Senin, 11 Juni 2012

Metafisika


Dalam pemikiran filsafatnya Al-Farabi nama lengkapnya Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Auzalagh, lahir di kota Turkistan tahun 257 H (870 M) adalah Filofos Muslim yang terkenal dengan sebutan guru kedua, sebab ia menguasai betul filsafat Aristoteles yang disebut guru pertama. Diantara pemikiran filsafatnya meliputi :

A.          Metafisika

Konsep Al-maujud awwal sebagai sebab pertama dari segala yang ada diambil dari pemikiran Aristoteles dan Neoplatonisme. Hal ini sebagai penguat terhadap pembuktian adanya Tuhan. Maka, dalam pembuktian adanya Tuhan akhirnya Al-Farabi menggunkan dalil Wajibul Wujud dan Mumkinul Wujud. Dalam Wajibul Wujud adalah wujudnya tidak boleh tidak harus ada dengan sendirinya, yang memiliki kesempurna selamanya dan tidak tergantung pada yang lainnya. Hal ini hanya ada dan dimiliki oleh sesuatu yang Maha Sempurna, ia adalah Tuhan.  
Mumkinul Wujud adalah sesuatu yang sama antara berwujud dan tidaknya. Sebab ia tidak akan menjadi wujud actual tanpa adanya wujud yang menguatkannya. Yang menguatkan bukan dirinya akan tetapi wajibul wujud sendiri. Begitu pula dengan sifat Tuhan. Baginya, Tuhan tidak berbeda dengan substansinya, atau sifat (nama-nama) yang ada padanya seperti al-asmaul Husna.
Begitu pula dengan pengetahuan Tuhan. Menurutnya Tuhan tidak mengetahui yang partikule, atau pengetahuan Tuhan tidak sama dengan pengetahuan manusia. Maka, Tuhan hanya mengetahui yang universal yang pada akhirnya terbentuklah kemudian segala yang partikuler. Oleh karenanya Tuhan tidak mungkin tahu tentang yang jus i.
Dalam penciptaan alam menurut Al-farabi, Tuhan tidak mencipta alam, akan tetapi ia sebagai penggerak pertama dari segala yang ada. Singkatnya, Tuhan mencipta sesuatu dari yang sudah ada dengan cara pancaran atau Emanasi. Maka, dunia ini bersifat azali tanpa permulaan dan bukan ciptaan. Ini terjadi karena proses emanasi. Dalam proses emanasi ini Tuhan sebagai akal pertama berfikir tentang dirnya sendiri yang kemudian timbul wujud yang lain. Tuhan merupakan wujud pertama dengan pemikiran-Nya timbullah wujud kedua (yang disebut akal pertama). Wujud kedua ini berfikir tentang wujud pertama, kemudian timbul wujud ketiga (atau akal kedua). Kemudian wujud kedua (akal pertama) ini berfikir tentang dirinya, yang timbul kemudian Langit pertama.
Wujud ke 3 (akal 2) – Tuhan = wujud 4 (atau akal 3), darinya timbul Bintang-bintang. Dari wujud 4 (akal 3) – Tuhan = wujud 5 (atau akal 4) lalu lahir saturnus. Dengan wujud 5 (atau akal 4) – Tuhan = wujud 6 (atau akal 5) darinya timbul Jupiter. Dari wujud 6 (atau akal 5) – Tuhan = wujud 7 (atau akal 6) lalu muncul Mars. Dari wujud 7 (atau akal 6) – Tuhan = wujud 8 (atau akal 7) lahirlah Matahari. Dari wujud 8 (atau akal 7) – Tuhan = wujud 9 (atau akal 8) muncullah Venus. Dari wujud 9 (atau akal 8) – Tuhan = wujud 10 (atau akal 9) lahirlah Mercuri. Dari wujud 10 (atau akal 9) – Tuhan = wujud 11 (atau akal 10) muncullah Bulan.

B.     Jiwa

Dalam persoalan jiwa Al-Farabi mengatakan bahwa jiwa itu bersifat rohani terwujud setelah adanya badan, yang memancar dari akal sepuluh. Maka kesatuan jiwa dan badan berbeda secara substansinya, hal ini terjadi ketika badan hancur jiwa sama sekali tidaklah demikian, ini oleh Al-farabi disebut accident. Sebab jiwa berasl dari Ilahi dan tubuh atau badan dari alam khalq, bentuk, rupa dan lain-lain. Terciptanya jiwa tatkala jasad siap menerimanya. Oleh karenya jiwa memiliki beberapa daya antara lain : daya gerak, daya mengetahui, daya berfikir. Di dalam daya fikir terbagi dua lagi yakni akal praktis dan akal teoritis. Sedangkan dalam akal teoritis, terbagi tiga tingkatan anatara lain : akal Potensial, akal Actual dan akal Mustafad.

C.    Politik

Dalam politik atau pemerintahan Al-Farabi sanagat mengutamakan pemimpin atau penguasanya. Maka pemimpin bagainya harus memiliki kelebihan yang unggul dari pada yang lain baik meliputi moral mapun intelektualnya. Maka ia harus memiliki beberapa criteria atau keharusan antara lain : cerdas, ingatan baik, pikiran yang tajam, cinta pengetahuan, sikap moderat dalam (makan, minum, seks), cinta kejujuran, murah hati, sederhana, cinta keadilan, tegar dan berani, sehat jasmani, dan fasih berbicara. Begitu pula rakyatnya (yang dipimpin), senantiasa bekerja sesuai kemempuan masing-masing untuk kepentingan bersama. Inilah konsep ideal negara Al-Farabi.  

D.    Moral

Untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat bagi AL-Farabi sesorang atau bangsa harus memiliki bebrapa sifat utama anatara lain 1. keutamaan teoritis dengan cara kontemplasi, penelitian dan belajar mengajar, 2. keutamaan pemikiran, untuk mengetahui hal-hal yang berguna dalam tujuan, yang didalamnya berfikir untuk membuat aturan-aturan yang kemudian disebut keutamaan pemikiran budaya. 3. keutamaan akhlak yang bertujuan untuk mencapai kebaikan. 4. keutamaan amaliah, didapat dengan dua cara yaitu membuat pernyataan-pernyataan yang memuaskan dan merangsang, atau dangan cara pemaksaan.
Begitu pula dengan bertindak seseorang harus mengambil jalan tengah, artinya seseorang berbuat tidak berlebihan yang pada akhirnya merusak jiwa dan badan. Kita harus memperhatikan situasi zaman, waktu atau tempat dalam berbuat.     

E.     Teori Kenabian

Dalam hal ini seseorang dapat berhubungan dengan akal fa al (akal actual) dengan cara penalaran atau renungan pemikiran, dan imaginasi atau intuisi. Akan tetapi pada cara pertama (atau renungan pemikiran) dimiliki oleh beberapa orang saja yang dapat menembus alam materi hingga dapat mencapai cahaya ketuhanan. Sedangkan cara kedua, hanya dimiliki oleh orang-orang pilihan Tuhan yaitu para Nabi. Seorang Nabi dapat berhubungan langsung melalui akal actual untuk mendapatkan visi dan kebenaran keTuhanan yang disebut mendapat Wahyu, melalui akal sepuluh yang disebut Al-Farabi Jibril tanpa melalui latihan apapun.
Sedangkan filosof berhubungan dengan Tuhan melalui akal mustafad (perantara) dengan pelantara latihan dan kekuatan daya tangkap sehingga mampu menangkap hal-hal abstrak murni dari akal sepuluh. Maka, Nabi dan Filosof memiliki tingkat yang tidak sejajar, sebab para Nabi adalah Filosof (dalam arti pilihan Tuhan) dan tidak semua Filosof adalah Nabi.

AL-FARABI DAN PEMIKIRAN FILSAFATNYA

Resume diajukan Untuk
Memenuhi Tugas mata Kuliah Filsafat Islam



 







Oleh : Rasuki
NIM : EO1300189


Dosen Pembimbing :
Drs. Abu Sufyan, M.Ag




JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar