mengetahui tujuan hidup yang sesungguhnya menjadi sebuah keharusan karna hidup ini bukanlah tiada batas akhir. kesuksesan dalam bidang materi bukanlah segala galanya jika belum menyentuh arti hidup yang sesungguhnya hidup adalah perjalanan menuju garis finis yang sudah di tentukan
Jumat, 22 Juni 2012
Senin, 11 Juni 2012
Metafisika
Dalam
pemikiran filsafatnya Al-Farabi nama lengkapnya Abu Nasr Muhammad bin Muhammad
bin Tarkhan bin Auzalagh, lahir di kota Turkistan tahun 257 H (870 M) adalah
Filofos Muslim yang terkenal dengan sebutan guru kedua, sebab ia menguasai
betul filsafat Aristoteles yang disebut guru pertama. Diantara pemikiran
filsafatnya meliputi :
A. Metafisika
Konsep Al-maujud awwal
sebagai sebab pertama dari segala yang ada diambil dari pemikiran Aristoteles
dan Neoplatonisme. Hal ini sebagai penguat terhadap pembuktian adanya Tuhan.
Maka, dalam pembuktian adanya Tuhan akhirnya Al-Farabi menggunkan dalil Wajibul
Wujud dan Mumkinul Wujud. Dalam Wajibul Wujud adalah wujudnya tidak
boleh tidak harus ada dengan sendirinya, yang memiliki kesempurna selamanya dan
tidak tergantung pada yang lainnya. Hal ini hanya ada dan dimiliki oleh sesuatu
yang Maha Sempurna, ia adalah Tuhan.
Mumkinul Wujud adalah sesuatu yang sama antara berwujud
dan tidaknya. Sebab ia tidak akan menjadi wujud actual tanpa adanya wujud yang
menguatkannya. Yang menguatkan bukan dirinya akan tetapi wajibul wujud sendiri.
Begitu pula dengan sifat Tuhan. Baginya, Tuhan tidak berbeda dengan
substansinya, atau sifat (nama-nama) yang ada padanya seperti al-asmaul Husna.
Begitu pula dengan pengetahuan
Tuhan. Menurutnya Tuhan tidak mengetahui yang partikule, atau pengetahuan Tuhan
tidak sama dengan pengetahuan manusia. Maka, Tuhan hanya mengetahui yang
universal yang pada akhirnya terbentuklah kemudian segala yang partikuler. Oleh
karenanya Tuhan tidak mungkin tahu tentang yang jus i.
Dalam penciptaan alam menurut
Al-farabi, Tuhan tidak mencipta alam, akan tetapi ia sebagai penggerak pertama
dari segala yang ada. Singkatnya, Tuhan mencipta sesuatu dari yang sudah ada
dengan cara pancaran atau Emanasi. Maka, dunia ini bersifat azali tanpa
permulaan dan bukan ciptaan. Ini terjadi karena proses emanasi. Dalam proses
emanasi ini Tuhan sebagai akal pertama berfikir tentang dirnya sendiri yang
kemudian timbul wujud yang lain. Tuhan merupakan wujud pertama dengan
pemikiran-Nya timbullah wujud kedua (yang disebut akal pertama). Wujud kedua
ini berfikir tentang wujud pertama, kemudian timbul wujud ketiga (atau akal
kedua). Kemudian wujud kedua (akal pertama) ini berfikir tentang dirinya, yang
timbul kemudian Langit pertama.
Wujud ke 3 (akal 2) – Tuhan =
wujud 4 (atau akal 3), darinya timbul Bintang-bintang. Dari wujud 4
(akal 3) – Tuhan = wujud 5 (atau akal 4) lalu lahir saturnus. Dengan
wujud 5 (atau akal 4) – Tuhan = wujud 6 (atau akal 5) darinya timbul Jupiter.
Dari wujud 6 (atau akal 5) – Tuhan = wujud 7 (atau akal 6) lalu muncul Mars.
Dari wujud 7 (atau akal 6) – Tuhan = wujud 8 (atau akal 7) lahirlah Matahari.
Dari wujud 8 (atau akal 7) – Tuhan = wujud 9 (atau akal 8) muncullah Venus.
Dari wujud 9 (atau akal 8) – Tuhan = wujud 10 (atau akal 9) lahirlah Mercuri.
Dari wujud 10 (atau akal 9) – Tuhan = wujud 11 (atau akal 10) muncullah Bulan.
B. Jiwa
Dalam persoalan jiwa Al-Farabi
mengatakan bahwa jiwa itu bersifat rohani terwujud setelah adanya badan, yang
memancar dari akal sepuluh. Maka kesatuan jiwa dan badan berbeda secara
substansinya, hal ini terjadi ketika badan hancur jiwa sama sekali tidaklah
demikian, ini oleh Al-farabi disebut accident. Sebab jiwa berasl dari
Ilahi dan tubuh atau badan dari alam khalq, bentuk, rupa dan lain-lain.
Terciptanya jiwa tatkala jasad siap menerimanya. Oleh karenya jiwa memiliki beberapa
daya antara lain : daya gerak, daya mengetahui, daya berfikir. Di dalam daya
fikir terbagi dua lagi yakni akal praktis dan akal teoritis.
Sedangkan dalam akal teoritis, terbagi tiga tingkatan anatara lain : akal Potensial,
akal Actual dan akal Mustafad.
C. Politik
Dalam politik
atau pemerintahan Al-Farabi sanagat mengutamakan pemimpin atau penguasanya.
Maka pemimpin bagainya harus memiliki kelebihan yang unggul dari pada yang lain
baik meliputi moral mapun intelektualnya. Maka ia harus memiliki beberapa
criteria atau keharusan antara lain : cerdas, ingatan baik, pikiran yang tajam,
cinta pengetahuan, sikap moderat dalam (makan, minum, seks), cinta kejujuran,
murah hati, sederhana, cinta keadilan, tegar dan berani, sehat jasmani, dan
fasih berbicara. Begitu pula rakyatnya (yang dipimpin), senantiasa bekerja
sesuai kemempuan masing-masing untuk kepentingan bersama. Inilah konsep ideal
negara Al-Farabi.
D. Moral
Untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat bagi AL-Farabi sesorang atau bangsa harus memiliki
bebrapa sifat utama anatara lain 1. keutamaan teoritis dengan cara kontemplasi,
penelitian dan belajar mengajar, 2. keutamaan pemikiran, untuk mengetahui
hal-hal yang berguna dalam tujuan, yang didalamnya berfikir untuk membuat
aturan-aturan yang kemudian disebut keutamaan pemikiran budaya. 3. keutamaan
akhlak yang bertujuan untuk mencapai kebaikan. 4. keutamaan amaliah, didapat
dengan dua cara yaitu membuat pernyataan-pernyataan yang memuaskan dan
merangsang, atau dangan cara pemaksaan.
Begitu pula dengan
bertindak seseorang harus mengambil jalan tengah, artinya seseorang berbuat
tidak berlebihan yang pada akhirnya merusak jiwa dan badan. Kita harus
memperhatikan situasi zaman, waktu atau tempat dalam berbuat.
E. Teori Kenabian
Dalam hal ini seseorang dapat berhubungan dengan akal fa al (akal actual)
dengan cara penalaran atau renungan pemikiran, dan imaginasi atau intuisi. Akan
tetapi pada cara pertama (atau renungan pemikiran) dimiliki oleh beberapa orang
saja yang dapat menembus alam materi hingga dapat mencapai cahaya ketuhanan.
Sedangkan cara kedua, hanya dimiliki oleh orang-orang pilihan Tuhan yaitu para
Nabi. Seorang Nabi dapat berhubungan langsung melalui akal actual untuk
mendapatkan visi dan kebenaran keTuhanan yang disebut mendapat Wahyu, melalui
akal sepuluh yang disebut Al-Farabi Jibril tanpa melalui latihan apapun.
Sedangkan filosof berhubungan dengan Tuhan melalui akal mustafad
(perantara) dengan pelantara latihan dan kekuatan daya tangkap sehingga mampu
menangkap hal-hal abstrak murni dari akal sepuluh. Maka, Nabi dan Filosof
memiliki tingkat yang tidak sejajar, sebab para Nabi adalah Filosof (dalam arti
pilihan Tuhan) dan tidak semua Filosof adalah Nabi.
AL-FARABI DAN
PEMIKIRAN FILSAFATNYA
Resume diajukan Untuk
Memenuhi Tugas mata
Kuliah Filsafat Islam
![]() |
Oleh : Rasuki
NIM : EO1300189
Dosen Pembimbing :
Drs. Abu Sufyan, M.Ag
JURUSAN AQIDAH
FILSAFAT
FAKULTAS
USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA

PARADIGMA "ISLAM KIRI"
oleh: Hassan
Hanafi
Al-Yasar
al-Islami ("Islam Kiri") adalah penerus al-'Urwah al-Wutsqa
danal-Manar. Tujuan utamanya, menyajikan tulisan-tulisan keislaman seperti
dipahami al-Afghani, tulisan-tulisan sekitar perjuangan menentang kolonialisme
dan keterbelakangan, yang menyerukan kebebasan dan keadilan sosial, penyatuan
kaum Muslim dalam blok geografis Islam di mana pun.
Al-'Urwah
al-Wutsqa diperuntukkan bagi kaum intelektual, bukan massa Muslim,dan
menyerukan solidaritas keagamaan yang mendalam. Padahal,masyarakat kita terbagi
ke dalam dua kelompok: penguasa dan yang dikuasai. Ini tragedi.
"Islam
Kiri" diperuntukkan bagi kelompok yang dikuasai dan diharapkan akan
menciptakan persamaan dengan merebut hak-hak mereka dari kelompok yang berkuasa.
The New Minaret bisa juga dipilih sebagai nama jurnal ini.
Tapi
hanya kelompok reformis yang akrab dengan nama ini. Semangat revolusioner yang
dibawa al-Afgani hilang dalam Minaret (al-Manar) lama. Nama-nama lain juga
dapat dipilih: Kemunculan Islam, Kebangkitan Islam, Persoalan-Persoalan Islam,
Islam Kontemporer, Petunjuk, dan lain-lain. Tapi nama-nama itu tidak dapat
menjelaskan apa yang hendak dilakaukan "Islam Kiri". Nama Kemajuan
Islam dan Gerakan Islam jelas mengandung dimensi revolusi, tapi hanya
menekankan aspek ideologis. Walaupun revolusi keyakinan atau syari'ah tidak
banyak mengandung konsep-konsep yang terkandung dalam ide revolusi Barat, dan
walaupun ia sesuai dengan tujuan penyatuan bangsa dengan jalan Islam dan
revolusi, ia tidak bicara tentang akal dan tidak dibatasi oleh intelek.
Nama
"Islam Kiri" dipilih secara spontan. Kiri dalam ilmu politik berarti
perlawanan dan kritisisme. Ia juga masuk ke dalam terminologi ilmu tentang
manusia. Ia merupakan terminologi akademis. Juga, nama "Islam Kiri"
sesuai dengan realitas kaum Muslim yang terbagi ke dalam dua kelompok. Dan
"Islam Kiri" memihak pada kelompok yang dikuasai, tertindas, miskin
dan tersingkir. Maka "Islam Kiri" menyajikan "Kiri" dalam
konotasinya yang akademis.
Argumen
yang menentang ide "Islam Kiri" mungkin datang dari
"Saudara-saudara se-iman" (Brothers in Goa) Mereka akan mengatakan:
"Tidak ada Kanan atau pun Kiri dalam Islam." Pandangan ini mengacu
pada prinsip, bukan pada realitas kaum Muslim sebagai masyarakat, negara, dan kelas.
Kita tidak bicara tentang Islam, tapi tentang kaum Muslim dalam realitas
sejarah dan sistem sosial tertentu. Sepanjang kita terlibat dalam sejarah, kita
ada dan terlibat dalam pertentangan antara kekuatan-kekuatan dan
perbedaan-perbedaan kepentingan.
Kiri
dan Kanan ada pada tingkat sosial dan historis itu. Dalam tradisi intelektual
Islam, memilih mengikuti Kiri atau Kanan ditentukan oleh pengetahuan tentang
ilmu pengetahuan (filsafat ilmu): Mu'tazilah adalah Kiri, Asy'ariyah adalah
Kanan dalam teolog, Islam intelektual natural seperti yang dikemukakan Ibn
Rusyd adalah Kiri, filsafat iluminasi seperti yang anut al-Farabi dan Ibn Sina
adalah Kanan; mazhab hukum Islam Maliki yang bersandar pada kesejahteraan
adalah Kiri, mazhab Hanafi adalah Kanan. Tafsir dengan 'aql adalah Kiri,
sedangkan dengan naql adalah Kanan. Dalam sejarah politik, Ali dan Husein
adalah Kiri, keluarga Mu'awiyah dan Yazid adalah Kanan. Para propagandis yang
ingin mempertahankan kelangsungan pengusa politik, ekonomi, dan realitas sistem
kelas akan mengatakan bahwa "Islam Kiri" merupakan permainan yang
akan memecah-belah umat dan mengarah pada pemihakan pada satu kelompok. Di sini
Kiri dipandang sebagai pengingkaran terhadap agama, ateis, dan pemecah-belah.
Ini salah satu dari sisa-sisa budaya penguasa kolonial yang menjinakkan kaum
Muslim agar mereka tidak mendekati liberalisme, demokrasi, dan perjuangan,
termasuk ide-ide Kiri. Kiri di sini adalah keamanan yang membuat gerakan massa
dan gerakan sosial aman, dan ia menyerukan dihentikannya eksploitasi massa oleh
kekuatan dari luar, dan menyerukan pembebasan dari penguasa kolonial.
Menjelaskan pengertian "Islam Kiri" ini penting untuk melindungi
budaya nasional kita. Dalam sejarah, banyak gerakan pemikiran dikaitkan dengan
nama tertentu, dan suatu pemikiran terkait erat dengan nama itu.
Kita
membutuhkan slogan, dan dapat mengambilnya dari sebuah ayat al-Qur'an yang
sangat memihak pada massa Muslim. Beberapa di antaranya menjadi slogan Revolusi
Islam di Iran. Kita membutuhkan slogan yang mampu menggugah perasaan kita,
bahwa masyarakat Islam kita telah bergeser dan berubah menjadi saudara
kolonialisme dan keterbelakangan. Dulu kita pernah menjadi pencipta peradaban
dan guru umat manusia. Tapi sekarang pikiran kita ditekan rata dengan bumi. Karena
itu kita memilih ayat ini: "Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang
tertindas di muka bumi, dan hendak menjadikan mereka pernimpin dan menjadikan
mereka yang mewarisi bumi." (QS. 28:5).
Penindasan
di bumi adalah penggerak revolusi kita. Mewarisi bumi dan pemimpin umat manusia
adalah harapan dan cita-cita kita.
Akal dan Waktu
"Islam Kiri"
muncul atas dasar telaah terhadap sejumlah program modernisasi dalam masyarakat
kita. Pertama, modernisasi cenderung terkait dengan kekuasaan yang
mentransformasikan Islam ke dalam ritus keagamaan yang menekankan akhirat, dan
sebaliknya, realitas Islam bertentangan dengan sistem Islam. "Islam
ritualistik" tidak lain daripada selubung yang menyatukan kaum Westernis,
feodalis dan kapitalis kesukuan. Karena pandangan ilahiah dan konsep
pusat-piramidal alam tunduk pada kecenderungan-kecenderungan ini, maka
pandangan humanistik, konsep sejarah dan gerakan sosial hilang. Kedua,
kecenderungan-kecenderungan liberal yang dominan sebelum revolusi Arab secara
kultural berasal dari Barat, walaupun mereka menganggap imperialisme sebagai
musuh. Maka kita merasakan apa yang dikenal sebagai Westernisasi budaya, dan
kita menjadi korban kepentingan dan monopoli ekonomi. Ketiga,
kecenderungan-kecenderungan Marxis-Barat ingin membangun suatu kemapanan yang
menentang imperialisme. Tapi mereka tidak bisa mengembangkan khazanah keislaman
kita. Bahkan ada tanda-tanda yang menunjukkan, ia berlawanan dengan massa
Muslim. Yang paling penting dari gejala- gejala ini adalah tetap berkuasanya status
quo. Keempat, ada gejala-gejala revolusi-nasional yang menimbulkan perubahan
mendasar dalam struktur sosial-budaya kita, namun tidak melibatkan kesadaran
massa Muslim.
Munculnya "Islam
Kiri" adalah untuk merealisasikan tujuan revolusi nasional dan prinsip-prinsip
revolusi sosialis yang bersandar pada kesadaran masyarakat Muslim dan khazanah
komunitas Islam secara keseluruhan. "Islam Kiri" juga sangat
dipengaruh Revolusi Islam Iran, yang mengejutkan seluruh dunia. Revolusi ini
nampaknya menjadi model revolusi lain, selain revolusi Perancis dan revolusi
kaum Bolshevik (Rusia). Ia menjadi model bagi revolusi orang-orang yang
beriman. "Islam Kiri" juga mempunyai akar-akarnya dalam
gerakan-gerakan Islam di Asia dan revolusi Aliazair, di mana Islam semakin kuat
sebagai tradisi nasional untuk menggerakkan masyarakat Muslim. "Islam
Kiri" adalah pejuang baru bagi Islam dan benteng yang kokoh bagi kaum
Muslim. Ia berjuang melawan serangan gencar kolonialisme, yang berusaha
menghancurkan revolusi kaum Muslim. Tapi "Islam Kiri" menghancurkan
mereka sebelum mereka melumpuhkan Islam. Sekarang, revolusi Islam hadir sebagai
revolusi yang paling mengancam super power. Kaum Muslim di Rusia, Cina, dan
Asia Tenggara sekarang bergerak. Ketika kolonialisme merasakan kekuatan revolusi
Islam, ia berusaha mendekati revolusi ini. Tapi pemimpin gereja di Asia
Tenggara menyerukan agar menghormati kaum Muslim dan mendukung revolusi.
Revolusi ini akan menjadi kekuatan nyata yang melawan super power.
"Islam Kiri" adalah ideologi revolusi kaum Muslim.
"Islam Kiri"
juga merupakan tahap lain dalam perkembangan reformasi keagamaan kita yang
telah kita mulai kira-kira 200 tahun lalu. Ini bukan hanya kekuatan pada
tingkat konfrontasi melawan bahaya-bahaya abad ini, tapi juga pada tingkat
rekonstruksi pemikiran keagamaan reformis. Di sini pemikiran keagamaan kembali
dibentuk, sejak filsafat Ibn Rusyd, teologi Mu'tazilah, landasan hukum Islam
Syathibi, sejarah Ibn Khaldun, dan hukum Islam Ibn Taymiyah. Kita telah
mengambil jarak dari Asy'ariyah, yang bergandengan dengan sufisme, yang menjadi
dasar pandangan dunia kita selama ini, basis kekuatan yang melestarikan
penguasa, perilaku fatalistik pada sebagian kaum Muslim, yang hanya menunggu
bantuan dan insiprasi dari langit, yang mengabaikan kemampuan manusia untuk
menentukan tindakannya sendiri.
Kita mendekati
Mu'tazilah yang oleh Muhammad Abduh dihadirkan sebagai kekuatan akal untuk
mengetahui dan bertindak. Manusia menjadi makhluk yang mampu berpikir dengan
akalnya, dan mampu bertindak sesuai dengan kehendaknya. Kita mengikuti
upaya-upaya al-Kawakibi yang merintis penyelidikan hakikat despotisme untuk
membebaskan kaum Muslim. Kita juga mengikuti usaha Muhammad Iqbal yang mencoba
menyelidik esensi agar setiap Muslim mampu menjadi manusia yang merdeka, mengeritik
peradaban Barat, dan mencoba menanggulangi kehidupan dan aktivitas kaum Muslim
demi tauhid. Iqbal mengatakan dalam syairnya:
Tauhid pernah menjadi kekuatan hidup di bumi
Ia kemudian menjadi teologi skolastik
Kebodohan kita sekarang, situasi kita Membuat tauhid bodoh dalam
realitas
O, jendral! Kau lihat sarung pedang
Yang menjadi Tuhan pedang
Syeikh tidak tahu bahwa tauhid dipikirkan
Lalu pembicaraan bodoh tanpa tindakkan
O, Imam yang mengikat bagaimana kau mengetahui
Apa esensi pemimpin umat manusia
"Islam Kiri"
juga punya akar dalam karya pemikir Islam revolusioner, Ali Syari'ati, dan
pemikir yang menggerakkan revolusi Islam Iran yang agung, Imam Khomeini. Ia
juga terkait dengan gerakan-gerakan yang bermacam-macam di Libya, Sudan, Aljazair,
Maroko, dan gerakan-gerakan di bawah pimpinan Hasan al-Banna, Sayyid Quthb,
dll. "Islam Kiri" menggalang revolusi melawan imperialisme dan
keterbelakangan. Ia membangkitkan gerakan-gerakan Islam revolusioner sekarang,
dan merumuskan teorinya.
"Islam Kiri"
terlibat di zaman ini, dan mengupayakan transformasi kaum Muslim dari
keterbelakangan ke kemajuan, dari kolonialisme ke pembebasan, dari
penyalahgunaan ke kekuasaan masyarakat Muslim yangs sejahtera, dari feodalisme
suku dan kapitalisme kelas menengah ke sosialisme masyarakat Muslim, ummah, dan
dari penguasaan ke kebebasan dan demokrasi. Ini merupakan partisipasi dalam
gerakan sejarah kaum Muslim setelah Revolusi Islam di Iran, dan bertugas
merebut hak-hak dan kekayaan kaum Muslim agar dikuasainya. Kalau kaum Muslim
memenangkan revolusi dan merebut kekayaan mereka, mereka akan menguasai dunia.
Pada waktu itu Tuhan akan menjadikan mereka pemimpin dan ahli waris dunia. Akan
ada pembaru pada abad ke-15 H., seperti yang diungkapkan Hadits: "Tuhan
mengutus seorang manusia yang memperbarui agama sebap awal abad."
Menghidupkan Kembali Khazanah Klasik
Khazanah kita
mengandung tiga macam ilmu: ilmu-ilmu rasional-tradisional seperti dasar-dasar
agama, yakni ushul al-fiqh, filsafat dan sufisme; ilmu-ilmu rasional seperti
matematika, astronomi, fisika, kimia, kedokteran dan farmasi; ilmu-ilmu
tradisional seperti ilmu al-Qur'an, ilmu Hadits, sirah (biografi nabi), fiqih,
dan tafsir. "Islam Kiri" mengambil, menghidupkan dan mengembangkan
kembali bagian yang revolusioner dari ilmu-ilmu ini. "Islam Kiri"
sejalan dengan Mu'tazilah yang menghadirkan revolusi akal, dunia alam, dan
kebebasan manusia. Ia menjelaskan bahwa tauhid lebih dekat ke prinsip-prinsip
pemikiran murni ketimbang kehidupan yang terbatas; tanzih (transendensi)
dipandang lebih mengungkapkan hakikat akal daripada tasybih (antropomorfisme);
tauhid antara esensi dan sifat dipandang lebih dekat pada keadilan daripada
perbedaan antara keduanya; individu dipandang punya kebebasan bertanggungjawab,
pemilik tindakannya; akal diyakini mampu mengetahui mana yang baik dan mana
yang buruk, dua sifat dalam perbuatan manusia; dunia dipandang bergerak menuju
suatu tujuan sesuai dengan hukum dunia yang paling mungkin; iman dipandang
terkait dengan tindakkan; pemimpin kaum Muslim harus dipilih; dan menyuruh pada
kebaikan dan menjauhi kemungkaran adalah kewajiban kaum Muslim. "Islam
Kiri" menerima lima prinsip Mu'tazilah, dan berusaha menghidupkan kembali
warisan Mu'tazilah. Dengan demikian "Islam Kiri" mengikuti Mu'tazilah
sejak al-Ghazali menyerang ilmu-ilmu rasional dan mengunggulkan sufisme, serta
mengaitkan Asy'ariyah dengan sufisme. Kita menerima Mu'tazilah yang menyerukan
rasionalisme dan kebebasan, supermasi demokrasi dan alam. Kita juga menerima
prinsip Khawarij, yang meyakini bahwa perbuatan merupakan cermin iman, dan
karena itu menuntut agar kaum Muslim bertindak. Kita juga menerima Syi'ah, tapi
dengan semangat baru, yang --setelah mewujudkan Revolusi Islam yang Agung di
Iran-- mengurangi jarak antara Sunni dan Syi'ah dengan mencampakkan kredo
bid'ah lama dalam Syi'ah. Asy'ariah bertanggungjawab atas keadaan kita selama
sembilan abad. Ia membuat pemikiran keagamaan kita menjadi berat sebelah
seperti ditunjukkan penguasa politik. Setiap upaya yang menyimpang dari pemikiran
Asy'ariyah dianggap perlawanan terhadap kemapanan, murtad dan penghianatan.
"Islam Kiri" juga punya hubungan dengan pengikut naturalisme seperti
al-Jahiz, al-Nizham, dll. Mereka menyerukan agar kita kembali ke alam, mengakui
hukum alam, dan memandang sifat-sifat alam sebagai tidak terpisah dari
esensinya. Selama kita menolak alam, kita sebenarnya menunggu keajaiban atau
mukjizat, kita mencari sesuatu yang luar biasa. "Islam Kiri" secara
fundamental mengikuti Mu'tazilah, bukan campuran Mu'tazilah dan Asy'ariyah.
Dalam filsafat hukum
Islam, "Islam Kiri" bukanlah aliran baru. Ia tetap bersandar pada
aliran pemikiran fiqh klasik, namun secara selektif. "Islam Kiri"
tidak mengikuti mazhab Hanafi, Syafi'i, atau Hambali. Walaupun ia tidak
mendeskriminasikan mazhab-mazhab fqih antara yang satu dengan yang lainnya, ia
menyerukan agar kaum Muslim menghidupkan kembali landasan Islam klasik.
Karena pendahulu kita
melakukan ijtihad, kita pun melakukannya. Mereka manusia, seperti kita. Apa
yang kita pertahankan adalah prinsip kesejahteraan kaum Muslim sesuai dengan
yang dianut mazhab Maliki. Kita menerima pentingnya peran akal seperti dalam
fiqih yang dikembangkan Abu Hanifah. Kita menerima kesatuan akal dan realitas
seperti dalam fiqih yang dikembangkan mazhab Syafi'i. Kita juga mengikuti
prinsip perlunya kembali pada sumber pertama seperti ditekankan Ahmad ibn
Hambal, di mana kita menemukan spontanitas akal dan suatu pandangan tentang
realitas dalam teks.
Tugas "Islam
Kiri" adalah merekonstruksi semua teori hukum tradisional itu. Ijma'
masing-masing zaman hanya berlaku bagi zaman itu. Ijtihad terbuka bagi setiap
zaman. Kalau kita memandang hukum lebih penting dari realitas dalam memutuskan
persoalan, itu berarti kita tidak menilai atas dasar kemaslahatan
(kesejahteraan). Kemaslahatan adalah landasan ketiga hukum Islam. Kita
melakukan ijtihad. Ini landasan keempat. Landasan pertamanya alQur'an:
"Inilah Kitab
Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar." (QS. 45:29).
Sedangkan Sunnah
adalah landasan kedua. Dalam filsafat, "Islam Kiri" mengikuti jalan
Ibn Rusyd karena ia tidak menundukkan akal pada iluminasi, ian tidak
menyerahkan kehendak hukum alam pada kekuatan-kekuatan dari luar alam. Filsafat
klasik yang rasional ang mengabdi pada kesejahteraan manusia dimulai al-Kindi. Kemudian,
kecenderungan-kecenederungan alamiah dan rasional muncul. Ini landasan
rekonstruksi masyarakat. Sayangnya, filsafat ini telah menjadi iluminasi
utopis, di mana akal dianggap perlu memperoleh bantuan dari langit untuk
melahirkan pengetahuan praktis. Dunia xemudian dipandang terdiri dari dua
bagian: dunia langit dan dunia yang berada di bawahnya. Yang pertama otoritatif
terhadap yang kedua. Manusia juga dibagi dua: tubuh sementara yang terkait
dengan alam, dan roh abadi yang terkait dengan hal yang Ilahi.
Penyatuan manusia
dengan demikian kehilangan makrianya di dunia. Padahal, masalah kita adalah
penyakit, perumahan, makanan, dll. Semua ini datang dari tubuh yang sementara.
Di pihak lain, kemelempeman, kesenangan, dll., dipandang datang dari roh yang
abadi. Kebajikan teoretis menjadi lebih tinggi nilainya dibandingkan kebajikan
praktis, dan kontemplasi menjadi lebih bernilai dari pada aktivitas dan
produksi. Karena sufisme Ibn Sina dan al-Farabi, filsafat kehilangan dirinya.
Karena itu Ibn Rusyd muncul. Ia merestorasi posisi akal pada akal, dan
independensi alam pada alam. Ia menyerang ilmu-ilmu Asy'ariyah dan ilmu-ilmu
sufi. Tapi kemunculan Ibn Rusyd hanya sebentar. Kesadaran peradaban kita tetap
berat sebelah dan ditekan ke dalam satu pola. Kita masih menyerang ibn Rusyd
sebagai orang yang tidak beriman. Di sini "Islam Kiri" menegaskan
keterkaitannya dengan jalan rasional dalam filsafat Islam yang dimulai al-Kindi
dan diikuti oleh Ibn Rusyd.
"Islam Kiri"
menolak sufisme dan memandangnya sebagai musuh. Karena, salah satu penyebab
Kemunduran kaum Muslim adalah pemujaan para sufi. Masalah ini telah ditelaah
oleh Ibn Taimiyah, al-Kawakibi, dan Imam Khomeini. Sufisme lahir sebagai
gerakan negatif menentang kemewahan, nafsu kekuasaan dan perjuangan dunia ini.
Ketika dinasti Umayyah stabil, orang-orang saleh mengabaikan dunia ini. Mereka
mencoba menyelamatkan roh, menjaga kcmurnian batin. Islam mereka ditransformasi
dari gerakan horisontal dalam sejarah ke suatu gerakan vertikal di luar dunia,
menjadi tujuan di luar sejarah, meskipun mereka berada dalam sejarah. Islam
menjadi suatu kebenaran menurut pengikut kredo itu, walaupun syari'ah
diimplementasikan oleh semua Muslim.
Jalan sufisme dibagi
ke dalam tiga tahap: (1) memandang alam secara negatif dengan menahanan nafsu
dan keinginan; (2) tahap di mana perjuangan lahir mentransformasi perjuangan
batin, membuat individu berada di antara dua keadaan seperti kecemasan dan
harapan, kesadaran dan ketidaksadaran, tiada dan ada; dan (3) peleburaan diri
dan kesatuan dengan Tuhan melalui fantasi dan ilusi. Inilah titik puncak jalan
sufisme. Sampai di sini, para sufi berperilaku seolah-olah kemenangan telah
diraih, keadaan Islami telah terbentuk. Padahal, dunia belum berubah. Keadaan
kita sekarang sangat berbeda dengan apa yang dibayangkan para sugi. Keselamatan
roh tanpa keselamatan dunia adalah kegagalan dan pelarian. Karena itu kaum
Muslim sekarang terlibat dalam gerakan sejarah bagi perjuangan rakyat. Kita
menderita karena nafsu, takut dan kelaparan. Sabar menyebabkan kita diam dalam
sega-galanya, dan keyakinan menyebabkan kita mengabaikan rencana-rencana dan
persiapan-persiapan masa depan. Karena peleburan diri (fana) dan kesatuan
dengan Tuhan, kita dibawa ke alam fantasi. Kita hidup dalam dunia harapan dan
mimpi, dan mengkhayalkan seolah-olah kita semua sungguh-sungguh masyarakat
terbaik di bumi. Padahal kenyataannya bertolak belakang. Kita tidak menyuruh
mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk untuk menjadi masyarakat
terbaik. Kita adalah masyarakat yang tanahnya dimiliki oleh orang-orang asing,
dan kekayaan masyarakat kita dirampas raja-raja dan para pemimpin. Peleburan
diri adalah pemusnahan ke titik pengorbanan diri, dan sekarang hampir merupakan
tindakan sia-sia. Padahal, bersatu dengan Tuhan adalah menerima syari'ah Tuhan,
hukum Tuhan, dan transformasi wahyu ke dalam sistem demi dunia dengan aksi dan
usaha keras, dan dengan gerakan masyarakat Muslim dalam sejarah.
"Islam Kiri"
juga menemukan sumbernya dalam ilmu-ilmu rasional murni dari khazanah klasik kita.
Ilmu-ilmu ini lahir karena akal, transendensi mampu mendorong akal ke yang
tidak terbatas. Pendahulu kita mampu menemukan banyak teori akademis dalam
pisika, kimia, kedokteran, dll., berkat penghargaan terhadap alam dan
kontinuitas hukum-hukumnya. "Islam Kiri" ingin mentransfernya ke
suatu tahap agar kita tidak tetap budak penemuan-penemuan bangsa-bangsa lain.
Ilmu harus bekerja atas dasar akal dan pengamatan terhadap alam, bukan
mentransformasi hasil ilmu dan penerapan hukum-hukumnya dari situasi ke situasi
yang lain. "Islam Kiri" berakar dalam keyakinan dan ide ilmu-ilmu
manusia yang ditemukan pendahulu kita. Tapi kita masih mengulang apa yang
dikatakan para pendahulu kita, tanpa mengetahui landasan dan struktur teoretis
ilmu-ilmu itu. Kalau kita mencoba mempelajari tahap-tahap sejarah, maka kita
akan menciptakan suatu hukum sejarah baru yang berbeda dari yang dikemukakan
Ibn Khaldun --yang menggambarkan empat tahap sejarah: lahir, berkembang,
matang, dan runtuh. Ibn Khaldun hidup di penghujung revolusi pertama
bangsa-bangsa Islam. Kita hidup di awal revolusi Islam kedua. Tugas kita adalah
mentransformasikan reformasi keagamaan ke renaisans peradaban secara
menyeluruh, dan mendorong bangsa-bangsa Islam agar menentukan nasib mereka
sendiri dan mereka menjadi bagian gerakan sejarah.
"Islam Kiri"
juga punya akar dalam ilmu-ilmu tradisional, dan menemukan makna kontemporer di
dalamnya. Ia mampu mengembangkan ilmu sejarah, ideologi dan sistem ekonomi
politik. Dalam hubungannya dengan ilmu Hadits, "Islam Kiri" lebih
memberikan prioritas pada matan dari pada sanad. Kita mampu melampaui pendahulu
kita dalam kritik matan, sehingga sesuai dengan akal, spontanitas, kemajuan
adat dan pandangan kita. Para pendahulu kita menciptakan kribk lahir, kita
mampu menciptakan kribik babn. Pentng bagi kita memberikan prioritas terhadap
makna Hadits daripada pribadi rawi-nya; lebih penting bagi kita untuk
memberikan prioritas pada sabda Rasul ketimbang pribadinya. Mengenai tafsir,
"Islam Kiri" melampaui tafsir historis atas al-Qur'an. Kita
mengemukakan tafsir persepsional yang membuat al-Qur'an mendeskripsikan
manusia. Hubungan antara manusia terkait dengan manusia lain, dan situasi
manusia adalah di dunia. Tafsir persepsional meletakan masyarakat dalam tatanan
dan mengkonsolidasi landasan negara. Kita mengikuti tafsir Imam Sayyid Quthb,
Fi Zhilal al-Qur'an. Kita menggabungkan tafsir objektif dengan mengumpulkan
semua ayat yang berkaitan dengan satu tema; kemudian mengkonstruksi konsep
manusia yang utuh, sistem sosial dan sifat dasar negara bagi dunia menurut
Islam. Kita mendapatkan tafsir revolusioner dan mentransformasikan pengetahuan
iman ke dalam ideologi revolusioner.
Kita menemukan
hubungan antara Tuhan dan tanah dalam ayat-ayat al-Qur'an seperti: "Dialah
Tuhan di langit dan di bumi," (OS. 43:84). Dengan landasan ini kita harus
membebaskan tanah kaum Muslim atas nama Tuhan dari pendudukan Zionisme yang
bersandar pada pandangan keagamaan (Yahudi), di mana manusia dan Tuhan menyatu
dalam "tanah yang dijanjikan." Kita menemukan hubungan antara tauhid,
kesatuan ummah dan kenabian dalam gerakan sejarah, yakni hubungan antara
manusia dan sejarah, revolusi dan tanah, gerakan dan nasib agar tidak ada orang
yang menyalahkan kepasifan dan keterbelakangan kita, dan tak ada orang yang
membawa peradabannya menjadi peradaban manusia satu-satunya.
Hakim kita bukan hakim
tentang menstruasi seperti yang disindir Imam Khomeini. Tapi kita
berkepentingan dengan regulasi perdagangan, jihad, perang dan sistem
sosial-ekonomi-politik. Kita menginginkan tatanan Islam mengenai masalah itu.
Kita ingin menyatakan posisi Islam dalam konfrontasinya dengan kolonialisme,
Zionisme, kapitalisme dan keterbelakangan. Selama ini, kita memandang ritual
seolah-olah ia tujuan. Maka, kita harus menafsirkan kembali ritus-ritus dan
hikmah yang terkandung di dalamnya. Ikrar bagi kita bukan hanya "tidak ada
Tuhan selain Allah, dan Muhammad Rasul Allah." Ikrar adalah kesaksian atas
kejadian zaman dan apa yang terjadi di sekitar kita. Ini mendorong ikrar yang
aktif. Orang yang mempunyai ikrar yang aktif menjadi saksi mata atas
ketidakadilan dan kekuasaan yang menindas. Karena itu, pengakuan "kecuali
Allah" dalam kesaksian kita berarti menghancurkan pendindas-penindas di
dunia ini.
Ibadah harus membentuk
persepsi. Zakat adalah kerjasama antara pemilik dan yang tidak memiliki
kekayaan dalam tragedi minoritas yang kaya dan mayoritas yang miskin. Puasa
harus menangkap penderitaan, rasa lapar dan haus orang lain. Haji adalah dialog
mengenai masalah-masalah yang penting bagi kaum Muslim di seluruh dunia setahun
sekali. Kaum Muslim adalah satu seperti halnya Tuhan.
"Islam Kiri"
bukanlah manifestasi politik sebagaimana yang dikandung dalam arti kata Kiri.
Ia merupakan manifestasi peradaban Islam. Ia menciptakan tempat bagi
rasionalisme, alam, kebebasan dan demokrasi dalam khazanah kita, yang semua ini
diperlukan bagi zaman kita. "Islam Kiri" menelaah dua dimensi yang
hilang dalam khazanah klasik kita, yang menyebabkan krisis dalam kesadaran
kontemporer kita, yakni manusia dan sejarah. Kita telah membungkus manusia dan
menjauhkannya dalam wujud yang khusus dan hukum yang murni, yang hidup di
akhirat, di luar dunia, yang hampa pikiran dan dunia yang kita alami.
Tantangan bagi Peradaban Barat
"Islam Kiri"
tampil menentang peradaban Barat, dan berusaha untuk mengggantinya. Al-Afghani
memusatkan perhatiannya pada imperialisme militer pada zaman penjajahan.
"Islam Kiri" memusatkan perhatiannya pada imperialisme budaya, yakni
serangan terhadap kebudayaan kita dari dalam dengan memusnahkan afiliasinya
dengan komunitas (ummah) sehingga komunitas menjadi tidak berakar. "Islam
Kiri" membela rakyat komunitas Islam, dan menentang westernisasi yang pada
dasarnya bertujuan untuk memusnahkan budaya-budaya pribumi untuk menyempurnakan
hegemoni budaya Barat. Meskipun rakyat terbelakang dilihat dari standar Barat,
mereka masih mempertahankan unsur-unsur kekuatannya dengan standar budaya
mereka yang khusus.
Tugas "Islam
Kiri" adalah mendefinisikan kuantitas Barat, yakni mengembalikannya ke
batas alamiahnya dan mengakhiri mitosnya yang mendunia. Barat berada pada pusat
peradaban dunia, dan ingin mengekspor peradabannya kepada bangsa-bangsa lain.
Barat menyediakan model pembangunan sebagai alat untuk menguasai dan
menghilangkan kekhasan bangsa-bangsa lain. Akibatnya bangsa- bangsa non-Barat
tidak mampu menentukan nasib dan menguasai kekayaan mereka sendiri. Walaupun
peradaban Barat mengembangkan kebudayaannya dengan mengambil dari kebudayaan
bangsa-bangsa lain, ia telah mentransformasikannya ke dalam rasisme. Ini merupakan
rasisme yang menjadikan satu-satunya model bagi peradaban. Model yang lain,
dengan demikian, dicap terbelakang dan primitif, dan harus dihilangkan agar
semua bangsa-bangsa mengikuti model peradaban satu-satunya ini (Barat). Barat
mulai membangun peradabannya dari Yunani dengan mengenyampingkan semua
peradaban Timur yang mendahului dan mempengaruhi peradaban Yunani. Zaman
pertengahan Barat dianggap sebagai zaman kegelapan dan keterbelakangan, tapi
merupakan zaman keemasan kita. Barat menyebut lima abad terakhir sebagai zaman
modern, dan menganggapnya sebagai puncak peradaban. Zaman modern ini bagi kita
merupakan periode stagnasi di mana pasangan Asy'ariyah dan sufisme menguasai
kesadaran kita.
Krisis abad ke-20 di
Barat bagi kita adalah awal reformasi. Tugas "Islam Kiri" adalah
mengembalikan peradaban Barat pada tempat kelahiran, lingkungan dan sejarahnya.
Ini untuk menghilangkan hambatan bagi berkembangnya peradaban non-Barat. Dan
model-model bagi kemajuan, dengan demikian, bisa menjadi banyak dan berviariasi.
Tugas "Islam
Kiri" adalah mendorong peradaban Barat kembali ke Barat; menjadikan Barat
sebagai tema studi khusus bagi peradaban non-Barat. Lebih jauh ia akan
melahirkan suatu disiplin baru, "Orentalisme", untuk menandingi
"Oksidentalisme". Orientalisme sendiri menghadirkan alam pikiran,
pandangan dunia dan motivasi Barat yang terselubung ketimbang studi tentang
objeknya.
Karena pengaruh para
orientalis, kita telah mengabaikan pembela otentisitas kita. Tapi berkat
akumulasi peradabannya, peradaban Islam kita dapat diklaim kembali. Ini dapat
dipandang sebagai reformasi agama dan kebangkitan akal. Tapi apa yang mereka
kaji dalam upaya-upaya humanistik mereka yang khusus bisa jadi Islam.
Studi peradaban Eropa
sebagai objek khusus yang berdiri sendiri dapat dilakukan dari dua arah:
perkembangannya dan strukturnya. Peradaban Islam adalah pusat melingkarnya
ilmu-ilmu. Sementara peradaban Barat bersifat reaksioner dalam arti bahwa ia
tertarik dengan ilmu-ilmu yang membentuk reaksi terhadap dan menolak pusatnya.
Kesadaran Barat
dibentuk oleh dua sumber: Yunani-Romawi dan Yahudi-Kristen. Di samping itu ada
sumber ketiga, yakni lingkungan Eropa yang geografis, manusiawi, dan beradab,
yang mencakup kebiasaan, tradisi, hal-hal geografis dan yang secara keagamaan
ada dalam bangsa dan tanah itu. Tugas kita adalah me!akukan studi atas
sumber-sumber peradaban Timur seperti india, Cina, Persia, dan Mesir,
subjek-subjek yang asal-usulnya disembunyikan Barat.
Memasuki perdebatan
soal sumber-sumber atau asal-usul berarti menyajikan hakikat akumulasi
peradaban pada kelahiran kesadaran Eropa di Romawi dan Yunani. Mengenai
asal-usul Yahudi-Kristen, esensi agama Kristen dalam Injil dihapus, juga dalam
Yahudi Ortodoks. Dengan demikian, karena sifat dasar bangsa-bangsa Eropa yang barbar,
dan karena mereka lebih dekat dengan Romawi yang materialistik ketimbang Yunani
yang rasional, maka asal-usul Yunani peradaban Eropa adalah Ortodoksi Romawi.
Rasisme Yahudi secara historis telah merasuk ke dalam kesadaran Eropa. Dari
sanalah rasisme peradaban dipersubur. Alkitab, dengan dua Perjanjiannya (Lama
dan Baru), menjadi sumber kesadaran Eropa-Yahudi dan Kristen-Eropa. Unsur-
unsur dari dua kesadaran itu telah menyatu pada pengorbanan bangsa-bangsa
non-Eropa.
Dalam pemikiran
Eropa-Kristen, kenabian disempurnakan dengan kedatangan Yesus Kristus. Sedang
dalam kesadaran Eropa-Yahudi, kenabian disempurnakan dengan pendirian negara
Zionis. Tugas kita adalah menyatakan adanya pengaruh dari kedua sumber ini
terhadap peradaban Eropa. Kesadaran Eropa berusaha menguasai bangsa-bangsa dan
merampas kekayaan umat Islam. Asal-usul Eropa yang ketiga mengandung sifat
dasar yang barbar, berwatak materialistik dan sensasional, buas dan rasis.
Konflik-konflik Eropa berubah menjadi peperangan kolonial. Kekuasaan dunia
mencerminkan sumber yang ketiga. Ini menjadi sejarah agama dan esensinya
terletak dalam peradaban
Barat. Ini adalah
sejarah agama dan esensinya bagi semua peradaban yang lain. Peradaban Eropa
berkembang dalam tiga tahap: zaman penolakan terhadap greja, zaman skolastik,
dan zaman modern. Tahap yang pertama penting bagi kita karena teks-teks
keagamaan, kredo agama Kristen, pemikiran tentang bangsa yang terpilih dalam
Yudaisme, dll., dikritik. Tugas kita adalah melakukan studi atas periode ini
untuk mengetahui kejadian-kejadian yang dibicarakan Islam. Studi mengenai
hubungan antara agama baru dan filsafat Yunani- Romawi juga penting buat kita.
Bagaimana peradaban kuno (filsafat Yunani-Romawi) menaklukan agama baru
(Kristen)? Bagaimana ia memaksakan dirinya pada agama baru? Sebaliknya, Islam
mengadopsi filsafat ini sebagai alat untuk reformasi yang tanpa wahyu
kehilangan esensi dan kandungannya. Zaman skolastik di Barat merupakan zaman
keemasan kita dalam revolusi peradaban kita yang pertama. (ni meliputi bagimana
munculnya kesadaran Eropa lewat transfer filsafat dan ilmu-ilmu dari kita.
Rasio Eropa dalam renaissans pada abad ke-14 diarahkan pada alam langsung,
supaya ia bisa berdiri sendiri (lepas dari peradaban sebelumnya, peradaban
Islam).
Kita masih mengikuti
kecenderungan ini dalam dua abad terakhir. Pada abad ke-15 reformasi muncul.
Ini merupakan zaman ketika kita mulai menemukan Islam kembali. Zaman
kebangkitan terus berlalu sampai abad ke-17, dan para pemikir serta ilmuan
mejadi martir ketika berjuang melawan dua otoritas: agama dan politik.
Kesadaran Eropa berani mengarahkan dirinya pada manusia dan alam.
Kita belum memulainya
secara terorganisir dan secara fundamental, walaupun kita punya keinginan
menetapkan kebangkitan. Zaman modern mulai pada abad ke-17 di Barat. Ini
merupakan zaman rasio. Rasio dan alam dapat menjadi sumber persepsi dalam
kesadaran Eropa. Kesadaran Eropa menetapkan manusia sebagai pusat dunia. Ia
mengikrarkan manusia murni, rasio, alam dan kebebasan. Manusia dipandang
sebagai mahluk yang mempersepsi kebenaran, dan merealisasikan kebenaran dengan
keinginannya sendiri. Maka, kesadaran Eropa secara otomatis mampu meneliti
Islam. Pada abad ke-18, rasio ini berubah menjadi kekuatan bagi berlangsungnya
revolusi sosial dan politik. Dengan demikian rasio mampu menguasai alam sampai
pada abad ke-19, kemudian ilmu muncul. Dan akhirnya manusia muncul di abad
ke-20, di mana krisis peradaban mulai teriadi. Kesadaran Eropa mulai
menghancurkan apa yang dibangunnya, dan sekarang ia berada untuk menghancurkan
dirinya.
Walaupun rasionalisme
Eropa menang, banyak celah yang memperlemah kemenangannya. Maka ia berubah
menjadi objek-objek yang menentang dirinya dalam rasionalisme kontemporer.
Pertama, rasionalisme mencurahkan perhatiannya pada bentuk tanpa isi.
Akibatnya, muncul ekserimentalisme Eropa yang menentang rasionalisme tersebut,
yang lebih menyukai isi daripada bentuk, materi daripada rasio. Kedua,
rasionalisme berubah dari kritik fundamental ke penelokakan prinsip, kemudian
ke pengancuran dirinya secara terus-menerus. Rasionalisme menjadi penghancur
dirinya sendiri.
Ketiga, rasionalisme
jatuh ke dalam transformasi yang rahasia dan iman ke tingkat rasio dan bukti.
Kemudian, asosiasi ideal muncul atas nama gereja, dan keabsolutan atas nama
Tuhan. Descartes dan Kant membawa Injil baru dengan agama Kristen yang
rasional, ideal, dan etis. Keempat, rasionalisme memusatkan perhatiannya pada
dirinya sendiri, tubuh manusia Eropa. Ia mengikrarkan humanisme yang terbatas.
Maka rasionalisme ini menolak rasio bangsa-bangsa non-Eropa. Kelima,
rasionalisme Eropa belum menghasilkan jejak aktual apa pun, ia hanya mengubah
politik secara formal. Pada hakikatnya bangsa-bangsa Eropa masih Romawi.
Keenam, rasio berubah ke alam aktivitas bebas, kemudian ke datam kemapanan
sistem liberal yang mendukung sistem kapitalis, yang pada gilirannya mengarah
pada monopoli dan ublisasi.
Setelah proses ini,
rasio menjadi hampa nilai. Eksperimentalisme Eropa tidak berlanjut, walau
kemenangannya luar biasa besar. Ada beberapa alasan. Pertama, eksperimentalisme
ini betul-betul menjadi eksperimentalisme yang sentmentil, di mana setiap yang
terlihat adalah palsu. Kebenaran tidak terletak dalam rasio tapi dalam indera.
Pengalaman bertentangan dengan rasio. Dengan demikian, walau kecenderungan
komperhensif muncul, rasio Eropa mempunyai kecurigaan dan kedangkalan.
Kedua,
eksperimentalisme mengubah teori murni dalam pengenalan ke dalam teori tentang
watak nasional. Materi menjadi sumber nilai, dan kemudian hanya materi yang
merupakan nilai. Ini materialisme Eropa. Ketiga, materialisme ini menyatakan
watak natural bangsa-bangsa Eropa, akarnya terletak dalam sejarah suku Jerman
dan Anglo-Saxon, yang tidak mempunyai lahan untuk tumbuhnya rasionalisme dan
idealisme. Keempat, peperangan terjadi di antara bangsa-bangsa Eropa karena
materi. Kelima, cinta pada materi berubah menjadi utilisasi yang dari luar,
yang menyebabkan terjadinya kejahatan terbesar dalam sejarah manusia, yakni
penjajahan terhadap bangsa-bangsa lain. Keenam, rencana industri bangsa Eropa
berakhir dengan kegagalan setelah krisis energi. Ini merupakan awal penguasaan
mereka terhadap sumber-sumber alam dari bangsa-bangsa non-Eropa, dan awal
terjadinya krisis nilai. Dan ini diakui dengan munculnya kelompok-kelompok
penentang di masyarakat-masayarakat Eropa. Dalam ilmu-ilmu kemanusiaan, kisruh
antara kecenderungan rasional dan eksperimental masih kacau. Juga ada krisis
dalam perkembangan manusia Eropa yang membela kebebasan manusia dan manusia
sebagai nilai dalam dirinya sendiri. Pertama, manusia Eropa adalah manusia
intensional, bukan manusia rasional, dan ia rentan terhadap rangsangan dari
luar, eksistensial dan dibentuk dari daging. Kedua, ia adalah manusia yang
relatif dibatasi, yang berubah sesuai dengan perubahan lingkungannya. Ketiga,
manusia Eropa adalah manusia individual dan egoistik, tidak sosial dan tidak
altruistik.
Keempat, ideologi
manusia Eropa tetap teoritis, tidak praktis. Ia menyatakan harapan kesadaran
dan cita-cita Eropa yang mengagungkan kemanusiaan, tapi realitas Eropa
didominasi sektarianisme dan tribilaisme. Kelima, manusia Eropa bersifat
kebangsaan, dan masing-masing bangsa menyatakan dirinya mewakili manusia Eropa.
Ada dua perang dunia dan dua perang Eropa. Keduanya berlangsung di antara
bangsa-bangsa Eropa sendiri. Keenam, manusia, menurut pandangan Eropa, ternyata
adalah ras pubh sesuai dengan bangsa-bangsa Eropa.
Bersamaan dengan itu,
bangsa-bangsa non-Eropa menghadirkan model yang lain bagi humanisme yang
mengarah pada pembebasan dan keadilan. Dengan demikian ia menghadirkan jenis
humanitas menyeluruh yang baru. Kesadaran Eropa terletak pada cogito Descartes,
dan ujungnya adalah pada cogito Husserl. Kedua, kesadaran Eropa mencoba
segalanya, dan ia mencampakan setiap kewajiban. Situasinya tidak stabil.
Ketiga, ia kehilangan pusat konsentrasinya, karena itu tidak mungkin
mengarahkan dirinya ke pusat.
Keempat, ia menolak
segala sesuatu setelah diuji dan dibantah. Akhirnya, nihilisme total. Kelima,
kesadaran Eropa menangkap angin Timur, ia menyadari dan tergugah dengan Islam
setelah Revolusi Islam yang Agung di Iran. Bangsa-bangsa non Barat menjadi
pelahir kesadaran baru yang mewariskan sesuatu yang paling agung yang
membosankan kesadaran Eropa, yakni "Filsafat Pencerahan". Keenam,
sebaliknya, kesadaran Eropa telah mencapai ujungnya, dan merasakan krisis
nilai, krisis dalam sistem sosial dan ilmu-ilmu kemanusiannya. Filosof Barat
mulai menyatakan kejatuhan Barat, pembalikan nilai-nilai, kehampaan pikiran,
keilahan materi dan nihilisme absolut.
Kita mengawali hidup
baru yang kita sebut reformasi, renaissans, pencerahan, perubahan sosial dan
revolusi. Kita secara praktis mernpertahankan kemerdekaan nasional dan
kebebasan bangsa-bangsa, dan kita membentuk ideologi-ideologi non-blok dan
pembebasan. Jika ada penjelasan dalam kesadaran Eropa dalam lima abad terakhir,
kita akan menggalinya. Peradaban akan kembali ke Timur, dan peradaban Islam
akan menemukan tugasnyadiTimur. Karena kesadaran Eropa memulai revolusinya pada
abad ke-15 dan sampai ke penghujung abad ke-20, kita akan memulai revolusi kita
dari abad ke-15 H. sampai tujuh abad kemudian. Tugas kita adalah menyempurnakan
reformasi keagamaan dan meneruskan renaissans bagi zaman baru kita yang akan
datang. Generasi mendatang kita akan membentuk ilmu. Ini tidak berarti meniru Barat,
namun kita mencoba merealisasikan tahap yang lainnya yang belum kita capai.
"Islam Kiri"
bukan hanya pandangan politik tentang realitas, tapi juga pandangan budaya
tentang sejarah bangsa-bangsa. "Islam Kiri" tidak bersandar pada
cara-cara bicara atau pengungkapan, melainkan mencari metode analisis yang
sangat akademik dan ilmiah.
Realitas Dunia Islam
"Islam Kiri"
memberikan suatu gambaran situasi di dunia Islam tanpa mengikuti suatu metode
bimbingan atau nasehat. Realitas menampakan dirinya, seperti statistik.
Pemikiran keagamaan kita bersandar pada metode yang mentransfer teks ke
realitas.
Pertama, teks bukanlah
realitas, ia hanya deskripsi linguistik tentang realitas; maka ia tidak menjadi
bukb tanpa kembali ke landasannya dalam realitas. Kedua, teks mensaratkan iman
terhadapnya, masalahnya siapa yang beriman pada teks itu. Ketiga, teks terletak
pada otoritas kitab, bukan pada otoritas akal. Bukti tentang otoritas bukanlah
bukti. Keempat, teks adalah bukti bagian luar yang datang dari luar realitas. Kelima,
teks membutuhkan penafsiran atas sauhnya; tapi tidak akan ada arti yang benar
bagi suatu teks tanpa sauh ini. Keenam, teks bersifat sepihak (unilateral), dan
ia bersandar pada banyak hal dari teks-teks lain. Ketujuh, teks bersandar pada
pilihan, pilihan mengikuti kecenderungan dan kepentingan. Kedelapan, kondisi-
kondisi sosial dari penafsir adalah dasar dari pilihan atas teks. Kesembilan,
teks mengacu pada keyakinan masyarakat, pujian dari perasaan-perasaan keagamaan
orang yang berlebihan dan pengakuan dari lawan. Kesepuluh, metode teks lebih
dekat pada peringatan dan bimbingan, ia mempertahankan Islam sebagai suatu
prinsip dari pada kaum Muslim sebagai ummah. Akhirnya, metode teks memberikan
pernyataan, tapi bukan kuantitas. Metode "Islam Kiri" mendefinisikan
kuantitas dengan statistik sehingga realitas bicara sendiri.
Kita menggunakan
angka-angka untuk menyebarkan kekayaan kaum Muslim kepada rakyat komunitas
Muslim (ummah). Kita sarjana tentang masyarakat, ekonomi, sejarah, dan hukum,
yang tidak hanya bersandar pada teks tradisional. Kita hakim dalam pengertian
klasik; para hakim klasik mengetahui realitas dan menghukuminya. Kita
tradisionalis tapi untuk zaman sekarang; apa yang kita asumsikan adalah tugas
generasi ini, bukan seluruh generasi. Dengan demikian kita te tarik dengan
semangat zaman, dan tertarik dengan ungkapan populer, biografi para pejuang,
nyanyian rakyat, dll, karena semua itu merupakan bagian dari sumber nilai. Dari
sini kita mendefinisikan pandangan dunia mereka dan melukiskan struktur-struktur
pikiran mereka. Tujuan studi ini adalah mempertahankan kaum Muslim dan
memurnikan Islam dalam pikiran mereka.
"Islam Kiri"
mengarahkan energinya ke masalah-masalah fundamental zaman ini. Dari luar:
imperialisme, Zionisme, dan kapitalisme. Dari dalam: kemiskinan, penindasan,
dan keterbelakangan. Sejak zaman al-Afghani, dan tentunya sejak Perang Salib,
imperialisme merupakan masalah yang membakar. Kemudian, imperialisme adalah
Perang Salib baru. Imperialisme sekarang adalah cara petualangan ekonomi
multinasional dan westernisasi kebudayaan. Dalam hal budaya, imperialisme
mematikan semangat kreatif bangsa-bangsa, dan mencabutnya dari akar sejarah
mereka.
Basis militer asing
tersebar di mana-mana di dunia Arab sekarang, dari Maroko sampai Timur Arab.
Juga sejumiah bangsa Muslim tetap berada di bawah pengaruh super power.
kekayaaan dunia Islam masih di tangan perusahan-perusahaan monopolistik, dan
kita mengimpor pengetahuan ilmiah dari Barat. Tapi yang paling berbahaya adalah
imperialisme budaya. Barat menginginkan agar warisan bangsa- bangsa historis
lemah, kemampuan kreatifnya dibelenggu, dan kebudayaan mereka diubah menjadi
budaya musium, hanya untuk studi. Dengan berubahnya bangsa-bangsa Islam menjadi
minoritas, mereka menjadi budak Barat. Tugas "Islam Kiri" adalah
terus-menerus mengingatkan akan model kolonialisme baru, rasisme Barat yang
tersembunyi dan Perang Salib historis.
Zionisme masih
merupakan kekuatan yang kokoh yang menentang Islam dan kaum Muslim. Sasarannya
bukan hanya menguasai tanah, tapi juga menyebarkan pemikirannya ke kalangan
intelektual Islam- Arab, dan mengetahui pemikiran mereka untuk
menghancurkannya. Zionisme menguasai semangat kita, dan Zionisasi dunia
dilakukan di jantung dunia Islam. Islam melarang bersahabat dengan keturunan
Israel: "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang
Yahudi dan Nasrani menjadi walimu; sebagian mereka adalah wali dari sebagian
yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi wali, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim" (QS. 5:51). "Islam
Kiri" sejalan dengan Saudara-Saudara se-iman (Brothers in Goa) untuk
menolak dan menentang Zionisme. Ini berarti bahwa perdamaian dengan anak-anak
Israel dilarang. Kita mengatakan ini sebagai hakim Islam dengan tanggungjawab
sebagai hakim.
Bahaya ketiga yang
datang dari luar adalah kapitalisme. Bahaya ini tidak hanya bagi yang
mengikutnya, tapi juga kita dalam masyarakat Islam. Kapitalisme terkait dengan
masyarakat kelas, dan kekuasaan terletak pada orang yang menguasai modai. Ia
tidak membatasi industri militer yang merusak, karena indusbri ini mendukung
dan menguntungkan mereka yang mengabdi modal. Semua ini berarti kemiskinan bagi
yang miskin, dan perlakukan istimewa bagi yang kaya. Islam menolak akumulasi
kapital oleh sekelompok orang: "supaya harta itu tidak hanya beredar di
antara orang-orang kaya saja di antara kamu" (QS. 59:7). Islam menolak hak
milik istimewa, masyarakat kelas, monopoli dan riba; ia bicara tentang
kesamaan, kooperasi, dan solidaritas. Sayang kita menyebarkan kata
"Sosialisme Islam", padahal kita melihat dalam Islam perlawanan
menentang kapitalisme lokal dan dunia. Kita memerlukan pembangunan sosial atas
dasar kesamaan dan keadilan sosial, dan hak maksimum bagi yang miskin.
Bangsa-bangsa Muslim
termasuk di antara bangsa-bangsa miskin di dunia. Walaupun al-Qur'an
mengatakan: "dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu
bagi orang miskin yang meminta dan yang tidak mempunyai apa-apa yang tidak mau
meminta." (QS. 70:24-25)
Dan walaupun kita satu
ummah, kita dalam kenyataannya dua ummah: yang miskin dan yang kaya. Tugas
"Islam Kiri" adalah membagikan kekayaan di antara kaum Muslim.
Pengurangan jumlah keturunan kita bukanlah penyelesaian masalah kemiskinan
seperti yang dianjurkan para kolonialis dan Zionis. Yang terpenting adalah
mengambil hak-hak kaum yang miskin dari kaum yang kaya, dan membagikan kekayaan
negara-negara Islam dari mereka yang memiliki segala-galanya ke yang tak punya
apa-apa.
Tidak ada bangsa yang
menderita despotisme dan penindasan seperti kita. Kaum Muslim nampak seperti
yang ditulis Barat mengenainya, yakni "despotisme Timur". Kita tidak
punya sistem demokrasi atau kebebasan. Komitmen pada hak asasi manusia
didatangkan dari Barat sehingga Barat dapat menelib kondisi-kondisi orang yang
kita penjara. Dalam masyarakat kita tidak ada ukuran bagi semangat dan
kebebasan pabriotik. Kecuali, mereka yang berkuasalah yang menjadi
patriot-patriot. Para pemimpin memanipulasi kesadaran nasional lewat media
komunikasi. Akibatnya, bangsa-bangsa Islam tidak lagi mampu mengubah opini
orang lain. Bahkan jika faksi oposisi muncul, ia dicurigai sebagai tidak setia,
penghianat, murtad. Tugas "Islam Kiri" adalah mempertahankan
kebebasan berbicara dan memperkuat demokrasi. Dengan begitu, Israel tidak akan
lagi menjadi "oase demokrasi" satu-satunya, karena ia tersebar luas,
dan komite "hak asasi manusia" tidak akan lagi dikirim ke kita.
Ternyata "keterbelakangan" merupakan sifat umum masyarakat kita. Itu
berarti keterbelakangan menyeluruh dalam struktur sosial dan dalam
pandangan-pandangan masyarakat. Beberapa masyarakat Islam kita seperti di
Sudan, India, Pakistan, Iran, Irak, dan Turki masih bersifat kesukuan. Buta
huruf menyebar, epidemik juga meluas sebagai akibat dari lingkungan yang kotor.
Yang justru ironis, agama mereka bersandar pada kesucian dan air wudhu. Ini
keterbelakangan budaya dan peradaban yang terkait dengan pandangan dunia dan
perilaku masyarakat serta kondisi sosial ekonomi.
Keterbelakangan dalam
pemikiran menampakkan pandangan dunia kita yang mendua --kita berada dalam satu
sisi yang kuat, kemudian kita merasa senang dengan kehancuran sisi yang
lainnya. Semua krisis kita datang dari sisi ini. Apa yang menentukan pandangan
kemenyatuan dan tauhid adalah mengambil kembali dunia dan pusat gravitasi dunia
bagi dunia. Pandangan piramidal juga menunjukkan pandangan dunia kita. Ia
merupakan basis birokrasi dan kelas dalam masyarakat kita. Juga keterbelakangan
nampak dalam kemunduran akal di hadapan "tabu-tabu" seperti Tuhan,
kekuasaan dan_seks. Kita membiarkan tabu-tabu ini hidup demi kepuasan sentimen
kita. "Islam Kiri" berusaha menemukan tempat ummah dalam sejarah, dan
mentransformasikan bangsa-bangsa Muslim dari kuantitas ke kualitas. Pekerjaan
"Islam Kiri" di awal abad ke-15 H. adalah sebagai berikut.
Pertama, mewujudkan
keadilan sosial dalam ummah melalui firman al-Our'an. Kedua, membangun
masyarakat bebas dan demokratis. Ketiga, membebaskan Palestina dan mengusir
kolonialisme dari dunia Islam. Keempat, membangun kesatuan Islam yang
menyeluruh mulai dari Mesir, kemudian lembah sungai Nil, kemudian Mesir dan
Syria, ... dan akhirnya ummah. Kelima, merumuskan kebijakan nasional yang bebas
dari pengaruh super power, yakni kebijakan "bukan Barat dan bukan
Timur". Keenam, mendukung revolusi kaum yang tertindas; revolusi mereka
adalah revolusi Islam.
Agama dan Revolusi
Tugas "Islam
Kiri" adalah meneliti unsur-unsur revolusioner dalam agama. Agama adalah
apa yang kita miliki dalam tradisi yang asli; revolusi adalah hasil zaman kita.
Dan dalam agama sendiri ada revolusi. Para nabi adalah para revolusioner dan
sekaligus reformis. Revolusi tauhid menentang kemusyrikan dibawa Nabi Ibrahim;
revolusi semangat oleh Nabi Isa, revolusi orang miskin, budak, dan orang-orang
yang malang dibawa Nabi Muhammad.
Tauhid mempunyai
fungsi praktis untuk menghasilkan perilaku dan iman yang diarahkan pada
perubahan kehidupan masyarakat dan sistem sosialnya. Para nabi muncul dan
melakukan revolusi untuk membuat reformasi ke arah kondisi-kondisi yang lebih
baik. Para nabi adalah pendidik kemanusiaan untuk mencapai kemajuan dan
kesempurnaan. Akhir kenabian adalah bahwa kemanusiaan menjadi kemerdekaan akal,
dan ia mulai bergerak sendiri ke arah kemajuan.
Banyak revolusi dalam
sejarah kita: revolusi al-Qaramithah, Mahdi di Sudan, Sanusiyah di Libya, Islam
di Aljazair dan Jihad ikhwan al-Muslimin. Tugas "Islam Kiri" adalah
membawa revolusi ini. Sayangnya pemikiran yang menyembunyikan ide-ide revolusioner
itu justru telah menang. "Islam Kiri" menmpunyai akarnya dalam
revolusi-revolusi agama dalam masyarakat manusia. Banyak revolusi dalam sejarah
Yudaisme dan agama Ktisten. Revolusi agama tidak terbatas hanya pada tiga agama
monoteis, juga dalam agama-agama lain: revolusi Budha di Vietnam, revolusi
Konfusianis di Cina, dan revolusi-revolusi lain di Afrika Selatan. Gerakkan
revolusioner agama-agama telah diklasifikasikan ke dalam messianisme,
milleniarisme dan kharisma dalam sejarah agama dan sosiologi agama. Tapi
analisis ini masih berputar di sekitar wilayah agama Kristen, belum mampu
menyentuh bentuk revolusi Islam, yakni revolusi tawhid yang tidak membutuhkan
gambaran Messiah bagi pembebasan. Inilah yang berusaha dikemukakan "Islam
Kiri".
Di Barat telah muncul
kecenderungan baru dalam teologi yang mengambil "revolusi" sebagai
suatu objek studi, dan disebut "Teologi Revolusi". Ia telah menjadi
salah satu aspek penting darf pemikiran keagamaan di zaman modern. Teologi
menjadi pengetahuan rakyat, dan menjadi pengetahuan revolusi rakyat di Afrika,
Asia, dan Amerika Latin. Realitas revolusioner sendiri memasukan teolog-teolog
bagi masyarakat-masyarakat bersagama. Beberapa dari mereka mengambil revolusi
sebagai subjek studi, dan beberapa yang lain terlibat dalam revolusi itu
sendiri. Agama adalah pengetahuan, tindakan, tauhid dan kesyahidan.
Kesatuan Nasional
"Islam Kiri"
bermaksud mengajak dialog semua pihak dalam dunia Islam. Ia bukan sekte baru,
tapi berusaha menciptakan kesatuan di antara kaum Muslim sesuai dengan tuntutan
zaman, seperti kebebasan, keadilan, dan kemajuan. Kesatuan pemikiran adalah
prasarat bagi kesatuan ummah. Pertama, "Islam Kiri" berseru kepada
"Saudara-Saudara seiman" dalam jurnal al-Da'wah. Sejumlah penulis
jurnal ini telah mengembangkan kesadaran akan dunia Islam, tapi kebanyakan
tetap berada dalam tradisi. Kita menyerukan agar ada dialog antara mereka
dengan kita. Kita boleh berbeda tapi saling menghormati dalam butir-butir
pemikiran yang berbeda. Perbedaan kita mungkin formal, tidak esensial.
"Saudara-Saudara Muslim" menyajikan kecenderungan-kecenderungan yang
sesungguhnya di antara kita. Mereka melakukan jihad melawan kolonialisme di
Palestina dan Suez. Terjadi konflik yang paling keras antara mereka dan
revolusi Mesir. Apa yang mampu mereka lakukan adalah mendukung rakyat dalam
revolusi, tapi mereka masih tidak mempunyai koordinasi politik untuk
memobilisasi rakyat. Semangat revolusi ini mengulang penafsiran tradisional
sehingga mereka mewujudkan objek-objek revolusi dalam kebebasan dan keadilan.
Kita tak mengganti siapa pun dengan orang yang tidak beriman dan kita berharap
tidak ada orang menggantikan kita dengan orang yang tidak beriman, tapi kita
berseru demi kesatuan nasional minimum antar kita dan mereka. Nabi mampu
melakukan dialog dengan rakyat dan mampu melakukan pendekatan. Ini hanyalah
koalisi politik karena kepentingan yang mendesak, bukan kesatuan nasional bagi
gerakan pembebasan nasional melawan imperilisme Barat. Kedua, kita menghimbau
secara damai "Saudara-Saudara sebangsa" (kaum Marxis, Nasseris dan
Liberalis) untuk berdialog. Kita bisa sepakat dalam cita-cita, yakni kebebasan,
demokrasi, dan keadilan sosial. Kita semua terlibat dalam memperkuat kesadaran
kelas para pekerja dan dalam pembentukan barisan depan revolusioner. Kaum
Nasseris bisa mencapai implementasi sosial yang terbesar dalam sejarah modern
kita. Nasserisme juga membangun basis gerakan revolusioner dan juga telah
memberi sumbangan bagi gerakan-gerakan revolusioner di Dunia Ketiga.
Kolonialisme Dunia menghubungkan Nasserisme dengan kekalahan tahun 1967.
Nasserisme masih hidup dalam sentimen rakyat dan nampak dalam getaran revolusi
Islam di Iran.
"Saudara-Saudara
seiman" jangan menolak sisi progresif dalam khazanah kita. Kemajuan adalah
tuntutan zaman kita karena masyarakat kita terbelakang. Banyak tulisan tentang
kemiskinan, kekayaan, perbankan dan revolusi dalam Islam. Mengapa mereka yang
mencurahkan perhatiannya pada yang miskin dan orang-orang yang tersingkir
menjadi Marxis? Mengapa mereka yang menyerukan kebebasan dan demokrasi menjadi
Komunis? Karena kita kehilangan substansi Islam. Kita hakim, mereka teolog,
kita memusatkan perhatian pada syari'ah
Mereka memusatkan
perhatian pada iman, kita tradisionalis dalam hukum Islam, mereka tradisionalis
dalam agama. Mengenai "Saudara-Saudara sebangsa" (kaum Marxis),
mereka tidak menolak "Islam Kiri". Kita semua
revolusioner-revolusioner nasional yang terkait dengan warisan ummah, maka kita
tidak membutuhkan kata-kata filsafat Barat apa pun. Kita semua bersaing untuk
membela yang tertindas. Revolusi sekular yang mereka tunjukkan adalah bagian
dari revolusi Islam, karena Islam komprehensif, ummah, mencakup peradaban dan
sejarah, dan identitas yang kuat.
"Saudara-Saudara
serevolusi" (kaum Nasseris) tidak menolak "Islam Kiri" juga.
Rencana revolusi-revolusi Islam dalam berjuang menentang kolonialisme dan
Zionisme, akhir dari reaksionisme dan keterbelakangan, realisasi kebebasan,
sosialisme dan kesatuan ternyata adalah rencana "Islam Kiri".
Mereka berusaha
mendukung tujuan Islam, tapi hubungan antara keduanya dangkal. Akibatnya Islam
menjadi alat untuk membenarkan kemampanan yang ada. Tapi "Islam Kiri"
didasarkan pada Islam itu sendiri. "Saudara-saudara sekebebasan"
(kaum liberalis) sangat merasakan "Islam Kiri", karena mereka menganggapnya
sebagai bagian dari warisan ummah. Tapi al-Tahthawi, seorang sarjana yang
religius, dan Islam adalah sumber pokok kaum liberalis (Thaha Husain, dll.).
Mereka bicara tentang kaum yang tertindas, kebebasan, demokrasi, dan keadilan
sosial dalam Islam.
Mereka menggunakan
akal dalam tradisi, dan mengkritik peradaban Barat. Mereka mengupayakan
pencerahan, tapi belum mentransformasinya ke dalam pencerahan menyeluruh.
"Islam Kiri" bertujuan untuk menyempurnakan apa yang kaum liberalis
awali dan mentransformasikan masyarakat dari liberalisme ke pencerahan.
"Islam Kiri" tidak terkurung dalam ungkapan-ungkapan seperti Islami,
Arab dan Dunia, agama dan negara. Ia tidak menyatakan revolusi hanya untuk kaum
Muslim, tapi revolusi bagi "rakyat al-Kitabi" yang menyatakan bagian
dari warisan ummah dan sejarah ummah. rldak ada perbedaan antara Islam dan
gereja-gereja Timur dalam menghadapi imperialisme Barat. "Istam Kiri"
melindungi kreativitas bangsa-bangsa historis, dan menolak pengawasan budaya
oleh Barat.
Keraguan dan Bahaya
"Islam Kiri"
sepenuhnya bebas dari Timur atau pun Barat. Ia bukan Marxisme baru, liberalisme
revolusioner atau gerakan Syi'ah. Ia menghadirkan kecenderungan budaya
ideologis yang berakar dari warisan klasik kita, al-Qurtan dan Sunnah. Ia muncul
di Mesir, yakni pusat dunia Islam dan jantung Arabisme. Ia bukan partai
politik, bukan oposisi menentang pemerintah atau kemapanan, dan juga tidak
melakukan agitasi bagi pemberontakkan dalam negeri. "Islam Kiri"
mempertimbangkan politik dalam budaya ummah dan renaissans ummah, dan
perjuangannya adalah pada tingkat kesadaran budaya dan peradaban ummah. Ia
bertujuan melampaui pemecahan-pemecahan yang parsial untuk mencapai pandangan
yang menyeluruh. "Islam Kiri" bukan hanya "bekas" dengan
semangat yang berapi-api dalam pikiran masyarakat, tapi bertujuan untuk
mentransformasikan bekas itu ke dalam akal, dialog dan pencerahan untuk
mempertahankan kebaikan Islam. Jurnal ini tidak hanya menghadirkan suatu
kecenderungan, karena ia menghimpun esai-esai dan pendapat-pendapat yang
bermacam-macam, yang punya keinginan untuk memunculkan sisi progresif dalam
Islam dan unsur-unsur revolusioner dalam sejarah kita. Kita dapat berbeda, tapi
perbedaan kita adalah seperti perbedaan antara para sahabat Nabi Muhammad.
Semua kita mencari kebenaran, menjalankannya, dan berusaha membuktikannya. Kita
mungkin diragukan, dipandang bid'ah dan kafir. Ini jelas pandangan yang jahat
dan bernafsu untuk menjadi penguasa. Tapi kita bertumpu pada bukti --bukti
dengan sumber yang otoritatif. Kita melakukan ijtihad seperti para pendahulu
kita. Kita mengikuti jalan yang diambil para ulama besar dan ummah. "Islam
Kiri" bukan Islam yang berbaju Marxis, dan bukan pula Marxisme yang
berbaju Islam. Ia tidak terpengaruh oleh Marxisme dalam bentuk maupun isinya,
tapi ia mempunyai ungkapan-ungkapan untuk membangun revolusi kaum Muslim. Ia
tidak terpengaruh Barat. Ia pada dasarnya menantang Barat. Ia bukan pencerahan
yang diartikan di Barat, tapi merupakan tahap yang dilalui oleh setiap
peradaban. "Islam Kiri" mengungkapkan apa yang kaum Muslim sekarang
perlukan: sistem dan pemikiran, gerakan atau reformasi, lama atau baru, tradisi
atau kekinian. Ia memperbarui al-'Urwah al- Wutsqa. Kita akan mengembangkan
rencana al-Afghani dan mengirimnya bagi revolusi pada generasi yang akan
datang. Karena bagi kami, al-Afghani tetaplah masih hidup.***
Langganan:
Postingan (Atom)