Sabtu, 19 Mei 2012

ILMU LADUNI




Hakikat Ilmu Laduni
Kaum sufi telah memproklamirkan keistimewaan ilmu laduni. Ia merupakan ilmu yang paling agung dan puncak dari segala ilmu. Dengan mujahadah, pembersihan dan pensucian hati akan terpancar nur dari hatinya, sehingga tersibaklah seluruh rahasia-rahasia alam ghaib bahkan bisa berkomunikasi langsung dengan Allah, para Rasul dan ruh-ruh yang lainnya, termasuk nabi Khidhir. Tidaklah bisa diraih ilmu ini kecuali setelah mencapai tingkatan ma’rifat melalui latihan-latihan, amalan-amalan, ataupun dzikir-dzikir tertentu.

Ini bukan suatu wacana atau tuduhan semata, tapi terucap dari lisan tokoh-tokoh tenar kaum sufi, seperti Al Junaidi, Abu Yazid Al Busthami, Ibnu Arabi, Al Ghazali, dan masih banyak lagi yang lainnya yang terdapat dalam karya-karya tulis mereka sendiri.
1. Al Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin 1/11-12 berkata: “Ilmu kasyaf adalah tersingkapnya tirai penutup, sehingga kebenaran dalam setiap perkara dapat terlihat jelas seperti menyaksikan langsung dengan mata kepala … inilah ilmu-ilmu yang tidak tertulis dalam kitab-kitab dan tidak dibahas … “. Dia juga berkata: “Awal dari tarekat, dimulai dengan mukasyafah dan musyahadah, sampai dalam keadaan terjaga (sadar) bisa menyaksikan atau berhadapan langsung dengan malaikat-malaikat dan juga ruh-ruh para Nabi dan mendengar langsung suara-suara mereka bahkan mereka dapat langsung mengambil ilmu-ilmu dari mereka”. (Jamharatul Auliya’: 155)
2. Abu Yazid Al Busthami berkata: “Kalian mengambil ilmu dari orang-orang yang mati. Sedang kami mengambil ilmu dari Allah yang Maha Hidup dan tidak akan mati. Orang seperti kami berkata: “Hatiku telah menceritakan kepadaku dari Rabbku”. (Al Mizan: 1/28)
3. Ibnu Arabi berkata: “Ulama syariat mengambil ilmu mereka dari generasi terdahulu sampai hari kimat. Semakin hari ilmu mereka semakin jauh dari nasab. Para wali mengambil ilmu mereka langsung dari Allah yang dihujamkan ke dalam dada-dada mereka.” (Rasa’il Ibnu Arabi hal. 4)
Dedengkot wihdatul wujud ini juga berkata: “Sesungguhnya seseorang tidak akan sempurna kedudukan ilmunya sampai ilmunya berasal dari Allah ‘Azza wa Jalla secara langsung tanpa melalui perantara, baik dari penukilan ataupun dari gurunya. Sekiranya ilmu tadi diambil melalui penukilan atau seorang guru, maka tidaklah kosong dari sistim belajar model tersebut dari penambahan-penambahan. Ini merupakan aib bagi Allah ‘Azza wa Jalla – sampai dia berkata – maka tidak ada ilmu melainkan dari ilmu kasyaf dan ilmu syuhud bukan dari hasil pembahasan, pemikiran, dugaan ataupun taksiran belaka”.
Ilmu Laduni Dan Dampak Negatifnya Terhadap Umat
Kaum sufi dengan ilmu laduninya memiliki peran sangat besar dalam merusak agama Islam yang mulia ini. Dengannya bermunculan akidah-akidah kufur –seperti diatas – dan juga amalan-amalan bid’ah. Selain dari itu, mereka secara langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam kasus pembodohan umat. Karena menuntut ilmu syar’i merupakan pantangan besar bagi kaum sufi. Berkata Al Junaidi: “Saya anjurkan kepada kaum sufi supaya tidak membaca dan tidak menulis, karena dengan begitu ia bisa lebih memusatkan hatinya. (Quutul Qulub 3/135)

Abu Sulaiman Ad Daraani berkata: “Jika seseorang menuntut ilmu hadits atau bersafar mencari nafkah atau menikah berarti ia telah condong kepada dunia”. (Al Futuhaat Al Makiyah 1/37)

Berkata Ibnul Jauzi: “Seorang guru sufi ketika melihat muridnya memegang pena. Ia berkata: “Engkau telah merusak kehormatanmu.” (Tablis Iblis hal. 370)
Oleh karena itu Al Imam Asy Syafi’i berkata: “Ajaran tasawuf itu dibangun atas dasar rasa malas.” (Tablis Iblis:309)

Tak sekedar melakukan tindakan pembodahan umat, merekapun telah jatuh dalam pengkebirian umat. Dengan membagi umat manusia menjadi tiga kasta yaitu: syariat, hakekat, dan ma’rifat, seperti Sidarta Budha Gautama membagi manusia menjadi empat kasta. Sehingga seseorang yang masih pada tingkatan syari’at tidak boleh baginya menilai atau mengkritik seseorang yang telah mencapai tingkatan ma’rifat atau hakekat.

Syubhat-Syubhat Kaum Sufi Dan Bantahannya
1. Kata laduni mereka petik dari ayat Allah yang berbunyi:
وَعَلَمَّنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا
“Dan kami telah ajarkan kepadanya (Nabi khidhir) dari sisi Kami suatu ilmu”. (Al Kahfi: 65)
Mereka memahami dari ayat ini adanya ilmu laduni sebagaimana yang Allah anugerahkan ilmu tersebut kepada Nabi Khidhir. Lebih anehnya mereka meyakini pula bahwa Nabi Khidhir hidup sampai sekarang dan membuka majlis-majlis ta’lim bagi orang-orang khusus (ma’rifat).

Telah menjadi ijma’ (kesepakatan) seluruh kaum muslimin, wajibnya beriman kepada nabi-nabi Allah tanpa membedakan satu dengan yang lainnya dan mereka diutus khusus kepada kaumnya masing-masing. Nabi Khidhir diutus untuk kaumnya dan syari’at Nabi Khidhir bukanlah syari’at bagi umat Muhammad. Rasulullah bersabda:
كَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً
“Nabi yang terdahulu diutus khusus kepada kaumnya sendiri dan aku diutus kepada seluruh umat manusia” (Muttafaqun ‘alaihi)

Allah berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan peringatan”. (As Saba’: 28)
Adapun keyakinan bahwa Nabi Khidhir masih hidup dan terus memberikan ta’lim kepada orang-orang khusus, maka bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Allah berfirman:
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ
(artinya) “Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad). (Al Anbiya’: 34)
Rasulullah bersabda:
مَا مِنْ مَنْفُوْسَةٍ اليَوْمَ تَأْتِيْ عَلَيْهَا مِائَةُ سَنَةٍ وَهِيَ يَوْمَئِذٍ حَيَّةٌ
“Tidak satu jiwapun hari ini yang akan bertahan hidup setelah seratus tahun kedepan”. (H.R At Tirmidzi dan Ahmad)

Adapun keyakinan kaum sufi bahwa seseorang yang sudah mencapai ilmu kasyaf, akan tersingkap baginya rahasia-rahasia alam ghaib. Dengan cahaya hatinya, ia bisa berkomunikasi dengan Allah, para Rasul, malaikat, ataupun wali-wali Allah. Pada tingkatan musyahadah, ia dapat berinteraksi langsung tanpa adanya pembatas apapun.
Cukup dengan pengakuannya mengetahui ilmu ghaib, sudah bisa dikatakan ia sebagai seorang pendusta. Rasul Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah seorang yang paling mulia dari seluruh makhluk Allah, namun Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam tidaklah mengetahui ilmu ghaib kecuali apa yang telah diwahyukan kepadanya.
قُلْ إِنْ أَدْرِي أَقَرِيبٌ مَا تُوعَدُونَ أَمْ يَجْعَلُ لَهُ رَبِّي أَمَدًا ﴿٢٥﴾ عَالِمُ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا
“Dia (Allah) yang mengetahui ilmu ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan seseorangpun tentang yang ghaib kecuali dari para rasul yang diridhai-Nya”. (Al Jin: 25-26)

Apalagi mengaku dapat berkomunikasi dengan Allah atau para arwah yang ghaib baik lewat suara hatinya atau berhubungan langsung tanpa adanya pembatas adalah kedustaan yang paling dusta. Akal sehat dan fitrah suci pasti menolaknya sambil berkata: “Tidaklah muncul omongan seperti itu kecuali dari orang stres saja”. Kalau ada yang bertanya, lalu suara dari mana itu? Dan siapa yang diajak bicara? Kita jawab, maha benar Allah dari segala firman-Nya:
هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَنْ تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ ﴿٢٢١﴾ تَنَزَّلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ ﴿٢٢٢﴾ يُلْقُونَ السَّمْعَ وَأَكْثَرُهُمْ كَاذِبُونَ ﴿٢٢۳
“Apakah akan Aku beritakan, kepada siapa syaithan-syaithan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaithan) itu, dan kebanyakan mereka orang-orang pendusta”. (Asy Syu’ara: 221-223)

2. Sebagian kaum sufi berkilah dengan pernyataannya bahwa ilmu laduni (Al Kasyaf) merupakan ilham dari Allah (yang diistilahkan wangsit). Dengan dalih hadits Nabi Muhammad:
إِنَّهُ قَدْ كَانَ قَبْلَكُمْ فِيْ الأَمَمِ مُحَدَّثُوْنَ فَإِنْ يَكَنْ فِيْ أُمَّتِي أَحَدٌ فَعُمَر
“Dahulu ada beberapa orang dari umat-umat sebelum kamu yang diberi ilham. Kalaulah ada satu orang dari umatku yang diberi ilham pastilah orang itu Umar.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Hadits ini sama sekali tidak bisa dijadikan hujjah bagi mereka. Makna dhohir hadits ini, menunjukkan keberadaan ilham itu dibatasi dengan huruf syarat (kalaulah ada). Maksudnya, kalaupun ada pada umat ini, pastilah orang yang mendapatkan ilham adalah Umar Ibnul Khathab. Sehingga beliau digelari al mulham (orang yang mendapatkan ilham). Dan bukan menunjukkan dianjurkannya cari wangsit, seperti petuah tokoh-tokoh tua kaum sufi. Bagaimana mereka bisa memastikan bisikan-bisikan dalam hati itu adalah ilham? Sementara mereka menjauhkan dari majlis-majlis ilmu yang dengan ilmu syar’i inilah sebagai pemisah antara kebenaran dengan kebatilan.

Mereka berkilah lagi: “Ini bukan bisikan-bisikan syaithan, tapi ilmu laduni ini merubah firasat seorang mukmin, bukankah firasat seorang mukmin itu benar? Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam: “Hati-hati terhadap firasat seorang mukmin. Karena dengannya ia melihat cahaya Allah”. (H.R At Tirmidzi)
Hadits ini dho’if (lemah), sehingga tidak boleh diamalkan. Karena ada seorang perawi yang bernama Athiyah Al Aufi. Selain dia seorang perawi yang dho’if, diapun suka melakukan tadlis (penyamaran hadits).

Singkatnya, ilham tidaklah bisa mengganti ilmu naqli (Al Qur’an dan As Sunnah), lebih lagi sekedar firasat. Ditambah dengan adanya keyakinan-keyakinan batil yang ada pada mereka seperti mengaku mengetahui alam ghaib, merupakan bukti kedustaan diatas kedustaan. Berarti, yang ada pada kaum sufi dengan ilmu laduninya, bukanlah suatu ilham melainkan bisikan-bisikan syaithan atau firasat rusak yang bersumber dari hawa nafsu semata. Disana masih banyak syubhat-syubhat mereka, tapi laksana sarang laba-laba, dengan fitrah sucipun bisa meruntuhkan dan membantahnya.

Hadits-Hadits Dho’if Dan Palsu Yang Tersebar Di Kalangan Umat

Hadits Ali bin Abi Thalib:
عِلْمُ الْبَاطِنِ سِرٌّ مِنْ أَسْرَارِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ، وَحُكْمٌ مِنْ أَحْكَامِ اللهِ ، يَقْذِفُهُ فِيْ قُلُوْبِ مَنْ يَشَاءَ مِنْ عِبَادِهِ
“Ilmu batin merupakan salah satu rahasia Allah ‘Azza wa Jalla, dan salah satu dari hukum-hukum-Nya yang Allah masukkan kedalam hati hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya”.
8888888888888
Ustad saya pernah mendengar adanya ilmu laduni

Bolehkan Belajar Ilmu “Laduni”?
Ustad saya pernah mendengar adanya ilmu laduni. Bolehkan belajar ilmu tersebut? Dan bagaimana dalam pandangan Islam?

Asep-Surabaya

Dr. Zein an-Najah menjawab:

Bahwa semua ilmu yang dimiliki makhluq hidup di bumi dan di langit adalah ajaran dari
Allah swt, termasuk ilmu yang dimiliki oleh manusia. Dengan demikian, kita katakan bahwa semua ilmu yang dimiliki oleh manusia adalah Ilmu Laduni, yaitu ilmu yang berasal dari Allah swt .

Pertanyaanya, apa sebenarnya hakikat ilmu laduni menurut pandangan Islam ? Di bawah ini adalah penjelasannya.

Pengertian Ilmu Laduni

Menurut Abu Hamzah As-Sanuwi, Ilmu laduni dalam pengertian umum terbagi menjadi dua bagian. Pertama, ilmu yang didapat tanpa belajar (wahbiy). Kedua, ilmu yang didapat karena belajar (kasbiy).

Untuk ilmu yang didapat tanpa belajar (wahbiy) dibagi menjadi dua macam: Pertama ilmu Syar’iat, Kedua, Ma’rifat (hakikat).

Ilmu Syar’iat, yaitu ilmu tentang perintah dan larangan Allah yang harus disampaikan kepada para Nabi dan Rasul melalui jalan wahyu (wahyu tasyri’), baik yang langsung dari Allah maupun yang menggunakan perantaraan malaikat Jibril. Jadi semua wahyu yang diterima oleh para nabi semenjak Nabi Adam alaihissalam hingga nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ilmu laduni termasuk yang diterima oleh Nabi Musa dari Nabi Khidlir . Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Khidhir:

فَوَجَدَا عَبْدًا مِّنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَ
*ْمَةً مِنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّا عِلْمًا

“Yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Al-Kahfi: 65)

Di dalam hadits Imam Al Bukhari, Nabi Khidlir alaihissalam berkata kepada Nabi Musa alaihissalam:

“Sesungguhnya aku berada di atas sebuah ilmu dari ilmu Allah yang telah Dia ajarkan kepadaku yang engkau tidak mengetahuinya. Dan engkau (juga) berada di atas ilmu dari ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadamu yang aku tidak mengetahuinya juga.”

Ilmu syari’at ini sifatnya mutlak kebenarannya, wajib dipelajari dan diamalkan oleh setiap mukallaf sampai datang ajal kematiannya.

Ilmu Ma’rifat (hakikat), yaitu ilmu tentang sesuatu yang ghaib melalui jalan kasyf (wahyu ilham/terbukanya tabir ghaib) atau ru’ya (mimpi) yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hambaNya yang mukmin dan shalih.

Ilmu kasyf inilah yang dimaksud dan dikenal dengan julukan “ilmu laduni” di kalangan ahli tasawwuf. Sifat ilmu ini tidak boleh diyakini atau diamalkan manakala menyalahi ilmu syari’at yang sudah termaktub di dalam mushaf Al-Qur’an maupun kitab-kitab hadits. Menyalahi di sini bisa berbentuk menentang, menambah atau mengurangi.

Bagian kedua ilmu Allah yang diberikan kepada semua makhluk-Nya melalui jalan kasb (usaha) seperti dari hasil membaca, menulis, mendengar, meneliti, berfikir dan lain sebagainya.

Dari ketiga ilmu ini (syari’at, ma’rifat dan kasb) yang paling utama adalah ilmu yang bersumber dari wahyu yaitu ilmu syari’at, karena ia adalah guru. Ilmu kasyf dan ilmu kasb tidak dianggap apabila menyalahi syari’at. Inilah hakikat pengertian ilmu laduni di dalam Islam.

Salah satu fenomena Ilmu Laduni banyak terjadi dimasyarakat. Diantaranya pernah seseorang di Jawa Timur yang mengaku-aku sebagai kiai dan menguasai Ilmu Laduni.

Dengan Ilmu Laduni yang dimiliknya, sang kiai tersebut mengaku mampu mengajarkan seseorang untuk menguasai berbagai bahasa dengan tanpa bantuan alat pun, baik video, kaset bahasa asing, laboratorium bahasa, apalagi native speaker. Tetapi cukup para muridnya menjalani beberapa ritual, seperti mandi dan membaca beberapa do’a dan sebagainya. Seseorang yang ingin belajar dengan sang kiai ini dipungut biaya Rp 1 juta. Atau Rp 350.000, tergantung pada level yang ia masuki .Sang kiai tersebut mengaku mendapatkan ilmu laduni itu dari Nabi Khidir AS melalui ritual tirakat (lelaku, bertapa). Tirakat tersebut dimulainya sejak usia tujuh tahun. Dan biasanya dilakukan di tepi laut sambil mencari ikan. Pada usia sekitar 12 tahun, sang kiai tersebut mengaku bertemu dengan Nabi Khidir AS di tepi laut. Dalam pertemuan itu, menurutnya bahwa wujud Nabi Khidir AS berupa seorang manusia yang mengenakan pakaian seperti rakyat biasa. Kemudian nabi Khidir mengangkatnya sebagai muridnya..

Perlu di garis bawahi disini, bahwa orang yang punya kelebihan tersebut tidak akan mengaku- ngaku atau mengumumkan ilmu yang ia miliki di depan umum, apalagi sengaja untuk dikomersialkan demi mencari kekayaan dunia. Sungguh hal ini tidak sesuai dengan ruh ajaran Islam yang mengajarkan uamtnya untuk tidak riya’, apalagi menggunakan agama sebagai kendaran untuk mencari dunia.

Seseorang yang mengaku mendapatkan Ilmu Laduni, sebagaimana yang di dapat oleh Nabi Khidir as, sama saja ia mengaku mendapatkan wahyu dari langit, karena yang didapat nabi Khidir adalah wahyu. Seseorang bisa mengetahui ilmu ghoib dengan perantara Jin atau Syetan , karena Jin dan Syetan sering mencuri pendengaran tentang hal-hal ghoib dari langit. Sebagaimana firman Allah didalam surat Al Hijr : 17-18,

“Dan Kami jaga langit2 tersebut dari syetan yang terlaknat, kecuali mereka yang mencuri pendengaran ( dari hal2 yang ghoib ) , maka dia akan dikejar oleh batu api yang nyata .“

Seseorang yang mengaku mempunyai Ilmu Laduni dengan perantara ilmu-ilmu kanuragan (ilmu kesaktian ) yang ia dapatkan dengan latihan-latihan tertentu, seperti bertapa di tengah sungai selama 40 hari 40 malam, atau puasa selama 40 hari berturut-turut, atau dengan hanya makan nasi putih saja tanpa lauk dalam jangka waktu tertentu atau dengan cara-cara lain yang sering dikerjakan sebagian orang. Maka kita akan tanyakan kepadanya, apakah cara-cara seperti itu pernah diajarkan oleh Rosulullah saw dan para sahabatnya atau tidak ? kalau jawabannya tidak, berarti dia mendapatkan ilmu tersebut dengan meminta bantuan dari Jin dan Syetan.Sebagaimana seseorang bisa menjadi kaya mendadak dengan meminta bantuan Jin dan Syetan. Perbuatan seperti ini dilarang oleh Islam, sebagaimana firman Allah didalam surat Jin : 6

“Dan sesungguhnya ada diantara manusia yang meminta perlindungan dari segolongan Jin , maka segolongan Jin itu hanya aka menambah kepada mereka kesusahan. “

adhari purnawan

Kita dapati banyak orang pada zaman sekarang yang memelihara Jin untuk memperoleh kekayaan dengan cepat, tetapi yang mereka dapatkan hanyalah kesusahan. Mereka akhirnya mati secara mengenaskan karena menjadi “tumbal” Jin yang ia pelihara … Sungguh Maha Benar Allah dengan segala firmanNya.
Menelurusi hakikat ilmu Laduni

Kalau kita buka lembaran Al Quran, ternyata hanya ada satu tempat yang menyebutkan “ ilmu laduni “ secara jelas, yaitu di dalam surat Al Kahfi ayat 65. Walaupun harus diakui, ada ayat-ayat lain yang mungkin mencakup pembahasan ilmu laduni ini, tetapi secara tidak langsung. Allah berfirman menceritakan nabi khidhir as. :
“ Maka mereka berdua ( Nabi Musa dan pembantunya ) mendapatkan seorang hamba dari hamba-hamba Kami ( yaitu nabi khidir), yang telah Kami anugrahi rohmat dan telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami ( Allah ). “ ( QS. Al Kahfi; 65 )

Ayat diatas adalah dasar pembahasan ilmu laduni, bahkan salah satu ayat yang dijadikan referensi utama oleh kelompok tertentu untuk membenarkan keyakinan mereka yang sesat. Mereka menjadi sesat karena menafsirkan ayat tanpa ada dasar keilmuan yang jelas.

Ayat diatas menyebutkan lafadh “ Ladunna “( huruf akhir adalah “ a”) , yang berarti : “ dari sisi Kami ( Allah ) “ , Ilmu Ladunna berarti ilmu dari sisi Allah. Yang kemudian berkembang dan menjadi ilmu Ladunni ( pakai huruf “ i “).

Kita belum mengetahui secara pasti, mulai kapan istilah ilmu laduni itu muncul, ( walaupun sebenarnya bisa diprediksikan muncul setelah abad ke 3 hijriah, bersamaan dengan munculnya kelompok-kelompok sempalan dalam Islam ) . Tapi yang jelas, ilmu laduni dinisbatkan pertama kalinya kepada Nabi Khidhhir as. Karena memang teks ayat diatas berkenan dengan cerita Nabi Khidhir as.

Ilmu laduni-nya Nabi Khidhir menurut surat Al Kahfi – difokuskan pada satu masalah saja, yaitu pengetahuan tentang masa depan, walau secara rinci digambarkan dalam tiga peristiwa, yaitu merusak kapal yang sedang berlabuh di pinggir pantai, membunuh anak kecil yang ditemukan di tengah jalan, dan memperbaiki dinding yang mau roboh.

Kalau kita padukan antara ilmu laduni dengan ketiga peritiswa di atas, akan kita dapati benang merah yang menghubungkan antara keduanya, yang konklusinya sebagai berikut : Ilmu laduni adalah ilmu yang bersumber dari Allah swt ( dan Allah sajalah Yang memegang kunci-kunci alam ghoib ), sedang inti dari ilmu laduni yang dimiliki Nabi Khidhir as adalah pengetahuan tentang masa depan yang nota benenya adalah ilmu ghoib , berarti ilmu laduni yang diajarkan kepada nabi Khidhir adalah ilmu ghoib.

Oleh karenanya, kalau kita katakan bahwa Khidhir as adalah seoran Nabi - dan ini adalah pendapat yang benar -, maka Allah telah mengajarkan kepada Nabi Khidhir sebagian ilmu ghoib, dan ini wajar-wajar saja, karena salah satu ciri khas wahyu adalah pengetahuan tentang sebagian ilmu ghoib. Dan hal ini hanya dimiliki oleh para nabi dan utusan Allah atau orang-orang yang dikehendaki Allah swt, sebagaimana yang termaktub di dalam firman-Nya :
“ Dia-lah 9 Allah ) Yang mengetahui ghoib dan Dia tidak memperlihatkan tentang yang ghoib tersebut kepada siapapun juga. Kecuali kepada para Rosul yang diridhoi-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga ( Malaikat ) di muka dan di belakangnya “ ( QS. Jin : 26-27)

Namun seiring dengan berjalannya waktu, istilah ilmu laduni menjadi berkembang artinya. Yaitu setiap orang yang mempunyai kelebihan yang aneh-aneh ( yang diluar kewajaran manusia ), mereka menganggapnya mempunyai ilmu laduni. Seperti kalau kita melihat seseorang berjalan diatas air, atau mengetahui kejadian pada masa yang akan datang , atau dia bisa masuk batu dan selamat dari kepungan musuh atau bisa melihat sesuatu kemudian menjadi hancur dan lain-lainnya. Bukan hanya itu saja, orang yang bisa menghafal sesuatu dengan cepat, atau mampu menjawab pertanyaan- pertanyaan dalam ujian, tanpa kelihatan dia belajar sebelumnya, sering di klaim, telah memiliki ilmu laduni. Maka jika sekarang, ada orang yang tiba-tiba mengaku mempunyai ilmu laduni, bisa nggak kita mempercayainya?

Untuk menjawab pertanyaan diatas, kita harus merinci dahulu permasalahannya, pada point-point di bawah ini :

1. Kalau yang dia maksudkan ilmu laduni seperti yang dimiliki nabi Khidir as, atau sejenisnya, maka kita tidak boleh mempercayainya sama sekali, karena itu hanya dimiliki oleh para nabi. Kalau dia mengakui memilikinya, sama saja kalau dia mengaku mendapatkan wahyu dari langit atau dengan kata lain dia mengaku nabi, karena yang didapat nabi Khidir tidak lebih dari pada sebuah wahyu.

Seseorang mungkin bisa mengetahui ilmu ghoib dengan perantara Jin atau syetan. Karena Jin dan syetan sering mencuri pendengaran tentang hal-hal ghoib dari langit. Sebagaimana firman Allah di dalam surat Al Hijr : 17-18,

“ Dan Kami jaga langit-langit tersebut dari syetan yang terlaknat, kecuali mereka yang mencuri pendengaran ( dari hal-hal yang ghoib ) , maka dia akan dikejar oleh batu api yang nyata “

Ayat – ayat senada juga bisa dilihat di dalam surat As Shoffat :10 dan surat Jin: 9.

2. Tapi kalau yang dia maksudkan ilmu laduni adalah ilmu-ilmu kanuragan ( ilmu kesaktian ) yang ia dapatkan dengan latihan-latihan tertentu, seperti bertapa di tengah sungai selama 40 hari 40 malam, atau puasa selama 40 hari berturut-turut, atau dengan hanya makan nasi putih saja tanpa lauk dalam jangka waktu tertentu atau dengan cara-cara lain yang sering dikerjakan orang. Maka kita akan teliti dahulu, apakah cara-cara seperti itu pernah diajarkan oleh Rosulullah saw dan para sahabatnya atau tidak ? Kalau jawabannya tidak, berarti dia mendapatkan ilmu tersebut dengan meminta bantuan dari jin dan syetan. Sebagaimana kita banyak dapati sebagian orang bisa kaya mendadak dengan meminta bantuan Jin dan Syetan. Perbuatan seperti ini dilarang oleh Islam, sebagaimana firman Allah didalam surat Jin : 6

“ Dan sesungguhnya ada diantara manusia yang meminta perlindungan dari segolongan Jin , maka segolongan Jin itu hanya aka menambah kepada mereka kesusahan. “

Kita dapati banyak orang pada zaman sekarang yang memelihara Jin untuk memperoleh kekayaan dengan cepat, akhirnya dia menjadi “ tumbal” jin yang ia pelihara. Jin itu memangsa tuannya sendiri. Sungguh Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.

3. Jika ilmu laduni tersebut dia dapatkan dengan bertaqwa kepada Allah dengan menjalankan perintah- perintahNya serta menjauhi segala larangan-Nya sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rosulullah saw, maka kita harus percaya kepadanya, tetapi tidak kita sebut ilmu laduni, kita sebut karomah atau ilham atau firasat, menurut jenis kelebihan yang ia punyai. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah : 282

“ …dan bertaqwalah kamu kepada Allah, niscaya Allah akan mengajarimu …”

Firman Allah di dalam surat Al Hijr : 75

“ Dan sesungguhnya pada peristiwa tersebut ( hancurnya kaum Luth ) merupakan tanda bagi orang- orang yang mempunyai firasat “

Dan banyak dalil –dalil lain yang menyebutkan adanya istilah-istilah tersebut dalam ajaran Islam .

Perlu di garis bawahi, bahwa orang yang punya kelebihan tersebut tidak akan mengaku- ngaku atau mengumumkan ilmu yang ia miliki di depan umum , kecuali kalau ada maslahat dibalik pemberitahuannya, sehingga dengan terpaksa dia memberitahukan ilmunya itu kepada orang lain. Wallahu a’lam.
Beberapa catatan penting


Ada beberapa hal yang perlu penulis tambahkan disini:

(1) Yang pertama :
Bahwa nabi Khidir as tidak diutus kepada nabi Musa as. , sehingga nabi Musa harus mengikuti ajaran nabi Khidir

(2) Yang kedua :
Nabi khidir as,– menurut sebagian para ulama- diutus kepada kaum tertentu, sebagaimana nabi Musa as hanya diutus kepada Bani Israil. Dan suatu hal yang sangat wajar sekali, apabila di satu zaman ada dua nabi atau lebih. Buktinya ? Dalam surat Yasin ayat 13-14, Allah berfirman :

“ Berikan ( wahai Muhammad ) kepada mereka sebuah permitsalan para penduduk suatu negri , ketika datang kepada mereka para utusan Allah . Ketika Kami utus kepada mereka 2 orang rosul, maka mereka mendustakan keduanya, maka Kami perkuat dengan rosul yang ketiga, mereka berkata ; “ Sesungguhnya kami adalah utusan Allah kepada kamu sekalian “

Contoh yang lain adalah nabi Ibrohim, Ismail, Ishaq dan nabi Luth mereka hidup dalam satu zaman. Begitu juga nabi Daud dan Sulaiman, nabi Ya’qub dan Yusuf , nabi Musa , Harun dan Syu’aib, dan terakhir nabi Zakaria, Isa dan Yahya.

(3) Yang ketiga :
Nabi Khidir as juga bukan pengikut nabi Musa as dan tidak diperintahkan untuk mengikutinya, sehingga boleh-boleh saja bagi nabi Khidir as, berbuat tidak seperti apa yang diajarkan nabi Musa as, karena setiap nabi mempunyai manhaj dan syareah yang berbeda-beda.

Kemudian setelah itu datang orang Islam “ yang nyleneh ” mengaku sebagai wali Allah dan mempunyai ilmu laduni , sehingga membolehkan dirinya keluar – atau tidak mengikuti syareah yang di bawa nabi Muhammad saw.( Na’udzibillahi mindzalik).

Jangankan dia, yang namanya nabi Isa as saja, nantinya kalau turun ke bumi lagi untuk membunuh Dajjal, akan ikut dan patuh dengan syareat nabi Muhammad saw.

Berkata Ibnu Abdil Izz al Hanafi :
“ Barang siapa yang menganggap dirinya dengan nabi Muhammad saw sebagaimana nabi Khidir as, dengan nabi Musa as, atau membolehkan orang lain mengerjakan seperti itu( artinya membolehkan orang lain untuk mbalelo dari ajaran Islam ) maka hendaklah dia memperbaharuhi keislamannya , dan mengucapkan syahadat sekali lagi dengan penuh kesungguhan. Karena dengan perbuatannya itu , dia telah keluar dari Islam …..dia bukannya wali Allah , tetapi sebenarnya dia adalah wali syetan. Inilah yang membedakan antara orang- orang zindiq dengan orang-orang yang istiqomah di dalam ajaran Islam, maka perhatikan baik-baik “

(4 ) Yang terakhir :
Nabi Khidir as, menurut pendapat yang benar , telah mati sebagaimana manusia lainnya akan mati. Dalilnya sebagaimana firman Allah di dalam QS Al Anbiya ‘ : 34-35 , :

“ Dan Kami ( Allah ) tidak menjadikan seorang manusia-pun sebelum kamu ( wahai Muhammad) abadi, maka apabila engkau mati, apakah mereka akan abadi ??. Setiap jiwa akan merasakan kematian. Dan Kami akan menimpakan kepada kamu sekalian kejelekan dan kebaikan sebagai ujian bagi kamu. Dan kepada Kami-lah kamu sekalian akan dikembalikan . “

Sumber : al-ukhuwah.com

Laduni Quotient: Kecerdasan yang Berkukuatan dari Ruh Ilahi


REP | 09 June 2011 | 20:13 http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_baca.gifDibaca: 284   http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/img_komen.gifKomentar: 0   http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_nilai.gifNihil
Kali pertama mendengar istilah “laduni”, saat itu, aku masih nyantri di Lasem. Dalam pikiranku, yang disebut-sebut “ilmu laduni” itu hanya dimiliki oleh seorang Gus, keturunan Kiai. Jadi, tak mungkin aku akan mendapatkannya. Meskipun demikian, keinginan untuk mencari tahu informasi yang sebenarnya tentang laduni tak pernah berhenti. Bahkan, setelah dilarang oleh ayahanda, yang menyebutkan bahwa ilmu laduni hanya semacam istilah atau perlambang bagi mereka yang cerdas, tetapi tidak diketahui di mana dia belajar. Menurut beliau, semua orang itu melakukan proses belajar, hanya saja, biasanya seorang Gus mendapat pelajaran privat dari orang tuanya di dalam rumah, sehingga tak diketahui santri lain. Santri lain hanya tahu bahwa Gus tersebut selalu menggunakan waktunya untuk maen dan maen saja, tak pernah belajar, padahal tidak begitu.
Usaha untuk mencari tahu tentang laduni ini memang sempat pudar, saat aku dihadapkan dengan tugas-tugas kampus, saat kuliah. Ditambah lagi, pemikiran yang berkembang di lingkungan kampus memaksaku untuk selalu berpikir rasional, semua harus rasional. Jika tidak, tak perlu diterima. Anehnya, dalam alam seperti itu, aku tetap menyisakan sedikit waktu untuk belajar buku-buku tasawuf, meskipun tak seserius mambaca buku filsafat. Dari sinilah, aku mulai menemukan jalan pikiran yang menemukan tasawuf dan psikologi.
13076251231009255662Setelah itu, dipertemukanlah hamba Allah ini dengan seorang ahli tarekat yang sering kali membaca realitas melalui jalan sufi. Keajaiban demi keajaiban karamah yang dimilikinya telah menjawab beberapa pertanyaanku tentang “ruh” dan kegaiban. Perubahan pemikiran pun terjadi begitu revolusioner dalam diriku, menempatkan kebijaksanaan dalam mahkota pemikiran. Meski demikian, karena tidak menceburkan langsung dalam tarekat, aku tetap memiliki banyak pertanyaan tentang laduni.
Nah, beberapa hari lalu, seorang teman lama menghadiahkan sebuah buku yang diterbitkan oleh perusahaannya. Buku itu berjudul, Laduni Quotient: Model Kecerdasan Masa Depan karya Ilung S. Enha. Dengan penuh antusias, aku membaca buku yang tidak terlalu tebal itu. Akan tetapi, lembar demi lembar aku membacanya, pikiranku selalu dikejutkan dengan analisis yang cenderung di luar konteks pemikiranku: mencerahkan dan menjawab keraguanku atas kecerdasan laduni. Dari sinilah aku semakin yakin bahwa “ilmu laduni” itu benar-benar ada.
Dengan gaya bahasa yang lugas, Ilung S. Enha mencoba menjelaskan bahwa model kecerdasan yang ditemukan Barat, seperti IQ, EQ, dan SQ, ternyata memiliki celah yang cukup longgar untuk dikritik, sebab hanya membahas pikiran yang hanya bersumber dari otak. Bahkan, istilah spiritualitas, dalam persepsi Barat hanya dimaknai sebagai sesuatu yang berhubungan dengan kesadaran diri, semangat menjadi baik, kekuatan menghadapi penderitaan, kemampuan adaptatif, kesanggupan melayani orang lain, berpandangan holistic, berpadunya kata dan tindakan, atau senada dengan itu (hal. 17). Istilah spiritualitas tidak harus dikaitkan dengan kedekatan seseorang terhadap Tuhan.
Oleh sebab itu, ketika aku masih kuliah dulu, sering sekali mendengar adanya perbedaan kuat antara spiritualitas dan religiusitas. Inilah yang mungkin tidak disinggung oleh Ilung dalam buku ini. Barat memang lebih mengunggulkan spiritualitas dibandingkan religiusitas. Karenanya, ateis bukanlah sebuah keanehan di Barat. Meskipun demikian, penjelasan tentang kecerdasan laduni yang dilakukan oleh Ilung merupakan penemuan baru atas keilmuan yang mungkin telah berabad-abad, bahkan sejak Adam dilahirkan. Membaca buku ini, teman-teman akan diajak menjelajah wilayah “ruh” (roh) secara detail, meskipun tak mampu mengalami sendiri. Sebab, pengalaman itu hanya akan didapat jika kita memasuki ranah tarekat.
Tulisanku yang lain ada di Titah Surga

1 komentar:

  1. Assalamualaikum.. Perkenalkan nama saya Rama. Mohon maaf sy ingin bertanya pada saudara. Apakah saudara menguasai ilmu Laduni? Kalau bisa sy mau minta bantuan utk mengusir jin yg setiap hari setiap saat menyiksa saya. Sy sudah sering berobat kemana2 tp belum berhasil. Mohon menghubungi sy, no hp sy 082331213653 sebelumnya sy ucapkan terima kasih.

    BalasHapus