis di atas dalam riwayat Bukhari& Muslim, telah mengalami “olah kata” oleh perawi. Artinya si perawi meriwayatkannya dengan makna saja, ia tidak menghadirkan redaksi sebenarnya. Akan tetapi seperti telah saya singgung, kaum Mujassimah lebih cenderung membuka mata mereka ke aarah hadis di atas ketimbang membuka mata mereka terhadap riwayat lain dari hadis ini yang juga diriwayatkan Imam Bukhari. Untuk riwayat-riwayat yang tidak bersejalan dengan pikiran Tajsim mereka, mereka menutup mata dan telinga mereka, seperti pada kasus hadis Jâriyah yang telah lewat kami bicarakan.
Coba perhatikan, dalam Shahih Bukhari dan Muslim terdapat banyak redaksi periwayatan hadis di atas yang tersebar di beberapa tempat, akan tetapi tidak memuat kata: مَنْ فِى السَّمَاء yangb tentunya tidak akan membantu kaum Mujassimah, karenanya hadis itu tidak pernah mereka gubris.
Perhatikan hadis di bawah ini:
فَمن يُطيعُ اللهَ إذا عصيْتُهُ، فَيَأْمَنُنِي على أهلِ الأرضِ ولا تَأْمَنُونِى؟!
“Siapakah yang mena’ati Allah jika aku (Nabi saw.) menentaangnya?! Dia (Allah) mempercayaiku untuk mengurus penduduk bumi sedangkan kalian tidak mempercayaiku?!”
coba perhatikan radaksi hadis di atas lalu bandingkan dengan radaksi hadis sebelumnya yang juga diriwayatkaan Bukhari!
Al Hâfidz Ibnu Hajar al Asqllani mengomentari hadis tersebut dengan kata-katanya, “Nanti akan dibicarakan makna sabda: مَنْ فِى السَّمَاء pada Kitab at Tauhid.
Kemudian seperti beliau janjikan, beliau menguraikan makna kata tersebut:
“Al Kirmâni berkata, ‘Sabda: مَنْ فِى السَّمَاءmakna dzâhirnya jelas bukan yang dimaksudkan, sebab Allah Maha Suci dari bertempat di sebuah tempat, akan tetapi, karena sisi atas adalah sisi termulia di banding sisi-sisi lainnya, maka ia disandarkan kepada-Nya sebagai isyarat akan ketinggian Dzat dan sifat-Nya.’ Dan seperti inilah para ulama selainya menjawan/menerangkan setiap kata yang datang dalam nash yang menyebut kata atas dan semisalnya.” (Fathu al Bâri,28/193)
Abu Salaafy berkata: Andai seorang mau merenungkan dan meresapi keterangan di atas pasti ia akann selaamat dari syubhat kaum Mujassimah dan pemuja riwayat yang belum pasti; al hasyawiyah.
Jadi para ulama telah memaknai hadis-hadis yang memuat redaksi yang mengesankan keberadaan Allah SWT di sebuah tempat dengan pemaknaan yang sesuai dengan Kemaha Sucian dan Kemaha Agungan Allah SWT.
Akan tetapi sepeti berulang saya katakana, kaum Mujassimah dan mereka yang tertipu oleh syubhat kaum Mujasimah lebih tertarik mengedepankan hadis-hadis dengan redaksi yang mendukung konsep dan pandangan Tajsîm yang mereka yakini, walaupun mereka enggan disebut sebagai Pewaris Mazhab Mujassimah!
(Bersambung)

22 Tanggapan

  1. Abu Salafy berkata: “Di tengah-tengah dunia pemikiran kaum Muslimin di masa silam pernah muncul sekelompok orang yang meyakini konsep Tajsîm dan Tasybîh, bahwa Allah SWT itu berpostur, bertempat pada tempat tertentu, dan menetapkan bagi Allah SWT berbagai konsekuensi fisik, seperti bergerak, diam dll.”
    Abu Abdurrahman berkata: pernyataan ini merupakan pernyataan yang mengandung konsekuensi penafian shifat Allah, bahkan kalau Allah tidak memiliki shifat sebagiamana yang Allah sebutkan untuk-Nya sendiri, ini berarti juga menafikan keberadaan Allah! “Inna Lillahi wa Inna ‘Ilaihi Raji’un”
    alam menyikapi ayat-auat/hadis-hadis shifat (?) ada tiga aliran paling tidak:
    MMaha Suci Allah dari Kaum Mu’athillah, Jahmiyah dan Asy’ariyah, dan yang semisal dengan mereka.
    kalau anda meniadakan keberadaan Allah dan Shifat-Shifat-Nya, bagaimana kalau ada orang awam yang dengan fitrahnya bertanya tentang dimana Allah? apa yang harus kita jawab????
    apakah kita harus menjawab:
    “Allah tidak dimana-mana!!”
    pernyataan ini mengandung konsekuensi bahwa Allah tidak ada dan ini jelas kebathilannya!!!
    atau bila dikatakan:
    “Allah ada dimana-mana!!!!”
    pernyataan ini memaksa bahwa Allah juga berada di pasar-pasar, ditoilet atau tempat-tempat kotor”
    Maha Tinggi Allah dari pernyaan-pernyataan bathil sperti ini dengan Ketinggian yang sebesar-besarnya.
    wahai kaum mu’athillah!!
    jika kalian menafsirkan al-Qur-an dan as-Sunnah sesuai dengan majaz:
    maka cobalah kalian kumpulkan 5 orang saja dari ahli bahasa untuk menafsirkan Ayat-ayat Allah dan Rasul-Nya niscaya kalian akan mendapati mereka berbeda-beda dalam menafsirkannya.
    kemudian anda juga menolak khabar ahad untuk masalah aqidah, maka sekarang jika anta ingin menyampaikan masalah aqidah maka janganlah anta menyampaikan seorang diri, karena khabar anta ahad, sungguh kami tidak bisa menerimanya untuk aqidah, untuk itu ajaklah teman-teman anta supaya khabarnya bisa mutawatir.!!!!
    terakhir!!
    beritahukan kepada kami Apakah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga Shahabat-shahabatnya radhiyallahu ta’ala ‘anhum memerintahkan untuk mennta-wil ayat-ayat shifat, apakah nereka mengetahuinya???, atau apakah mereka tidak tahu???
    “Tunjukanlah bukti bila anta orang yang benar”
    kepada Allah-lah kami memohon taufiq!
    ___________
    Abu Salafy:

    Akhi Abu Abdurrahman -hadakallah ila Shawabil aiqidah-, Sepertinya Anda sedang keracunan kerancuan berpikir kaum Mujassimah/musyabbihah… Argumentasi yang Anda bawakan sama persisi dengan yang mereka bawakan!
    Menafikan tasybih dan tajsim tidak berkonsekuensi menafikan sifat-sifat Allah dan kemudian berarti menafikan wujud Allah -Maha suci Allah dari anggapan kaum jahil-!
    Dalam menyikapi ayat-ayat/hadis-hadis shifat paling tidak ada tiga aliran:
    1) Menyerahkan pemaknaannya kepada Allah SWT. Artinya para ulama tidak melibatkan diri dalam menfsirkannya… tafsirnya adalah bacaannya itu!
    2) Mena’wilkannya, semisal kata: يد عين وجه dll dengan penakwilan tertentu.
    3) Mengartikan kata-kata sifat itu dengan arti apa adanya yang digunakan, seperti kata: نزل-خرول-ضحك dll dengan makna yang ada: turun-berlari-lari kecil dan tertawa!
    Aliran pertama, no komen. Aliran kedua memberikan penafsiran yang sesuai dengan kemahasucian dan kemaha-agungan Allah SWT. Sedangkan aliran ketika meniscayakan tajsim dan tasybih.
    Jadi kalau kita tidak memilik aliran tidak berarti menjadi menta’thil (menafikan) dari pensifatan!
    Itu hanya khayalan kaum mujassimah dan musyabbihah belaka!
    Kalau boleh saya sarankan untuk Anda saudaraku, baca buku DAF’U SYUBAHI AT TASYBIH BI AKUFFI AT TANZIH, karya Ibnu al Jauzi, seorang ulama bermazhab Hanbali seperti juga kaum Wahhabi (dalam klaim mereka)… di sana semua syubhat yang selama ini menghinggap dalam pikiran saudara insyaAllah tersingkap…. atau paling tidak saudara mengetahui dalil-dalil mereka yang menentang aliran pemikiran saudara dan teman-teman Wahhabi/Salafy. Jangan taku membaca buku orang selain kelompok Anda!
  2. Kamu gak bosan ya abusalfy bikin fitnah hanya dengan kebodohan dan kedangkalan nalarmu apalagi ilmumu. Penetapan bahwa allah swt beristiwa diatas langit adalah keimanan yang diyakini oleh salafushalih, sebagai buktinya (kamu pasti minta bukti)
    Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Pandangan yang kami ikuti berkenaan dengan masalah ini adalah pandangan Salafush Shalih seperti Imam Malik, al-Auza’i, ats-Tsauri, al-Laits bin Sa’ad, Imam asy-Syafi’i, Imam Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan Imam-Imam lainnya sejak dahulu hingga sekarang, yaitu mem-biarkannya seperti apa adanya, tanpa takyif (mempersoalkan kaifiyahnya/hakikatnya), tanpa tasybih (penyerupaan) dan tanpa ta’thil (penolakan). Dan setiap makna zhahir yang terlintas pada benak orang yang menganut faham musyabbihah (menyerupakan Allah dengan makhluk), maka makna tersebut sangat jauh dari Allah, karena tidak ada sesuatu pun dari ciptaan Allah yang menyerupai-Nya.
    Bukti lain: Ketika Imam Malik rahimahullah ditanya tentang istiwa’ Allah, maka beliau menjawab:
    “Istiwa’-nya Allah ma’lum (sudah diketahui maknanya), dan kaifiyatnya tidak dapat dicapai nalar (tidak diketahui), dan beriman kepadanya wajib, bertanya tentang hal tersebut adalah perkara bid’ah, dan aku tidak melihatmu kecuali dalam kesesatan.”
    Imam Abu Hanifah juga mengatakan “Barangsiapa yang mengingkari bahwa Allah k berada di atas langit, maka ia telah kafir.” (apa abu hanifah ra. termasuk wahabi takfiri? buka matamu wahai abu salafy)
    Jadi menurut saya kamu cuma mau membelokkan pandangan para salaf kepada pandangan sesat kamu wahai dhall mudhill.
    __________
    Abu Salafy:

    Wan… semoga ketika menulis tanggapan di atas Anda tidak sedang mabok….
    Mabok ghurur (PD)….
    atau sedang keracunan syubhat Mujassimah…
    Sungguh saya, heran, Anda mengutip kata-kata Ibnu Katsir, sementara komentar tersebut merugikan aliranmu ya akhi benthaleb!
    Para ulama Salaf, antara dua pendapat mereka, mendiamkan (tafwidh), tidak menafsirkannya atau mena’wilkan ayat-ayat shifat (?).. Adapun kaum mujassimah dan Musyabbihah mereka meyerupakan Allah dengan makhuk-Nya….
    Imam kalian menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, memaknai nuzul, misalnya dengan mencontohkan ia turun dari tangga mimbar yang sedang ia duduki….
    Para tokoh Mujassimah yang kalian banggakan mengatakan bahwa Allah duduk di Arsy-Nya dan kelak di hari kaimat mendudukan Nabi Muhammad saw. di sebelah-Nya! Apa ini bukan tajsim ben Tasybih ya berthaleb?!
    Adapun penukilan dari Imam Malik juga tidak menguntungkan kalian!
    Adapun ucapan Imam Abu Hanifah tolong buktikan keshahihan penukilannya! Jangan asal nukil tanpa membuktikan kesahahihan. Itu gaya kaum Awam yang suka silau dengan riwayat/atsar betapapun palsu dan maudhu’nya!
    Ya benthaleb, coba kalau berani sebutkan sanad ucapan Imam Abu Hanifah! Dan pasti saya akan buktikan kepada pembaca bahwa parawinya adalah cacat berat!! Jadi jangan buat malu, saya tunggu sanadnya ya! Kalau kamu tidak malu!
    Ya akhi benthaleb, saya beraharap kamu mampu menyelamatkan Imam kamu al Albani dari kritik saya di atas bahwa ia curang! Benar kan?! Dia sekarang lebih butuh kamu bela dari pada kamu puji kerapian jenggotnya saja!
  3. mengapa anta menghapus tulisan ana??
    anta tidak mampu menjawabnya??
    atau anta berjiwa pengecut??
    kalau memang anta diatas al-Haq, maka tunjukanlah dalil dari kitabullah dan sunnah Rasulillah shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang perintah menta-wil ayat-ayat shifat??
    apakah Rasulullah dan Shahabatnya mengetahui yang anta bicarakan tentang ta-wil ayat-ayat shifat??? atau tidak mengetahui??
    __________
    Abu Salafy:

    Tulisan yang mana mas?!
    Baca ayat 7 surah Alu Imran dan sabda Nabi saw. untuk Ibnu Abbas ra.
    اللهم فقهه في الدين و علمه التأويل.
    Fahami keduanya pasti kamu terselamatkan dari jeratan syubhat Mujassimah dan musyabbihah!
  4. afwan ana tidak bermaksud mengatakan anta pengecut seperti diatas tadi karena ada kesalahfahaman di koneksi komp ana, jadi agak sedikit lambat membukanya!!
    ___________
    Abu Salafy:

    Demi Allah..dan cukup Allah sebagai saksi… betapa kita di sini terlihat bertengkar/kurang akur tapi demi Allah saya tidak memandang saudara sebagai musuh saya. Allah syahid!
    mudah-mudahan Anda juga demikian memandang saya.
    Saya berharap diskusi kita membuahkan hasil… kita menemukan kebenaran yang selama ini kita idam-idamkan. Amin.
  5. Untuk Abu Abdurrahman dan benthaleb dan yang lainnya
    saya ingin meluruskan pendapat kalian dengan artikel yang saya dapat dari salah satu blog sbb :
    apakah benar atau salah tergantung dari sudut pandang mana yang memandangnya. dan TOLONG ARTIKEL INI DIBACA DENGAN TELITI DAN DIPAHAMI MUNGKIN SEBAGAI BAHAN RENUNGAN DAN MASUKAN.
    Tajsim/penjasmanian dan Tasybih/penyerupaan Allah swt.kepada makhluk-Nya
    XXXXXXXXXXXXXXXXXX
    _______________
    -abu salafy-

    Afwan mas Din, artikel (copy-paste) anda tidak dapat kami tampilkan (lihat pemberitahuan disebelah kanan blog) tolong anda sebutkan aja URL (alamat link artikel tsbt) nanti kami tampilkan.
    Blog ini telah penuh dengan copy-paste, kalo punya saudara kami tampilkan, maka para wahabi akan membalas anda dengan copy-paste juga, karena hoby mereka memposting copy-paste. dan blog ini sudah penuh dengan copy-paste mereka!
    ma’af ya!
    wassalam
  6. kalau perkataan ulama diatas kamu fahami dengan pemahaman akal kamu yang gak beres ya memang seperti membenarkan ocehan kamu tapi menurut pemahaman akal yang beres dan punya bashiroh tentunya tidak sebagimana pemahamnmu. sekarang tinggal kita ini mau jadi orang yang beres ya pasti akan menolak pendapatmu yang tidak beres.
    Perkataan abu hanifah saya kira kamu punya bukunya karena buku ini juga kamu jadikan referensi.
    Asal jujur aja kamu ya abu salafy…..!
    __________
    Abu Salafy:

    Salam wan benthaleb….
    Anda menukil kalimat Abu Hanifah yang dalam anggapan kaum Mujassimah mendukung pendapat mereka, lalu kami meminta Anda untuk membawakan sanadnya, apa itu salah? Bukankan tanpa sanad yang dapat dipertanggung jawabkan semua orang bisa ngomong dan asal gomong?!
    Kami memaklumi kenapa Anda berbelit-belit untuk mau menyebutkan sanad ucapan Abu hanifah itu, sebab Anda takut dipermalukan di sini kan? Sebab kami akan membongkar kepalsuannya?!
    Jadi begini saja, Anda rembukan dulu dengan ustadz-ustadz Wahhabi Anda dan kalau mereka mengizinkan itu artinya siap dipermalukan di sini pasti mereka mengizinkan! Kalau tidak, ya Anda ta’ati saja! Bukankah mena’ati dan bertaqlid kepada ulama (pewaris para Nabi as.) itu wajib hukumnya!!
    Adapun kata-kata kasar, itu kami sudah biasa mendengarnya dari kaum rendahan, jadi kami berharap Anda (sebagai keturunan Arab berakhlak mulia) tidak termasuk dari mereka.
  7. bagaimana dengan perkataan al-Hafidz Ibn Hajar rahimahullah dalam al-Fath 13/417,Tahqiq:Abdul Qadir Syaibah al-Hamd, terbitan: al-Malik al-Amir Sulthan bin Abdul Aziz Alu Su’ud, Cetakan pertama 1421H,: “dikeluarkan oleh al-Baihaqi dengan sanad jayyid dari al-Auza’i ia berkata:
    كُنَّا وَالتَّابَعُوْنَ مُتَوَافِرُوْنَ نَقُوْلُ : انَّ اللهَ عَلَى عَرْشِهِ وَنُؤْمِنُ بِمَا وَرَدَتْ بِهِ السُنَّةَ مِنْ صِفَاتِ اللهِ تَعَالَى
    “Kami dan para Tabi’in semuanya menetapkan dengan kesepakatan qaul kami bahwa: Sesungguhnya Allah di atas ‘Arsy-Nya dan kami beriman dengan apa yang telah dinyatakan oleh Sunnah berkenaan sifat-sifat Allah Ta’ala”
    berkata al-Humaidi rahimahullah dalam kitabnya Ushulussunnah hal. 42, Dar Ibnul ‘Atsir – Kuwait, Dirasah dan Tahqiq: Misy’al Muhammad al-Hadadi, Cetakan Pertama 1418H, berkata:
    وما نطق به القرآن والحديث مثل قوله تعالى: ” وقالَتِ اليَهُودُ يدُ اللَّه مَغْلُولةً غلّت أيْديهم ولُعِنُوا بما قَالُوا بَلْ يَدَاه مَبْسُوطتان ” سورة المائدة آية 64. ومثل قوله تعالى: ” والسّمواتُ مَطْوياتٌ بيَمينه ” سورة الزمر آية 67. وما أشبه هذا من القرآن والحديث لا نزيد فيه ولا نفسّره، ونقف على ما وقف عليه القرآن والسنة
    “dan apa yang disebutkan dalam al-qur-an dan al-hadits, seperti, “”orang-orang yahudi berkata: tangan Allah terbelenggu, sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu” (al-Maaidah-4), “dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya” (az-Zumar:67), dan ayat-ayat al-qur-an dan al-hadits, yang sejenis dengan ayat diatas tidak boleh menambah-nambahinya dan juga tidak boleh menta-wilnya, kita memutuskan sebagaima yang diputuskan al-qur-an dan as-sunnah”
    selanjutnya beliau berkata:
    ونقول: ” الرحمنُ على العرش استوى ” ، ومن زعم غير هذا فهوِ مُبْطِلٌ جهميٌّ
    “dan kami menegaskan : “Yang Maha Pemurah, yang beristiwa diatas Arsy” (Thaa-haa:5), barangsiapa yang berpendapat selain itu ia adalah seorang mu’athil dan jahmi.”
    bagaimana????
    begitu jug Imam al-Mufassir ath-Thabari rahiamhullah ketika mentafsirkan surat al-Hadid ayat:4: beliau berkata:
    وهو شاهد لكم أيها الناس أينما كنتم يعلمكم، ويعلم أعمالكم، …، وهو على عرشه فوق سمواته السبع
    “Dia melihat kamu wahai manusia! Di mana saja kamu berada, Dia mengetahui (apa saja) tentang kamu dan mengetahui segala amal kamu.., Dan Dia di atas ‘ArasyNya dan ‘ArasyNya di atas langit yang ke tujuh”
    begitu juga IbnKatsir ketika menafsirkan al-A’raf:54::
    maka maka merujuklah kepada kitab-kitab tersebu (walaupun masih banyak kitab yang membahas masalah ini)!!!
    __________
    Abu Salafy:

    Mas abu abdurrahman, pertama, tolong baca pengumuman kami hari ini di: Hadis ‘Aina Allah’ Dimana Allah!
    kedua, saya berharap Anda mau membaca sikap dan mazhab Ibnu Jarir, Ibnu Hajar dalam menyikapi ayat-hadis shifat….
    Saya harap Anda bersabar, karena kami akan membahasnya dalam kesempatan lain. dengan melibatkan sebanyak mungkin data untuk diskusi kita. Gimana, setuju mas?
    untuk semua yang saudara bawakan di atas insyaAllah akan kami bahas nanti bidznillah wa tawfiqihi..
  8. lagi-lagi anta tidak menjawab pertanyaan ana, mana dalil perintah ment-wil dari al-qur-an dan as-Sunnah????
    sebab menetapkan sesuatu harus dengan dalil!!!
    bukan akal-akalan,dan niat baik saja untuk mensucikan Allah
    bukankah al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah pernah berkata:
    من استحسان فقد شرع
    “barangsiapa yang menganggap baik perbuatan (tanpa dalil) berarrti ia telah menetapkan syari’at” (al-Musytashfa – al-Imam al-Ghazali)
    lalu siapakah abu salafy yang berani-beraninya menganggap pebuatan anta baik untuk menjauhkan dari tajsim dan tasybih terhadap Allah Jalla wa ‘Ala, apakah anda pembuat syari’at???
    mana dalilnya???? mana hujjahnya???
    __________
    Abu Salafy:

    Salamun Alaikum mas abu.
    kemarin sudah saya jawab kan?!
    Tapi nggak apalah saya sebutkan lagi di sini.
    Tolong baca jawaban saya di:
    1. Benarkah Wahhabiyah Pewaris Sejati Mazhab salaf? (1)
    2. Benarkah Wahhabiyah Pewaris Sejati Mazhab salaf? (2)
    selain itu, nanti akan saya tambahkan lagi bukti-bukti baru kalau bukti dalam dua artikel saya di atas dirasa kurang cukup. Insyaallah.
  9. terima kasih atas sarannya
  10. koq judulnya
    “Membongkar Syubhat….”?
    ane usul kalo diterima, kenafa gak
    “Membongkar Ideologi…” ?

    Abu Salafy:

    Memang itu ideologi mereka, akan tetapi mereka gemar menabur syubhat itu di tengah-tengah kaum awam… jadi atas pertimbangan itu kami tulis judul di atas. Bisa jadi hemat Anda yang lebih benar.
  11. kalau ayat الرحمن على العرش استوى
    dimaknai استىلاءه على العرش
    maka seandainya dihubungkan dengan ayat
    و كان عرشه علي الماء maka maknanya adalah kekuasaan allah itu ada diatas air, ini suatu hal yang mustahil karena kekuasaan allah meliputi langit dan bumi dan yang ada diantaranya. Maka benarlah pemaknaan sebagaimana apa adanya bhw allah bersemayam diatas ‘arsy tanpa bisa dan boleh diserupakan dengan bersemayamnya makhluknya. dan rupanya abu salafy hendak memaksakan pemahaman kaum mu’athilah dari grup abdullah bin kilab yang diikuti oleh orang2 asy’ariyah yang justru menafikan tentang keberadaan allah diatas arsynya. Dan lucunya lagi abu salafy menafsirkan ayat allah tentang keberadaan allah diatas langit cuma bemodalkan pada perkataan penyair yang tidak diketahui keabsahannya/siapa si penyair ini/apa aqidahnya dengan kata lain penyair majhul. dan hadis shaih yang diriwyatkan bukhari yang digunakan imam bukhari untuk membantah kaum jahmiyah dan mu’athilah seperti abu salafy justru dimaknainya dengan seenak udelnya untuk membenarkan kebathilan fahamnya.
    dan lagi untuk membuktikan kebenaran allah bersemayam diatas arsy dilangit adalah riwayat bukhari-muslim dari abu hurairah tentang pergantian malaikat siang dan malam yang kemudian mereka naik kelangit untuk melaporkan perihal hamba pada allah (و هو اعلم) .Kemudian riwayat dari muslim ketika haji wada’ dan nabi mengatakan telah menyampaikan seluruh risalah (jadi gak perlu lagi tambahan2 hal baru) dan beliau berkata اللهم اشهد seraya mengisyaratkn telunjuk beliau kelangit. jadi wahai abu salafy secara dhohir sudah kelihatan bahwa nabi mengajarkan pada kita bahwa allah itu ada dilangit dan bersemayam diatas arsynya apakah engkau yang mengaku mencintai beliau dan keturunan beliau masih mau menolak? kebenaran macam apa yang kau cari wahai abu salafy….?
    ___________
    Abu Salafy:

    Semua syubhat yang Anda sampaikan itu telah dibantah habis oleh ulama Ahlusunnah! tapi sayang Anda mungkin belum membacanya atau takut membacanya, karenanya racum tajsim dan tasybih belum bisa dikeluarkan dari pikran Anda! (maaf ya).
    Akhi benthaleb, apa yang Anda pahami dari ‘Uluw nya Allah di atas arsy-Nya itu? ‘Uluw hissi atau ‘ulw maknawi?
    Apa Anda yakin Allah itu di langit? Atau dibumi? atau ditempat lain?
    Oh ya, bagaimana Anda dan ulama-ulama Mujassimah Anda memahami ayat-ayat di bawah ini yang menunjukkan Allah itu bukan di langit:

    1 – قال تعالى : * ( فلما أتاها نودي من شاطئ الواد الايمن في البقعة المباركة من الشجرة أن يا موسى إني أنا الله رب العالمين * وأن ألق عصاك فلما رآها تهتز كأنها جآن ولى مدبرا ولم يعقب يا موسى أقبل ولا تخف إنك من الامنين ” القصص : 30 – 31 .

    2 – وقال تعالى : * ( والذين كفروا أعمالهم كسراب بقيعة يحسبه الخمان ماء حتى إذا جاءه لم يجده شيئا ووجد الله عنده فوفاه حسابه والله سريع الحساب ) * النور : 39 .
    3 – وقال تعالى : * ( ونحن أقرب إليه منكم ولكن لا تبصرون ) * الواقعة .
    4 – وقال تعالى : * ( ما يكون من نجوى ثلاثة إلا هو رابعهم ولا خمسة إلا هو سادسهم ولا أدنى من ذلك ولا أكثر الا هو معهم أين ما كانوا ” المجادلة : 7
    5 – وقال تعالى لسيدنا موسى وأخيه سيدنا هارون * ( إنني معكما أسمع وأرى ) * طه : 46 .
    6 – وقال تعالى : * ( وهو معكم أينما كنتم ) * الحديد : 4 ، :

    Cukup dulu ustdaz benthaleb.
    Alhamdulillah rupanya komputer ustdaz sekarang sudah bisa tulis bahasa Arab, Jadi gimana, apa kita berdiskusi dengan mengunakan bahasa Arab aja? Jelek-jelek begini saya ini santrinya Kyia NU yang ahli nahwu dan bahasa Arab… walaupun belum pernah jadi TKI di negeri Arab sana!
  12. Yth Abu Salafy
    assalamu alaikum wr. wb.
    Sampean minta bin thaleb membawakan sanad ucapan Imam hanafi? tentu ya nggak berani, bener sampean apa siap dibikin malu,
    kalo ngomong sama kita yang bodoh ini wahabi sedikit-sedikit bawa hadis riwayat ini riwayat itu, tapi kalo ngedepi tiang kados panjenengan yo miki-mikir desek to…
    jangan harap ben thaleb mau membawakan…
    maju terus pak yai (abu salafy), wahabi pun ketingalan kedodorane!
  13. komentar saya disini tentana ‘aina allah kok gak muncul bib? apa saya yang keliru postingnya ya?
    _________
    abu salafy

    akhi benthaleb, dak usah banyak berbohong.
    tulisan anda sama sekali tidak berbobot,
    jadi tidak ada yang perlu ditakuti.
    jawab saja tulisan saya dak perlu lari kesana kemari!
    Sanad ucapan Imam Abu Hanifah sampai sekarang belum anda bawakan, takut dipermalukan ya?
  14. Sifat “uluwnya allah jangan pakai pemahaman syair ya abu salafy assegaf, tapi pkai pemahaman para salaf seperti sahabt dan tabi’in lebih selmet dari perkataan penyair majhul.
    Kalau diskusi pakai bahasa arab disini maka manfaatnya tidak bisa diambil oleh semua pengunjung blog kamu, tapi bagaimana kalau kita ngomong2 pertelpon aja? telponmu berapa nanti jangan kuatir saya yang nelpon !!! OK!!!
    __________
    Abu Salafy:

    Salam ya tukang nujum…
    Begini aja, Anda sebutkn dengan tanpa malu, menurut Anda ‘Ulw Allah itu bersifat ma’nawi atau hissi?
    Kemudian sebutkan tafsiran Salaf yang sesuai dengan tafsiran kaum Wahhabiah Mujasimah?
    Masalah menulis komentar dengan bahasa Arab saya idak ingin mamakasa Anda lagi, mungkin itu merepotkan Anda…. dan menurut Anda sedikit manfa’atnya. Apalagi telpon lebih sedikit ,manfaatnya… Jika Anda punya banyak uang reyal, dari pada dibuang untuk pulsa, lebih baik disimpan saja untuk membeli alat cukur merapikan jenggot-jenggot yang serabutan…
  15. Buat pak kyai saya mau tanyak kalau allah tidak dilangit terus ngapin nabi isro’ mi’rojnya ada kelangitnya? ini mungkin yng jadi pegangan mereka, jadi kulo nyuwun sanget dipun jelasaken.
    __________
    Abu Salafy:

    Allah SWT mengisra’kan Nabi Nya ke langit untuk: memperlihatkan kepadanya tanda-tanda kebesaranNya. Baca ayat 1 surah a Isra’.
  16. tentang mslh istiwa’,kami yg bermadzab ahlus sunah hanya mengimani saja terhadap ayat2 yg menyebutkan tentang ISTIWA’. dan tanpa berani mencoba2 utk mentakwil2kan . sebab hal itu akan menjerumuskan seseorang kpd kekafiran. yg sy heran kenapa antum kok membawakan syubhat2 bodoh tersebut?? untuk apa? dan dgn tujuan apa?? sdgkan bertanya saja tentang mslh itu secara mendetail sdh merupakan perbuatan “bid’ah”.apa lg menjadikanya sbgai bahan obrolan seperti ini.
    __________
    Abu Salafy:

    Kalau Ahli Bid’ah yang mengaku sebagai Ahlusunnah sudak mengacau pikiran awam dengan syubhat-syubhat palsu murahan, apa kita harus diam tidak membongkarnya?
    Jadi semestinya pertanyaan/protes (jika itu protes) Anda akan lebih tepat jika Anda alamatkan kepada kaum Wahhabiyah Mujassimah bukan kepada yang mau menerangkan masalah dan menepis syubhat murahan!
  17. Yabd perlu dipahami adalah:
    1. (Dimensi) ruang; waktu, dan kesadaran adalah makhluq Alloh. Alloh tidak dibatasi ruang dan waktu dan kesadaran makhluq. Bukankah dalil bahwa alloh pencipta segalanya, dan tidak setipa dengan apapun adalah cukup untuk hujjah ini.
    2. Nash2 yg menyatakan sifat atau perbuatan sabg pebcipta tentunya gaeis dipahami:
    a. Maknanya kita serahkan pada alloh,
    b. Harus dipahami alloh bukan makhluq, memahami makna sifat atau perbuatan itu tentu dalam pengertian memahami sesuatu yang diluar batas ruang, waktu, dam kesadaran.
    c. Jika memang ada dalil2 bahwa memhami ayat2 sifat itu memakai bahasa majaz adalah sesuatu yang boleh atau bahkan diajarkan nabi, saya kira lebih baik, untuk menghidari mujassimah,
    d. Dalih mengatakan bahwa kita meyakini ayat2 itu, tanpa menjelaskan bahwa maknanya diserahkn pada alloh dan alloh bukan mahluq (tidak terikat waktu, ruang, ) bisa menjebak ke mujassimah
  18. mas abusalafy kalau mas ditanya dimana Allah jawabnya apa???
    __________
    Abu Salafy:

    Bukankah tempat itu ciptaan Allah? Lalu bagaimana kita akan bertanya dimana Allah? Pertanyaannya sudah salah mas!
    Hanya kaum Mujassimah (Wahhabiyah) seperti Ibnu Taimiyah, dan anak-anak pikirannya seperti Utsaimin saja yang meyakini Allah bertempat!
    Pertanyaan seperti itu muncul di pikiran saudara karena mungkin saudara membayangkan Allah itu seperti meteri lain! Lalu saudara akan diserang syubhat kalau Allah SWT. tidak di mana-nama (tidak bertempat) berarti tidak ada! Itu anggapan yang salah mas….!
    Saya berharap syubhat-syubhat seperti itu bisa terusir dengan dalil-dalil apabila saudara mau membaca dan memperlajari akidah Islam dengan benar.
    Kalau menurut saudara, Allah itu bertempat di mana?
    Wassalam.
  19. Allah ” Laisa Kamistlihi syai’un (tidak ada persamaanNya dengan sesuatu) Zat Allah dan ujudNya itu bukan “Jisim” (berupa bentuk),
    misalkan untuk mengatakan bahwa “ujud zat Allah itu, berupa cahaya yang putih, berbentuk ini,itu dan sebagainya, maka kata-kata yang demikian jelas merupakan kata-kata yang syirik (na’uzubillahi min dzalik).
    yang jelas kita meyakini bahwa Allah Wujud (ada). Allah wajib adaNya/ Allah pasti adaNya. Mustahil Allah tidak ada.
    Bisakah alam dan sesuatu ini terjadi dengan sendirinya, tentulah jawabnya tidak bisa. maka Allah pasti adanya (wujud).
    wasalammualaikum
  20. @cintaku
    mas/mbak cintaku…
    Dimana Allah?
    “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah bahwasanya Aku ini dekat …” (QS. Al Baqarah :186)
    “.. dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya” (QS. Qaaf:16)
    ” … ingatlah bahwa sesungguhnya Dia maha meliputi segala sesuatu” (QS. Al Fushilat 54)
    ” … kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah .. “(QS. Al Baqarah:115)
    Untuk pembahasannya, dan sebagai perbandingan, jika saudara mau bacalah artikel dibawah ini:
    Dimanakah Sebenarnya Allah ? klik disini:
    http://kajianislam.wordpress.com/2007/08/31/dimanakah-sebenarnya-allah/
  21. Salam to semua……..
    Ayna Allah? Mata Allah ? Kaefa Allah ? Kam Allah ?
    Syekh Nawawi bin Umar al-Bantany al-Jawi dlm syarh qathru al-Ghaits li Abi Laits menjlaskan keempat prtanyaan tsb;
    1. Laysa fi makan wa la yamurru alaihi zaman.
    2. Awwalun bila ibtida’in wa akhirun bila intiha’in.
    3. Laysa kamitslihi syae’un.
    4. Ahadun walaysa ahaduhu min ajza’in.
    Mohon koreksi dlm penukilannya..
    Jd klo Allah SWT bersemayam di ‘Arsy sprti yg diyakini seyakin-yakinnya oleh gol mujassimah atau yg mewarisinya,maka jelas-jelas syubhat yg nyata.
    Maha Suci Allah (Subhanallah) sama dg makhluknya.
  22. UNTUK SEMUA YANG BERMINAT MENGENAL SIAPA SEBENARNYA IBNU TAYMIAH SAYA UNDANG KUNJUNGI BLOGINI:
    http://ibnutaymiah.wordpress.com/
    PASTI DIJAMIN LANGSUNG KENAL SIAPA IBNU TAYMIAH ITU.
    JAJNJI!

Sejarah Perkembangan Penemuan Kebenaran


Sejarah Perkembangan Penemuan Kebenaran

Penerimaan pengetahuan sebagai kebenaran, dipengaruhi juga oleh cara mengungkapkan atau menemukannya. Untuk sampai pada cara penemuan kebenaran seperti sekarang ini sebagai proses yang berencana, sistematik, teliti, dan terarah, sebenarnya telah memakan waktu yang cukup lama dan bertingkat-tingkat. Perkembangan cara mengungkapkan kebenaran yang bertahap tersebut, dapat dilihat sebagai berikut.
1. Penemuan Kebenaran Secara Kebetulan
Suatu peristiwa yang tidak disengaja, terkadang menghasilkan suatu kebenaran yang menambah perbendaharaan pengetahuan manusia, karena sebelumnya kebenaran itu tidak diketahui. Cara menemukan kebenaran seperti ini bukan cara yang baik, sebab manusia akan bersifat passif dan menunggu. Dari segi ilmiah, cara seperti itu tidak mungkin membawa perkembangan seperti yang diharapkan, karena sesuatu yang kebetulan, selalu berada pada posisi yang tidak pasti. Begitu pula datangnya tidak dapat diperhitungkan secara terencana dan terarah. Dengan demikian, cara seperti ini tidak dapat diterima sebagai cara ilmiah dalam metode keilmuan untuk menggali kebenaran pengetahuan.
2. Penemuan Kebenaran dengan Trial and Error
Mencoba sesuatu secara berulang-ulang, meski selalu menemukan kegagalan dan akhirnya menemukan suatu kebenran. Cara seperti ini disebut dengan trial and error. Dengan cara ini, seseorang selalu aktif melakukan usaha untuk menemukan sesuatu, meski sebenarnya tidak mengetahui dengan pasti sesuatu yang ingin dicapainya sebagai tujuan dalam melakukan percobaan itu.
Cara seperti di atas sudah menunjukkan adanya aktivitas manusia dalam mencari kebenaran, meski dalam usahanya itu banyak mengandung unsur untung-untungan. Di samping itu, cara tersebut memerlukan waktu yang lama, karena kegiatan mencoba-coba itu tidak direncanakan dan tidak terarah tujuannya. Oleh karena itu, cara tersebut tidak diterima sebagai metode keilmuan, karena tidak memberikan jaminan untuk sampai pada penemuan kebenaran yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan.
3. Penemuan Kebenaran dengan Cara Spekulatif
Cara seperti ini memiliki kemiripan dengan trial and error, karena mengandung unsur untung-untungan dalam mencari kebenaran. Dalam prakteknya, seseorang telah memulai dengan menyadari masalah yang dihadapinya, kemudian meramalkan berbagai kemungkinan dan alternatif pemecahannya. Namun, tanpa meyakini betul ketepatan salah satu alternatif yang dipilihnya, ternyata mencapai hasil yang memuaskan sebagai suatu kebenaran.
Karena sifatnya masih untung-untungan, maka menemukan kebenaran dengan cara seperti itu tidak efektif untuk digunakan dalam metode ilmiah, karena kebenaran yang diperolehnya bersifat meraba-raba, sehingga kegagalan mungkin lebih besar daripada keberhailan yang dicapainya.
4. Penemuan Kebenaran dengan Cara Berpikir Kritis dan Mendalam
Kemampuan berpikir yang dimiliki manusia, ternyata telah banyak menghasilkan kebenaran, baik yang bertolak dari pengalaman maupun yang melampaui pengalaman. Kebenaran itu diungkapkan melalui proses berpikir rasional, kritis, dan logis. Dalam proses berpikir itu, seseorang menghadapi masalah, berusaha menganalisisnya dengan menggunakan pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya untuk sampai pada pemecahan masalah yang tepat.
Dalam sejarah perkembangan pemikiran, ternyata cara menemukan kebenaran seperti ini sudah bersifat obyektif, sehngga dalam perkembangan selanjutnya melahirkan kegiatan penelitian ilmiah.
5. Penemuan Kebenaran dengan Cara Penelitian Ilmiah
Dewasa ini, penemuan kebenaran yang paling mungkin memberikan pengetahuan yang obyektif, dialkukan melalui kegiatan penyelidikan atau penelitian. Kegiatan penelitian tersebut dilakukan sebagai usaha untuk menjawab pertanyaan: Mengapa sesuatu demikian? Atau mengapa harus demikian? Kegiatan itu pada dasarnya bermaksud membentengi dalam menarik kesimpulan sebagai suatu kebenaran dengan mengajukan bukti-bukti yang meyakinkan, yang dikumpulkan melalui prosedur yang sistematik, jelas, terkontrol, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Surga Makalah®
Kepustakaan:
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001. Thomas F. O’dea, The Sociology of Religion, diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Yasogama dengan judul Sosiologi Agama: Suatu Pengenalan Awal, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995

fisikologi


BAB I
PENDAHULUAN

 LATAR BELAKANG
Fungsi jiwa telah menjadi bagian penting dari ilmu jiwa. Dan informasi komunikasi psikologi yang kita pelajari yang tampak dalam hubungannya dengan tubuh  atau gejala-gejala jiwa yang nampak sebagai gerak-gerik karena sifatnya yang abstrak. Tidaklah lengkap jika dalam mempelajari Psikologi tidak memahami tentang pengamatan, perhatian, fantasi, perasaan.
Maka dari itu fungsi jiwa dalam hal ini akan di bahas yang meliputi tiga bahasan.

BAB II
PEMBAHASAN
A.        KOGNISI
Sesuatu dipercaya dapat mempengaruhi sikap kemudian mempengaruhi perilaku atau tindakan mereka terhadap sesuatu itulah pengertian awal kognisi, kemudian berkembang menjadi kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang seseorang atau sesuatu. Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat,  menganalisis,  memahami,  menilai,  menalar, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasan atau inteligensi.
Bidang ilmu yang mempelajari kognisi beragam, di antaranya adalah psikologi, filsafat, dan lain- lain. gejala kognisi meliputi, pengamatan aktivitas yang dilakukan seseorang yang cerdas, terhadap suatu proses atau objek dengan maksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya, untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian.
Selanjutnya adalah tanggapan yaitu suatu  bayangan yang tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan.Tanggapan disini maksudnya ialah tanggapan masa lampau atau tanggapan ingatan, tanggapan masa datang atau tanggapan mengantisipasikan, serta tanggapan masa kini atau tanggapan representative. Selanjutnya ialah ingatan atau proses dari mengingat, menyimpan suatu informasi, mempertahankan dan memanggil kembali informasi tersebut. Kemudian fantasi yang dapat dilukiskan sebagai fungsi yang memungkinkan manusia untuk berorientasi dalam alam imajinasi melampaui dunia riil.
Kemudian berpikir yang merupakan proses dinamis yang dapat dilukiskan dengan proses atau jalannya. Terakhir adalah intuisi atau istilah untuk kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualita
B.         KONASI
Konasi merupakan salah satu fungsi hidup kejiwaan manusia, dapat diartikan sebagai aktivitas psikis yang mengandung usaha aktif dan berhubungan dengan pelaksanaan tujuan. Tujuan adalah titik akhir dari gerakan yang menuju pada suatu arah. Adapun tujuan kemauan adalah pelaksanaan suatu tujuan. Konasi, kehendak, hasrat, kemauan yaitu suatu tenaga, suatu kekuatan yang mendorong kita supaya bergerak dan berbuat sesuatu. Untuk mempermudah mempelajarinya maka gejala kemauan dibagi atas dorongan, keinginan, hasrat, kecenderungan dan hawa nafsu. Dorongan dalam dorongan sendiri ada dua golongan yaitu dorongan nafsu serta dorongan rohaniah. Keinginan atau nafsu yang telah mempunyai arah tertentu dan tujuan tertentu. Hasrat, ialah suatu keinginan tertentu yang dapat diulang-ulang.
Adapun ciri-ciri hasrat yang merupakan “motor” penggerak perbuatan dan kelakuan manusia, berhubungan erat dengan tujuan tertentu, baik positif maupun negatif, hasrat tidak dapat dipisah-pisahkan dengan pekerjaan jiwa yang lain. Serta hasrat di arahkan kepada penyelenggaraan suatu tujuan.
C.         EMOSI
Kemudian berbicara mengenai Emosi yang maksudnya gejala jiwa yang dimiliki oleh semua orang, hanya corak dan tingkatannya tidak sama. Perasaan tidak termasuk gejala mengenal, walaupun demikian sering juga perasaan berhubungan dengan gejala mengenal.
Apakah perasaan itu?
Perasaan adalah suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang kita alami dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat subyektif. Yang menjadi unsur-unsur perasaan ialah bersifat subyektif daripada dengan gejala mengenal, bersangkut paut dengan gejala mengenalm, perasaan dialami sebagai rasa senang atau tidak senang, yang tingkatannya tidak sama.

Perasaan lebih erat hubungannya dengan pribadi seseorang dan berhubungan pula dengan gejala-gejala jiwa yang lain.
Oleh sebab itu tanggapan perasaan seseorang terhadap sesuatu tidak sama dengan tanggapan perasaan orang lain, terhadap hal yang sama. Karena adanya sifat subyektif pada perasaan maka gejala perasaan tidak dapat disamakan dengan pengamatan, fikiran dan sebagainya. Pengenalan hanya berstandar pada hal-hal yang ada berdasarkan pada kenyataan, sedangkan perasaan sangat dipengaruhi oleh tafsiran sendiri dari orang yang mengalaminya. Perasaan tidak merupakan suatu gejala kejiwaan yang berdiri sendiri, tetapi bersangkut paut atau berhubungan erat dengan gejala-gejala jiwa yang lain.
            Kebanyakan dari para orang tua masih mendewakan IQ (Intelligence Quotient) sebagai satu-satunya ukuran kecerdasan. Kemampuan anak hanya diukur dari nilai akademis. Jika nilai rapornya mencapai skala 8-10, ia akan dianggap anak pandai, cerdas, dan pintar. Padahal “kepintaran” di atas kertas itu bukanlah “kepintaran sejati”. Pemahaman salah kaprah ini diyakini oleh sebagian besar para orang tua. Siapa yang memiliki IQ tinggi, kelak akan lebih sukses hidupnya daripada orang yang memiliki IQ rata-rata. Padahal dalam prakteknya tidak selalu demikian. Misalnya, tidak sedikit pemilik IQ tinggi justru terpental dari ketatnya persaingan memasuki dunia kerja.
            Hasil penelitian Daniel Coleman, konon IQ hanya memberi kontribusi 20% dari kesuksesan hidup seseorang. Selebihnya bergantung pada kecerdasan emosi (emotional intelligence atau EQ) dan sosial yang bersangkutan. Di sisi lain, 90% “kebehasilan kerja” manusia ternyata ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya, sisanya (sekitar 4%) adalah kemampuan teknis.
ada juga penelitan jangka panjang terhadap 95 mahasiswa Harvard lulusan tahun 1940-an. Puluhan tahun kemudian, mereka yang kerap mendapat nilai tes paling tinggi di perguruan tinggi dulu ternyata hidupnya tak terlalu sukses dibandingkan dengan rekan-rekannya yang memiliki IQ biasa saja. Dalam hal ini kesuksesan diukur lewat besaran gaji, produktivitas, serta status bidang pekerjaan mereka. Dalam sebuah survei terhadap ratusan perusahaan di Amerika Serikat, terungkap pula faktor yang menjadikan seorang pemimpin atau manajer jauh lebih berhasil dari yang lain. Yang terpenting bukan kemampuan teknis atau analisis, tapi justru hal yang berkaitan dengan emosi atau perasaan dan hubungan personal. Empat hal yang paling menonjol adalah kemauan, keuletan mencapai tujuan, kemauan mengambil inisiatif baru, kemampuan bekerjasama, dan kemampuan memimpin tim.
Masih menurut penelitian, bahwa IQ manusia rata-rata meningkat 20 poin dalam 20 tahun terakhir. Artinya, di atas kertas, orang makin cerdas. Tapi apakah kecenderungan itu membuat hidup manusia jadi lebih bahagia? Ternyata tidak. Di balik tingginya IQ, justru kemampuan manusia dalam memahami dan mengendalikan emosi malah menurun.
Survei pun menunjukkan adanya kesamaan fakta di berbagai belahan dunia, bahwa anak-anak generasi sekarang lebih banyak mengalami kesulitan emosional ketimbang pendahulunya. Mereka lebih kesepian dan pemurung, tapi di sisi lain, lebih galak dan kurang menghargai sopan santun. Lebih gugup dan mudah cemas, serta lebih impulsif dan agresif. Tak jarang mereka menarik diri dari pergaulan, lebih suka menyendiri, bersikap sembunyi-sembunyi, kurang bersemangat, dan tentu saja kurang bahagia.
Data juga menunjukkan, kesejahteraan serta daya sosial anak dan remaja merosot jauh. Makin banyak di antara mereka yang meninggal karena penyalahgunaan obat bius, bunuh diri dengan alasan sepele, atau melakukan tindak kriminal di usia belasan tahun. Menurut data pada tahun 2003, 1.800.000 anak Indonesia menjadi pecandu narkoba dan 11.344 anak ditangkap polisi karena melakukan tindak kriminal. Hal itu terjadi karena IQ hanya berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis dan analitis (otak kiri). Sedangkan EQ lebih banyak berhubungan dengan perasaan damn emosi (otak kanan).
Menurut Prof. Sarlito banyak hal yang menjadi penyebab rendahnya kecerdasan emosi dewasa ini. Beberapa diantaranya adalah perubahan nilai sosial dalam 40 tahun terakhir, kurangnya waktu luang orang tua untuk mengasuh anak, meningkatnya angka perceraian, pengaruh televisi dan media elektronik lainnya, serta menurunnya rasa hormat terhadap institusi sekolah.
Anak yang masih mencari jati diri tidak bisa dipaksa hidup pada tingkat intelektual yang tidak sesuai dengan dirinya. Sama seperti anak yang tidak kuat di mata pelajaran matematika, tapi justru dipaksa orang tuanya masuk jurusan IPA. Tidak seperti IQ, EQ dapat dikembangkan dalam segala tingkat usia. Paling tepat tentunya sejak tahap awal perkembangan anak. Orangtua sebaiknya membangun keluarga dengan landasan sikap-sikap positif, seperti menekankan pentingnya berbagi dengan sesama, saling menyayangi, dan berorientasi mencari solusi. Komunikasi efektif harus diciptakan, agar anak terangsang untuk mendengar, mengerti, dan berpikir. Disiplin juga perlu, tetapi yang lebih mengutamakan self direction dan upaya memperbaiki diri. Sejak dini, diharapkan orang tua dapat mengajak anaknya berempati pada masalah orang lain. selain berempati, ajarkan anak untuk bisa mengekspresikan emosinya. Misalnya, jika sedang senang, tunjukkanlah agar orang lain ikut gembira. Sebaliknya, jika hendak marah, salurkan lewat cara yang tepat, agar tak semua orang menjadi sasaran kemarahan. Melalui pembelajaran tersebut anak mampu mengendalikan emosinya, mudah beradaptasi dengan lingkungan, serta mampu mencari jalan keluar atas berbagai masalah yang dihadapi.
Tanamkan pula sifat gigih, suka menolong, dan menghormati orang lain. Dalam hal ini orang tua ditantang untuk mengembangkan anaknya, agar tak hanya memiliki kecerdasan kognitif yang tinggi, tapi juga kaya wawasan dan tetap manusiawi.
Dengan EQ tinggi, kelak kesuksesan pun bisa diraih oleh anak. Sebab, dalam dirinya sudah tertanam kepercayaan diri yang tinggi, yang didapatnya dari pergaulan dengan banyak orang, kenal banyak kalangan, dan luwes dalam berteman. Pemilik EQ yang tinggi juga mampu menguasai emosi dan memiliki mental sehat, serta pandai menempatkan diri. Jadi membangun keseimbangan kecerdasan intelektual dan emosional pada anak sangat berguna demi masa depannya.

Bottom of Form
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Dalam fungsi jiwa ada bagian-bagian yang terkandung didalamnya, antara lain yaitu pengamatan, perhatian, fantasi, dan perasaan.
            Pengamatan adalah proses mengenal dunia luar dengan menggunakan macam-macam indera seperti indera penglihatan, pendengar, pembau, perasaan atau pengecapan, peraba.
            Perhatian adalah pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditunjukkan pada suatu objek atau sekumpulan objek. Ditinjau dari segi timbulnya maka perhatian dapat dibedakan atas perhatian spontan dan perhatian tidak spontan.
            Fantasi adalah kemampuan jiwa untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru. Fantasi sebagai kemampuan jiwa manusia dapat terjadi secara disadari dan secara tidak disadari. Fantasi merupakan aktivitas yang menciptakan tetapi sekalipun demikian searing dibedakan antara fantasi yang menciptakan dan fantasi tang dipimpin.
            Perasaan adalah keadaan atau state individu sebagai akibat dari persepsi terhadpa stimulus baik eksternal maupun internal.



DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mujib, 2002, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Jakarta : Raja Granpindo Persada
Baharudin, 2007, Paradigma Psikologi Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.