10.11.2001
Tumbuhkan Ketakwaan kita dengan Berzakat
Zakat dan Pendidikan
Suatu kajian yang menarik pada era ini dalam dunia zakat adalah
kajian zakat profesi. Kajian ini telah menarik perhatian ulama serta para pakar
Islam lainnya. Fiqh Zakat Profesi merupakan tuntutan masyarakat modern yang
hidup dalam tatanan masyarakat yang berkembang serta sistem perekonomian yang
telah demikian kompleks. Fenomena yang menonjol dari dunia perekonomian modern
adalah semakin kecilnya orang-orang yang terlibat langsung dengan sektor
produksi dan semakin membesarnya sektor- sektor jasa.
Karena
itulah gaji, upah, intensif dan bonus merupakan variabel penting dalam
pendapatan manusia modern yang nilai kumulatifnya seringkali jauh melampaui
nishab beberapa komoditas yang tercantum dalam nash-nash hadist, seperti hasil
pertanian. Pertanyaan tentang keharusan serta jumlah pendapatan yang perlu
dikeluarkan dalam upaya pembersihan harta (tazkiyatul Maal) sering muncul dari
para eksekutif yang sedang bangkit ruh keislamannya.Suatu kajian yang menarik
pada era ini dalam dunia zakat adalah kajian zakat profesi. Kajian ini telah
menarik perhatian ulama serta para pakar Islam lainnya. Fiqh Zakat Profesi
merupakan tuntutan masyarakat modern yang hidup dalam tatanan masyarakat yang
berkembang serta sistem perekonomian yang telah demikian kompleks. Fenomena
yang menonjol dari dunia perekonomian modern adalah semakin kecilnya
orang-orang yang terlibat langsung dengan sektor produksi dan semakin membesarnya
sektor- sektor jasa.Agama Islam memberi perhatian secara seimbang terhadap unsur materi dan unsur ruhi. Artinya kedua unsur tersebut dalam daur kehidupan manusia, berhak memperoleh peran yang sama, tanpa ada salah satu unsur yang melebihi atau mengurangi peran unsur lain. Inilah salah satu bagian dari istimewanya ajaran islam; keselarasannya dengan fitrah manusia. Secara fitrah, setiap manusia membutuhkan unsur materi dan ruhi, dan keduanya itu diakui oleh Islam.
Agama islam menganjurkan agar keduanya dapat diaplikasikan dalam timbangan yang sama dan sederajat, hingga tak melahirkan kepincangan-kepincangan dalam bersikap. Kita dapat melihat sisi keistimewaan tersebut, misalnya, pada perintah wajib zakat. Perintah zakat, disamping mengandung dimensi materi, juga dimensi ruhi. Bila zakat diterapkan secara benar dan menyeluruh, ia memiliki peran sangat esensial dalam tarbiyah ruhiyah (pembinaan ruhiyah), yang selanjutnya akan merealisasikan keadilan sosial dan melahirkan pertumbuhan ekonomi yang sehat dan pesat, disamping semakin memantapkan kekuatan politik untuk ummat.
Hal lain yang tak kalah penting, zakat memiliki saham besar dalam da'wah dan jihad yang mutlak menghajatkan harta. Urgensi keterkaitan antara da'wah dan harta, tercermin secara implisit dalam kitabullah. Al- Qur'an, tatkala menyebutkan batas pengorbanan seorang muslim kepada Islam, umumnya kata "amwal" (harta) selalu diiringi dengan kata "anfus" (jiwa). " Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, jiwa dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka…." (QS. at- Taubah: 111). Dari sini, tampaknya tidak berlebihan bila dikatakan bahwa zakat merupakan sebuah kewajiban yang memiliki efek peran integral, meliputi pembinaan pribadi, keluarga, masyarakat, negara dan terwujudnya khilafah sebagai sasaran akhir da'wah Islam.
Dari penjelasan di atas, zakat kekayaan misalnya, bukan semata penyerahan sebagian harta dari kaum kaya (aghniya ) kepada kaum miskin (mustahik ), tanpa meninggalkan kesan dan pengaruh. Tetapi ia merupakan salah satu sarana tarbiyah (pembinaan) bagi kaum muslimin. Disamping itu, tatkala diaplikasikan secara benar dan menyeluruh, zakat , ternyata mampu menuangkan lukisan kondisi yang paling indah sepanjang rentang sejarah. Ini terjadi pada era pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ketika melalui zakat, Allah SWT telah mencukupkan semua kebutuhan fuqara dan masakin, melunasi hutang para gharimin, meratakan kesejahteraan dan hasil zakat yang melimpah dan bila diperhatikan, memang banyak sekali sisi-sisi tarbiyah yang diperoleh seorang muslim dengan menjalani perintah wajib zakat harta. Di antaranya ;
Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima'iyyah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis, dan sangat menentukan ( Yusuf Qardhawi, 1993 ), baik dari sisi ajaran maupun dari sisi pembangunan ekonomi ummat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun islam yang lima, sehingga keberadaannya dianggap sebagai ma'lum min ad-dien bi adh-dharurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang. Dan zakat merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah.
Seseorang muslim yang menunaikan zakat, adalah semata-mata didorong oleh keimanannya kepada Allah dengan melaksanakan perintah-perintah Allah SWT. Hal tersebut sama halnya dengan keimanan mereka dalam menunaikan perintah wajib shalat, puasa dan haji. Seorang muslim tidak menganggap bahwa harta yang ia serahkan itu sebagai harta lebihan, harta sampingan dan sebagainya yang ia berikan kepada para fuqara dan masakin. Tetapi di dorong oleh kewajiban yang Allah tetapkan atas dirinya pada hartanya. Karena itulah, zakat ibarat proyek latihan bagi seorang muslim, dalam menjalankan perintah Allah. Dalam Surat at-Taubah, Allah SWT menjelaskan bahwa penunaian zakat merupakan pintu masuknya seseorang ke dalam Islam. " dan bila mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudaramu seagama…." (QS. At-Taubah: 11)
Zakat, juga bisa dijadikan sebagai neraca, guna menimbang kekuatan iman seorang mu'min serta tingkat kecintaannya yang tulus kepada Rabbul 'izzati. Sebagai tabi'atnya, jiwa manusia senantiasa dihiasi oleh rasa cinta kepada harta, sebagaimana firman Allah di dalam Surat Ali- Imran ayat: 14 ; "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). "
Ketika seorang mu'min menyerahkan hartanya semata-mata karena mengharap keridhaan Allah dan dilandasi keimanannya atas mulkiyah Allah, maka hal tersebut praktis menjadi indikasi kekuatan imannya. Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya' Ulumuddin, memaparkan bahwa melalui zakat, Allah SWT menguji derajat keimanan seorang hamba yang mencintai-Nya, melalui kesediaannya berpisah dengan sesuatu yang ia cintai demi cintanya kepada Allah SWT. Ketika menyifatkan tingkat ibadah orang-orang mu'minin yang bertaqwa, Allah menyebutkan bahwa sikap mereka diantaranya menyisihkan harta mereka sebagai hak orang miskin. Disebutkan dalam surat adz-Dzariyat ayat: 19 " Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tak mendapat bagian (tidak meminta)."
Begitu pula dalam surat al-Mu'minun ayat: 1-4 ; "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat." Lebih tegas lagi, Rasulullah SAW bersabda, " Sesungguhnya kesempurnaan Islam kalian adalah bila kalian menunaikan zakat bagi harta kalian." (HR. Imam Bazzar).
Selain itu zakat juga akan membiasakan jiwa manusia mampu melepaskan diri dari jeratan hawa nafsu dan sifat kikir, disebabkan cinta buta kepada harta. Dengan menunaikan zakat kekayaan berarti seorang mu'min berhasil mengatasi dan menghinakan kencenderungan hawa nafsunya, lalu meringankan tangannya mengeluarkan infaq fii sabilillah. Orang-orang yang tak mampu melakukan hal tersebut, disebut sebagai 'abdul maal atau hamba harta. Rasulullah SAW bersabda, "Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba sutera." (Muttafaq 'alaih).
Bila jiwa telah dibersihkan dari kecenderungan yang berlebihan terhadap harta, maka seseorang akan dapat menghirup kehidupan dengan penuh ketenangan, dan menyerahkan ketaatannya secara mutlak kepada Allah SWT. Mereka adalah orang-orang yang mendapat anugerah Allah berupa dilenyapkannya rasa khawatir dan dihilangkannya rasa sedih, sebagaimana diungkapkan di dalam Al-Qur'an, "Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang di nafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan orang yang menerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. " (QS. Al-Baqarah: 262)
Zakat, selain diwajibkan atas harta yang dapat terlihat, dan bisa diketahui serta dihitung oleh selain pemilik harta, juga wajib ditunaikan atas harta tersembunyi. Artinya yang tak dapat diketahui dan terhitung, kecuali pemiliknya. Karena itu mungkin saja bagi orang-orang yang lemah imannya akan menyembunyikan atau menutupi sebagian harta yang mereka miliki, hingga tidak terhitung zakatnya. Namun, bagi seorang muslim yang bertaqwa, yang keimanannya mengakar dalam jiwa, akan menyadari betapa Allah SWT, Yang Maha Mengetahui pengkhianatan mata dan Yang Maha Mengetahui apa yang tersembunyi di dalam hati, akan tetap berlaku benar. Meski tanpa adanya pengawasan secara zahir, ia senantiasa merasa bahwa dirinya dan seluruh yang ia miliki tak mungkin luput dari pengetahuan Allah SWT. "Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan ." (QS. Al- Anbiyaa: 47).
Dari sisi lain, menunaikan zakat juga akan menanamkan rasa takut kepada Allah. Mengingatkan jiwa akan saat tibanya hari perhitungan. Sebab dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari Dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda bahwa dua kaki seorang hamba tidak akan melangkah pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang empat hal. Diantaranya, tentang hartanya dari mana diperoleh dan ke mana dipergunakan.
Harta yang dimiliki, pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. Allah lah yang kemudian melimpahkan amanah kepada para pemilik harta, agar dari harta itu dikeluarkan zakatnya. Dan disinilah mental sikap amanah dipupuk, sebab seorang muslim dituntut untuk menyampaikan amanah kepada ahlinya. Sikap amanah, tidak hanya tumbuh dalam diri orang yang berzakat, tetapi juga pada para petugas atau amil zakat. Yakni dalam membagi dan menyalurkan seluruh harta zakat kepada yang berhak. Dahulu, dalam hal operasional zakat, rasulullah SAW dan para sahabat r.a. menerapkan seleksi ketat untuk memilih para amil zakat. Kriteria sifat standar yang dipegang Rasulullah dan para sahabatnya, pertama adalah orang yang benar-benar memiliki sifat amanah, mengerti permasalahan dan kehidupannya mencukupi. Rasulullah bahkan memberi motivasi kepada para amil zakat dalam sabdanya, " Amil shadaqah (zakat) yang melakukan tugasnya dengan dan ikhlas semata karena Allah, ia laksana orang yang berperang di jalan Allah, sampai ia kembali lagi ke rumahnya." (HR. Ahmad)
10.11.2001
Menumbuhkan Kesadaran Berzakat
HUKUM, URGENSI DAN HIKMAH ZAKAT
Ditengah-tengah berbagai krisis yang sedang melanda bangsa kita sekarang ini, sudah sepantasnya (bahkan seharusnya) apabila kita melihat secara lebih seksama dan sungguh-sungguh beberapa jalan keluar yang dikemukakan ajaran islam, yang kita yakini kebenarannya dan ketepatannya (QS. 2:2 ,QS. 2:147, QS. 17:9). Salah satunya adalah penataan zakat, infak dan shadaqah (ZIS) secara benar dan bertanggung jawab.
Zakat
adalah ibadah maaliyah ijtima'iyah yang memiliki posisi yang sangat penting,
strategis dan menentukan (Yusuf Qordhowi, Al Ibadah, 1993) baik dari sisi
ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan ummat. Sebagai suatu ibadah pokok
zakat termasuk salah satu rukun Islam yang lima, seperti diungkapkan hadits
nabi (Mus'id As-Sa'dani Al Arba'in An-Nawawiyyah, 1994) sehingga keberadaannya
dianggap makhan min ad-dien bi adl-dlarurah (ketahui secara otomatis adanya dan
merupakan bagian mutlak dari keislaman) (Ali Yafie, Fiqh Sosial, 1994). Di
dalam Al Qu'ran terdapat kurang lebih 27 ayat yang mensejajarkan shalat dengan
kewajiban zakat, dan hanya satu kali disebutkan dalam konteks yang sama akan
tetapi dalam ayat berbeda, yaitu surat Al-Mukminun ayat 2 dengan ayat 4 (Yusuf
Qardhawi, Fiqh Zakat, 1973).Ditengah-tengah berbagai krisis yang sedang melanda bangsa kita sekarang ini, sudah sepantasnya (bahkan seharusnya) apabila kita melihat secara lebih seksama dan sungguh-sungguh beberapa jalan keluar yang dikemukakan ajaran islam, yang kita yakini kebenarannya dan ketepatannya (QS. 2:2 ,QS. 2:147, QS. 17:9). Salah satunya adalah penataan zakat, infak dan shadaqah (ZIS) secara benar dan bertanggung jawab.
Al Qur'an menyatakan bahwa kesediaan berzakat di pandang sebagai indikator utama kedudukan seseorang kepada ajaran Islam (QS. 9:5 dan QS. 9:11), sekaligus sebagai ciri orang yang mendapatkan kebahagiaan (QS. 23:4), akan mendapatkan rahmat dan pertolonganNya (QS.9: 71 dan QS. 22: 40-41). Kesadaran berzakat dipandang sebagai orang yang memperhatikan hak fakir miskin dan para mustahik (orang yang berhak mendapatkan zakat) lainnya (QS. 9:60), sekaligus dipandang sebagai orang yang membersihkan, menyuburkan dan mengembangkan hartanya serta mensucikan jiwanya (QS. 9:103 dan QS. 30:39).
Sebaliknya Al Qur'an dan hadits Nabi memeberkan peringatan keras terhadap orang yang enggan mengeluarkannya, berhak untuk diperangi (HR. Imam Bukhari dan Muslim dari sanadnya Ibnu Umar), harta bendanya akan hancur dirusak (HR. Imam Bazzar dan Baihaqi), dan apabila keengganan itu memasal, maka Allah SWT akan menurunkan ahzab Nya dalam bentuk kemarau yang panjang (HR. Imam Thabrani). Sedangkan di akhirat nanti, harta benda yang tidak dikeluarkannya akan menjadi azab bagi pemiliknya (QS. 9:34-35) dan HR. Imam Muslim dari sanadnya Jabir bin Abdullah. Karena itu Khalifah Abu Bakar Siddiq bertekad untuk memerangi orang yang mau shalat tetapi secara sadar dan sengaja enggan untuk berzakat (Sayid Sabiq, Fiqh Sunah, 1968). Abdullah bin mas'ud menyatakan bahwa, barang siapa yang melaksanakan shalat tetapi enggan melaksanakan zakat, maka tidak ada shalat baginya (abdul Qasim bin Salam, Al Amwaal, 1986).
Disamping zakat, dikenal pula infaq dan shadaqah, yang keduanya merupakan bagian dari keimanan seseorang, artinya infaq dan shadaqah itu merupakan ciri utama orang yang benar keimanannya (QS. 8: 3-4), ciri utama orang yang bertaqwa (QS. 2: 3 dan QS. 9: 134), ciri mu'min yang mengharapkan balasan yang abadi dari Allah SWT (QS. 35: 29). Atas dasar itu, infaq dan shadaqah sangat dianjurkan dalam segala keadaan, sesuai dengan kemampuan (Qs 3: 134). Jika enggan berinfaq, maka sama halnya dengan menjatuhkan diri pada kebinasaan (QS. 2: 195). Infaq dan shadaqah tidak ditentukan jumlahnya (bisa besar, kecil banyak atau sedikit) tidak ditentukan pula sasaran penggunannya, yaitu semua kebaikan yang diperintahkan ajaran Islam (QS. 2:213).
HIKMAH ZIS
Kewajiban zakat dan dorongan untuk terus menerus berinfaq dan bershadaqah yang demikian mutlak dan tegas itu, disebabkan karena di dalam ibadah ini terkandung berbagai hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik, bagi muzakki (orang yang harus berzakat), mustahik maupun masyarakat keseluruhan, antara lain tersimpul sebagai berikut :
Pertama, Sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan harta yang dimiliki.
Kedua, Menolong, membantu dan membina kaum dhuafa (orang yang lemah secara ekonomi) maupun mustahik lainnya kearah kehidupannnya yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus memeberantas sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul ketika mereka (orang-orang fakir miskin) melihat orang kaya yang berkecukupan hidupnya tidak memperdulikan mereka.
Ketiga, Sebagai sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan oleh ummat Islam, seperti saran ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi, sekaligus sarana pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) muslim.
Keempat, Untuk mewujudkan keseimbangan dalam kepemilikan dan distribusi harta, sehingga diharapkan akan lahir masyarakat marhammah diatas prinsip ukhuwah Islamiyyah dan takaful ijtima'i.
Kelima, Menyebarkan dan memasyarakatkan etika bisnis yang baik dan benar.
HARTA YANG DIKELUARKAN ZAKATNYA
Salah satu pembahasan penting dalam fiqh zakat, adalah menentukan sumber-sumber kekayaan (Al Amwal az zakawiyyah) yang wajib dikeluarkan zakatnya. Al Qur'an dan hadits secara ekslisit menyebutkan 7 (tujuh) jenis kekayaan yang wajib dizakati, yaitu emas, perak, hasil tanaman dan buah-buahan, barang dagangan, ternak, hasil tambang dan barang temuan (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah, 1986). Sementara itu menurut Ibnul Qoyim al Jauzi (Zaadul Ma'ad, 1925) bahwa zakat harta itu terbagi dalam empat kelompok besar ; pertama, kelompok tanaman dan buah-buahan, kedua, kelompok hewan ternak, ketiga, kelompok emas dan perak, dan keempat, kelompok harta perdagangan. Sedangkan rikaz (harta temuan) sifatnya hanya insidentil atau sewaktu-waktu. Disamping hal-hal tersebut sifatnya rinci, Al Qur'an menjelaskan pula yang wajib dikeluarkan zakat atau infaqnya, dengan kata-kata amwaal (segala macam harta benda , QS. 9:103) dan Kasabu (segala macam usaha yang halal, QS. 2:267).
"Dengan demikian, maka segala macam harta, usaha, penghasilan dan pendapatan dari profesi apapun yang halal apabila telah memenuhi persyaratan berzakat, maka harus dikeluarkan zakatnya."
Salah satu persyaratan penting dalam berzakat adalah nishab (harta yang telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara', sedang harta yang tidak sampai pada nishabnya terbebas dari zakat). Nishab zakat penghasilan dan pendapatan pada umumnya dianalogikan pada nishab harta perdagangan yaitu sebesar 85 gram emas per tahun, dengan zakatnya 2,5 %. Bagi yang berpenghasilan tetap, zakatnya bisa dikeluarkan setiap bulan atau bisa pula setiap tahun, tergantung pada cara termudah untuk melakukannya. Adapun jika penghasilan tidak menentu waktunya, misalnya jasa konsultan proyek ataupun penghasilan lainnya, maka pengeluaran zakatnya pada saat menerimanya.
Terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang kebutuhan pokok yang boleh dipotong terlebih dahulu (bukan keharusan) sebelum dikeluarkan zakatnya. Sebagian menyatakan terbatas hanya pada kebutuhan sandang, pangan dan papan, sebagian lagi menyatakan ditambah segala macam kebutuhan yang berkaitan dengan tugas (pekerjaan) seperti transportasi dan sebagainya. Sebenarnya jika melihat sejarah, yang lebih obyektif untuk menentukan muzakki adalah amil (pengelola) zakat. (cyp/pkpu)
Sumber : KH. Dr. Didin Hafidhuddin, M.Sc
10.11.2001
Zakat Dan Peranannya Dalam Krisis
Oleh
: Naharus Surur(Direktur Pos Keadilan Peduli Ummat)
I.
PENDAHULUAN
Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah Syahadat dan Sholat, sehingga merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin.Bila saat ini kaum muslimin sudah sangat faham tentang kewajiban sholat dan manfaatnya dalam membentuk kesholehan pribadi.Namun tidak demikian pemahamaannya terhadap kewajiban terhadap zakat yang berfungsi untuk membentuk keshalehan sosial.Implikasi keshalehan sosial ini sangat luas,kalau saja kaum muslimin memahami tentang hal tersebut.Pemahaman sholat sudah merata dikalangan kaum muslimin ,namun belum demikian terhadap zakat.
Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah Syahadat dan Sholat, sehingga merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin.Bila saat ini kaum muslimin sudah sangat faham tentang kewajiban sholat dan manfaatnya dalam membentuk kesholehan pribadi.Namun tidak demikian pemahamaannya terhadap kewajiban terhadap zakat yang berfungsi untuk membentuk keshalehan sosial.Implikasi keshalehan sosial ini sangat luas,kalau saja kaum muslimin memahami tentang hal tersebut.Pemahaman sholat sudah merata dikalangan kaum muslimin ,namun belum demikian terhadap zakat.
Dalam sejarah perjalanan masyarakat Islam,ajaran zakat sudah mulai
dilupakan dan disempitkan artinya. Zakat seolah-olah hanya merupakan kewajiban
individu dan dilaksanakan dalam rangka menggugurkan kewajiban individu terhadap
perintah Allah ini.Sehingga zakat menjadi apa yang sering disebut sebagai
ibadah mahzhah individu kaum muslimin.Dari suatu ajaran yang luas dan mendalam
yang dikembangkan oleh Rasul dan Sahabat di Madinah,zakat menjadi sebuah ajaran
yang sempit bersama mundurnya peranan Islam di panggung
politik,ekonomi,ilmu,dan peradaban manusia.
Dalam akhir abad kedua puluh ini, bersamaan dengan kebangkitan
kembali umat Islam diberbagai sektor kehidupan, ajaran zakat juga menjadi salah
satu sektor yang mulai digali dari berbagai dimensinya. Meningkatnya
kesejahteraan ummat Islam memberikan harapan baru dalam mengaktualisasikan
zakat. Apalagi kebangkitan ekonomi di dunia barat khususnya yang didasari
pemikiran kapitalistik telah menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan ini
seperti;kesenjangan dalam kehidupan sosial ekonomi.
Tidak terkecuali Indonesia juga mengalami booming ekonomi,namun
sekarang hancur lebur.Akibat dari itu mengakibatkan multi krisis yang
berkepanjangan hingga hari ini.Pemerintah tidak mampu menggerakkan ekonomi
makro dan ekonomi mikro alhamdulillah masih berjalan walaupun tidak seperti
masa tak krisis dulu.
Disaat krisis seperti ini masyarakat masih mampu memberikan
sebagian hartanya melalui zakat,infaq dan shodaqohnya untuk meringankan
penderitaan saudaranya yang lain,baik yang di daerah krisis, bencana, konflik,
dan daerah yang lain. Melihat potensi dana masyarakat yang disalurkan dalam
wujud ZIS ini,maka pemerintah melalui Depag dan Depkes memobilisir dana- dana
sosial keagamaan dalam rangka membantu ibu dan anak yang rawan terkena
penyakit.
II.
DEFINISI ZAKAT
Secara bahasa zakat berarti tumbuh, bersih, berkembang dan berkah. Seorang yang membayar zakat karena keimanannya niscaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Allah berfirman disurat At-Taubah ayat 103, artinya: "Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka". Surat Al-Baqaraah 276, artinya: "Allah memusnahkan riba dan mengembangkan sedekah". Disebutkan dalam hadist Rasulullah saw yang diriwatkan Bukhari dan Muslim, ada malaikat yang senantiasa berdo'a setiap pagi dan sore :
Secara bahasa zakat berarti tumbuh, bersih, berkembang dan berkah. Seorang yang membayar zakat karena keimanannya niscaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Allah berfirman disurat At-Taubah ayat 103, artinya: "Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka". Surat Al-Baqaraah 276, artinya: "Allah memusnahkan riba dan mengembangkan sedekah". Disebutkan dalam hadist Rasulullah saw yang diriwatkan Bukhari dan Muslim, ada malaikat yang senantiasa berdo'a setiap pagi dan sore :
Artinya: "Ya Allah berilah orang berinfak gantinya". Dan
berkata yang lain: "Ya Allah jadikanlah orang yang menahan infak
kehancuran".
Sedangkan menurut terminology Syari'ah zakat berarti kewajiban
atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu
dan dalam waktu tertentu.
Keterangan definisi : Kewajiban atas sejumlah harta tertentu,
berarti zakat adalah kewajiban atas harta yang bersifat mengikat dan bukan
anjuran. Kewajiban tersebut terkena kepada setiap muslim (baligh atau belum,
berakal atau gila) ketika mereka memiliki sejumlah harta yang sudah memenuhi
batas nisabnya. Kelompok tertentu adalah mustakihin yang terangkum dalam 8
asnhaf. Waktu untuk mengeluarkan zakat adalah ketika sudah berlalu setahun
(haul) untuk zakat emas, perak, perdagangan dll, ketika panen untuk hasil
tanaman, ketika memperolehnya untuk rikaz dan ketika bulan Ramadhan sampai
sebelum shalat 'Iid untuk zakat fitrah.
III.
LANDASAN KEWAJIBAN ZAKAT
Zakat adalah rukun Islam ketiga yang diwajibkan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah diwajibkannya puasa Ramadhan dan zakat Fitrah. Ayat-ayat zakat, shodaqah dan infaq yang turun di Makkah baru berupa anjuran dan penyampaiannya menggunakan metodologi pujian bagi yang melaksanakannya dan cacian atau teguran bagi yang meninggalkannya.
Zakat adalah rukun Islam ketiga yang diwajibkan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah diwajibkannya puasa Ramadhan dan zakat Fitrah. Ayat-ayat zakat, shodaqah dan infaq yang turun di Makkah baru berupa anjuran dan penyampaiannya menggunakan metodologi pujian bagi yang melaksanakannya dan cacian atau teguran bagi yang meninggalkannya.
Zakat tidak diwajibkan kepada semua nabi dan rasul, karena zakat
berfungsi sebagai alat pembersih kotoran dan dosa, sedangkan para nabi dan
rasul terbebas dari dosa dan kemaksiatan karena mereka mendapat jaminan
penjagaan dari Allah swt. Disamping itu kekayaan yang ada ditangan para nabi
adalah titipan dan amanah Allah swt yang tidak dapat diwariskan.
Landasan kewajiban zakat disebutkan dalam Al Qur'an, Sunnah dan
Ijma Ulama.
1.
AL QUR'AN
§ Surat Al-Baqaraah ayat 43: Artinya: "Dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat dan ruku'lah bersama dengan orang-orang yang ruku'".
§ Surat At-Taubah ayat 103: Artinya: "Ambilah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka
dan do'akanlah mereka karena sesungguhnya do'amu dapat memberikan ketenangan
bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".
§ Surat Al An'aam ayat 141: Artinya: "Makanlah buahnya jika
telah berbuah dan tunaikan haknya (kewajibannya) dihari memetik hasilnya
(dengan dikeluarkan zakatnya)".
2.
SUNNAH
§ Rasulullah saw bersabda yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari
Abdullah bin Umar: Artinya: "Islam dibangun atas lima rukun: Syahadat
tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad saw utusan Allah, menegakkan shalat,
membayar zakat, menunaikan haji dan puasa Ramadhan".
§ Hadist diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari Ali ra: Artinya:
"Sesungguhnya Allah mewajibkan (zakat) atas orang-orang kaya dari umat
Islam pada harta mereka dengan batas sesuai kecukupan fuqoro diantara mereka.
Orang-orang fakir tidak akan kekurangan pada saat mereka lapar atau tidak
berbaju kecuali karena ulah orang-orang kaya diantar mereka. Ingatlah bahwa
Allah akan menghisab mereka dengan keras dan mengadzab mereka dengan
pedih".
3.
IJMA
Ulama baik salaf (klasik) maupun khalaf (kontemporer) telah sepakat akan kewajiban zakat dan bagi yang mengingkarinya berarti telah kafir dari Islam.
Ulama baik salaf (klasik) maupun khalaf (kontemporer) telah sepakat akan kewajiban zakat dan bagi yang mengingkarinya berarti telah kafir dari Islam.
IV.
PERBEDAAN ANTARA ZAKAT,
INFAK DAN SHODAQOH
Dalam penjelasan tentang makna terminologis dari zakat, kita telah mengetahui bahwa zakat adalah kewajiban harta yang spesifik, memiliki syarat tertentu, alokasi tertentu dan waktu tertentu. Adapun infak yaitu mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat.
Dalam penjelasan tentang makna terminologis dari zakat, kita telah mengetahui bahwa zakat adalah kewajiban harta yang spesifik, memiliki syarat tertentu, alokasi tertentu dan waktu tertentu. Adapun infak yaitu mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat.
Infak ada yang wajib ada yang sunnah. Infak wajib diantaranya
kafarat, nadzar, zakat dll. Infak sunnah diantaranya infak kepada fakir miskin
sesama muslim, infak bencana alam dll.
Adapun shodaqoh maknanya lebih luas dari zakat dan infak. Shodaqoh
dapat bermakna infak, zakat dan kebaikan non materi. Dalam hadist riwayat
Muslim, Rasulullah saw memberi jawaban kepada orang-orang miskin yang cemburu
terhadap orang kaya yang banyak bershodaqoh dengan hartanya, beliau bersabda:
"Setiap tasbih adalah shodaqoh, setiap takbir shodaqoh,
setiap tahmid shodaqoh, setiap tahlil shodaqoh, amar ma'ruf shodaqoh, nahi
munkar shodaqoh dan menyalurkan syahwatnya pada istri juga shodaqoh".
Shodaqoh adalah ungkapan kejujuran (shidq) iman seseorang. Oleh
karena itu Allah swt menggabungkan antara orang yang memberi harta dijalan
Allah dengan orang yang membenarkan adanya pahala yang terbaik. Antara yang
bakhil dengan orang yang mendustakan. Disebutkan dalam surat Al-Lail ayat 5-10
artinya: "Adapun orang yang memberikan (hartanya dijalan Allah) dan
bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak
akan menyiapkan baginya (jalan) yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil
dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami
menyiapkan baginya (jalan) yang sukar".
V.
SYARAT HARTA YANG WAJIB
DIZAKATI
Harta yang akan dikeluarkan zakatnya harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:
Harta yang akan dikeluarkan zakatnya harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:
1.
Harta yang Halal dan Baik
Allah swt berfirman dalam surat Al-Baqaraah ayat 267, artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Allah swt berfirman dalam surat Al-Baqaraah ayat 267, artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Disebutkan dalam hadist riwayat Muslim, Rasulullah saw bersabda:
Artinya: "Allah tidak menerima zakat dari harta yang tidak sah"
2.
Harta Produktif (Nama')
Harta produktif adalah harta yang berkembang baik secara konkrit atau tidak. Secara konkrit dengan melalui pengembangan usaha, perdagangan, saham dll. Melalui tangan sendiri atau orang lain. Sedangkan tidak konkrit yaitu harta tersebut berpotensi untuk berkembang. Hal ini sesuai makna zakat itu sendiri yang berarti berkembang.
Harta produktif adalah harta yang berkembang baik secara konkrit atau tidak. Secara konkrit dengan melalui pengembangan usaha, perdagangan, saham dll. Melalui tangan sendiri atau orang lain. Sedangkan tidak konkrit yaitu harta tersebut berpotensi untuk berkembang. Hal ini sesuai makna zakat itu sendiri yang berarti berkembang.
Harta yang tidak berkembang dan tidak berpotensi untuk
dikembangkan tidak wajib dikenai zakat, sesuai dengan hadist Rasulullah saw
riwayat Muslim: Artinya: "Seorang muslim tidak wajib mengeluarkan zakat
dari kuda dan budaknya".
3.
Milik Penuh dan Berkuasa Menggunakannya
Pada hakekatnya kepemilikan mutlak pada harta adalah Allah swt, tetapi Allah swt memberikan hak kepemilikan harta kepada manusia secara terbatas. Harta yang dimiliki manusia secara penuh maksudnya bahwa manusia ia berkuasa memiliki dan memanfaatkannya secara penuh. Pemilikan dan pemanfaatan harta harus sesuai dengan aturan-aturan Islam.
Pada hakekatnya kepemilikan mutlak pada harta adalah Allah swt, tetapi Allah swt memberikan hak kepemilikan harta kepada manusia secara terbatas. Harta yang dimiliki manusia secara penuh maksudnya bahwa manusia ia berkuasa memiliki dan memanfaatkannya secara penuh. Pemilikan dan pemanfaatan harta harus sesuai dengan aturan-aturan Islam.
4.
Mencapai Nishab (Standar
Minimal Harta yang dikenakan zakat)
Kekayaan yang belum mencapai nishab tidak terkenak kewajiban zakat. Karena ketika seseorang belum memiliki kekayaan yang mencapai nishab, berarti masih masuk kategori miskin dan berhak mendapat zakat. Sedangkan ketika kekayaan mencapai nishab berarti sudah dapat mencukupi untuk kehidupan sehari-hari dalam waktu satu tahun. Sehingga ketika dikenakan zakat tidak akan membahayakan dirinya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Kekayaan yang belum mencapai nishab tidak terkenak kewajiban zakat. Karena ketika seseorang belum memiliki kekayaan yang mencapai nishab, berarti masih masuk kategori miskin dan berhak mendapat zakat. Sedangkan ketika kekayaan mencapai nishab berarti sudah dapat mencukupi untuk kehidupan sehari-hari dalam waktu satu tahun. Sehingga ketika dikenakan zakat tidak akan membahayakan dirinya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Rasulullah saw bersabda: Artinya: "Tidak wajib zakat kecuali
orang kaya" (HR Bukhari, mualaq dan Ahmad, mausul)
5.
Surplus dari Kebutuhan
Primer dan Terbebas dari Hutang
Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini, apakah harta yang dikeluarkan zakatnya harta penghasilan bersih seltelah dikurangi kebutuhan primer, ataukah harta penghasilan kotor? Disisi lain kebutuhan primer setiap orang bersifar relatif dan tidak terukur, sehingga jika syarat surplus dari kebutuhan primer diberlakukan dapat dipastikan banyak yang tidak membayar zakat, walaupun sudah memiliki harta melebihi nishabnya.
Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini, apakah harta yang dikeluarkan zakatnya harta penghasilan bersih seltelah dikurangi kebutuhan primer, ataukah harta penghasilan kotor? Disisi lain kebutuhan primer setiap orang bersifar relatif dan tidak terukur, sehingga jika syarat surplus dari kebutuhan primer diberlakukan dapat dipastikan banyak yang tidak membayar zakat, walaupun sudah memiliki harta melebihi nishabnya.
Ulama madzhab Hanafi menentukan bahwa harta yang dikeluarkan
zakatnya adalah harta yang bersih setelah dikurangi kebutuhan rutin. Alasan ini
cukup kuat, karena zakat diwajibkan bagi orang kaya sesuai hadist, "tidak
wajib bayar zakat kecuali orang kaya". Manakala pendapatan seseorang hanya
cukup untuk memenuhi kebutuhan harian diri dan keluarganya berarti dia tidak
termasuk orang kaya, kecuali jika setelah kebutuhan keluarganya terpenuhi masih
memiliki kelebihan yang mencapai nishab, berarti ia wajib bayar zakat. Hal ini
juga dikuatkan oleh ayat Al-Qur'an surat Al-Baqaraah 219, artinya: "Dan
mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah "Yang lebih
dari keperluan". Menurut Ibnu Abbas 'sesuatu yang lebih' adalah 'sesuatu
yang lebih dari kebutuhan keluarga'.
Zakat juga hanya dikenakan jika terbebas dari hutang. Karena
hutang merupakan beban yang harus ditunaikan. Walaupun seseorang memiliki
banyak kekayaan tetapi jika memiliki banyak hutang maka tidak termasuk orang
kaya yang harus membayar zakat, apalagi jika hutangnya lebih besar dari
kekayaan. Dan dalam Islam, seseorang yang memiliki banyak hutang disebut
ghariim yang berhak menerima zakat. Jika melihat fenomena sekarang dimana
mayoritas manusia memiliki hutang, maka terdapat pendapat yang baik dana patut
dipertimbangkan, yaitu hutang yang terbebas dari zakat adalah hutang yang jatuh
tempo.
6.
Haul (Sudah Berlalu
Setahun)
Disebutkan dalam hadist riwayat Abu Dawud: Artinya: "Tidak wajib membayar zakat sampai sudah berlalu satu tahun"
Disebutkan dalam hadist riwayat Abu Dawud: Artinya: "Tidak wajib membayar zakat sampai sudah berlalu satu tahun"
Ulama tabi'in dan fuqoha sepakat tentang ketentuan haul pada
beberapa harta yang wajib dizakati seperti emas, perak, perdagangan, hewan dll.
Dan haul tidak berlaku pada zakat pertanian, rikaz, barang tambang dll. Untuk
hasil pertanian disebutkan dalam surat Al An'aam aya 141, artinya: "Dan
tunaikanlah haknya dihari memetik hasilmu (dengan dikeluarkan zakatnya)".
VI.
MACAM-MACAM HARTA YANG
WAJIB DIZAKATI
Dalam buku-buku Fiqh, harta-harta yang wajib dizakati terdiri dari dua macam yaitu Zakat Harta dan Zakat Fitrah. Kemudian Zakat Harta dibagi lagi menjadi beberapa sub bagian sbb.:
Dalam buku-buku Fiqh, harta-harta yang wajib dizakati terdiri dari dua macam yaitu Zakat Harta dan Zakat Fitrah. Kemudian Zakat Harta dibagi lagi menjadi beberapa sub bagian sbb.:
1.
Zakat Emas, Perak dan Perhiasan
2.
Zakat Hewan dan Produk
Hewani
3.
Zakat Pertanian dan Hasil
Bumi
4.
Zakat Barang Perdagangan
5.
Zakat Rikaz dan Barang
Tambang
VII.
ZAKAT DAN PAJAK
Banyak orang berusaha menyamakan antara zakat dan pajak, sehingga konsekwensinya ketika seseorang sudah membayar pajak maka gugurlah pembayaran zakatnya. Sementara sebagian lain menolak bahwa zakat sama dengan pajak atau sebagai alternatif dari kewajiban zakat. Zakat dan pajak adalah dua pungutan wajib yang memiliki karakteristik berbeda.
Banyak orang berusaha menyamakan antara zakat dan pajak, sehingga konsekwensinya ketika seseorang sudah membayar pajak maka gugurlah pembayaran zakatnya. Sementara sebagian lain menolak bahwa zakat sama dengan pajak atau sebagai alternatif dari kewajiban zakat. Zakat dan pajak adalah dua pungutan wajib yang memiliki karakteristik berbeda.
Jika dilihat secara cermat memang ada persamaan antara zakat dan
pajak, tetapi disisi lain banyak juga perbedaannya.
Persamaan antara Zakat dan Pajak:
1.
Bersifat wajib dan
mengikat atas harta penduduk suatu negeri, apabila melalaikannya terkena
sanksi.
2.
Zakat dan pajak harus
disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai efisiensi penarikan keduanya dan
alokasi penyalurannya. Dalam pemerintahan Islam, zakat dan pajak dikelola oleh
negara.
3.
Tidak ada ketentuan
memperoleh imbalan materi tertentu didunia.
4.
Dari sisi tujuan ada
kesamaan antara keduanya yaitu untuk menyelesaikan problem ekonomi dan
mengentaskan kemiskinan yang terdapat di masyarakat.
Perbedaan antara Zakat dan Pajak
Perbedaan
|
Zakat
|
Pajak
|
Keterangan
|
Nama Berarti
|
bersih, bertambah dan berkembang
|
Utang, pajak, upeti
|
Seseorang yang membayar zakat hartanya menjadi bersih dan berkah
tidak demikian dengan pajak
|
Dasar Hukum
|
Al Qur'an dan As Sunnah
|
Undang-undang suatu negara
|
Pembayaran zakat bernilai ibadah dan pendekatan diri kepada
Allah sedangkan dalam membayar pajak hanya melaksanakan kewajiban warga
negara
|
Nishab dan Tarif
|
Ditentukan Allah dan bersifat mutlak
|
Ditentukan oleh negara dan yang bersifat relatif Nishab zakat
memiliki ukuran tetap sedangkan pajak berubah-ubah sesuai dengan neraca
anggaran negara
|
|
Sifat
|
Kewajiban bersifat tetap dan terus menerus
|
Kewajiban sesuai dengan kebutuhan dan dapat dihapuskan
|
|
Subyek
|
Muslim
|
Semua warga negara
|
|
Obyek Alokasi Penerima
|
Tetap 8 Golongan
|
Untuk dana pembangunan dan anggaran rutin
|
|
Harta yang Dikenakan
|
Harta produktif
|
Semua Harta
|
|
Syarat Ijab Kabul
|
Disyaratkan
|
Tidak Disyaratkan
|
|
Imbalan
|
Pahala dari Allah dan janji keberkahan harta
|
Tersedianya barang dan jasa publik
|
|
Sanksi
|
Dari Allah dan pemerintah Islam
|
Dari Negara
|
|
Motivasi Pembayaran
|
Keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ketaatan dan ketakutan pada
negara dan sanksinya
|
ada pembayaran pajak dimungkinkan adanya manipulasi besarnya
jumlah harta wajib pajak dan hal ini tidak terjadi pada zakat
|
|
Perhitungan
|
Dipercayakan kepada Muzaki dan dapat juga dengan bantuan Selalu
menggunakan jasa akuntan pajak
|
|
|
VIII.
PEMBAYARAN PAJAK
Pembayaran pajak dapat dibenarkan dalam Syari'at Islam karena memiliki beberapa konsideran:
Pembayaran pajak dapat dibenarkan dalam Syari'at Islam karena memiliki beberapa konsideran:
1.
Solidaritas sosial dan
tolong menolong sesama muslim dan sesama umat manusia merupakan kewajiban.
Allah berfirman dalam surat Al_maidah ayat 2, artinya: "Dan tolong
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran".
2.
Sasaran zakat terbatas
sedangkan kebutuhan negara tidak terbatas. Para ahli fiqh tidak boleh mercampur
adukkan harta zakat dengan pajak. Berkata Abu Yusuf: "Tidaklah layak
kiranya harta kharaj (pajak bumi) digabungkan dengan harta zakat, karena harta kharaj
adalah harta rampasan untuk seluruh kamu muslimin, sedangkan harta zakat
diperuntukkan bagi mereka yang disebutkan Allah dalam Al-Qur'an. Para ulama
berkata: "Zakat tidak boleh digunakan untuk membangun jembatan, perbaikan
jalan, membuat sungai, pembuatan masjid, sekolah, pengairan dan
bendungan".
3.
Kaidah-kaidah Umum Hukum
Syara'. Banyak sekali kaidah yang dapat dipakai untuk melegalisasi pembayaran
pajak, diantaranya Maslahah Mursalah.
4.
Kebutuhan untuk biaya
jihad dengan segala kaitannya.
5.
Kerugian dibayar dengan
keuntungan.
Ketika umat Islam membayar pajak, dia dapat merasakan hasil pajak
tersebut lewat pembangunan dan keamanan. Agar pembayaran pajak dan zakat dapat
berjalan dengan baik maka perlu adanya sinkronisasi pembayaran keduanya.
Misalnya ketika seseorang sudah membayar zakat, maka beban pembayaran pajaknya
dikurangi sebesar zakat yang telah dikeluarkan agar tidak terjadi kedholiman
pada wajib zakat atau wajib pajak.
Selanjutnya ulama modern memasukkan atau menganalogikan beberapa
bentuk zakat yang belum dikenal pada saat itu. Diantara bentuk zakat yang
popular sekarang adalah: Zakat Uang, Zakat Profesi, Zakat Investasi dan Saham,
Zakat Hadiah, Zakat Perusahaan dll. Untuk lebih jelasnya penulis akan
menguraikan pokok-pokok zakat yang sudah disepakati ulama, kemudian memasukkan
atau menganalogikan bentuk-bentuk zakat yang popular dimasa sekarang dengan
bentuk zakat yang sudah baku dan disepakati ulama, di dalam UU Pajak No. 17 Th.
2000, Pasal 9 huruf g dinyatakan bahwa zakat yang dibayarkan pada BAZ atau LAZ
yang sah (yang terdaftar di dinas terkait) dapat menjadi pengurang penghasilan
kena pajak.
Zakat yang dibayarkan dihitung sesuai dengan ketentuan syari'ah di
atas yang selanjutnya dikurangkan atas penghasilan kena pajak. Misalnya nilai
harta perusahaan yang kena zakat adalah 100 juta, maka zakatnya adalah 2,5
juta, kemudian nilai tersebut dikurangi atas penghasilan kena pajak
IX.
UU PENGELOLAAN ZAKAT DAN
UU PAJAK
Benda-benda yang harus dikeluarkan zakatnya secara eksplisit dikemukan dalam UU pengelolaan zakat Bab IV tentang pengumpulan zakat pasal 11
Benda-benda yang harus dikeluarkan zakatnya secara eksplisit dikemukan dalam UU pengelolaan zakat Bab IV tentang pengumpulan zakat pasal 11
ayat (1) menyatakan bahwa zakat terdiri atas zakat maal dan
fitrah.
Pada ayat (2) dikemukan bahwa harta yang dikenai adalah :
1.
Emas, perak dan uang
2.
Perdagangan dan
perusahaan
3.
Hasil Pertanian, hasil
perkebunan dan hasil perikanan
4.
Hasil pertambangan
5.
Hasil Perternakan
6.
Hasil pendapatan dan jasa
7.
Rikaz
Ayat (3) Penghitungan zakat maal menurut nishab, kadar, dan waktu
ditetapkan berdasarkan hukum agama (Syariat Islam)
Dalam Undang-undang Pajak yaitu No. 17 tahun 2000 dikemukan dalam
pasal 9 ayat (1) bahwa untuk dalam undang-undang Pajak yaitu No. 17 tahun 200
dikemukan dalam pasal 9 ayat (1) bahwa untuk: g. Harta yang dihibahkan bantuan
atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a
dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh
wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disyahkan oleh pemerintah. Diktum
tersebut secara jelas menyatakan bahwa zakat yang dibayarkan kepada BAZ dan LAZ
yang sah menjadi pengurang penghasilan kena pajak. Zakat yang dibayarkan
hendaknya benar-benar sesuai dengan ketentuan syari'ah seperti di atas.
kemudian nilai tersebut dikurangi atas penghasilan kena pajak. Karena itu, Agar
perhitungan tersebut sesuai dengan syari'ah Islam Perlu ada peraturan
Pemerintah (PP) yang mengaturnya.
Manfaat zakat dalam penyelesaian krisis :
1. Manfaat Zakat Sebagai Tatanan Kehidupan Sosial
Dalam berbagai kesempatan seringkali dibicarakan tentang beberapa kisah yang terjadi pada masa Rasulullah. Boleh jadi sebagian dari kita sudah hafal isi kisah tersebut namun kesibukan sehari-hari membuat kita sejenak terlupa, boleh jadi sebagian dari kita sudah paham betul esensi dari kisah yang akan disampaikan di bawah ini, namun tak ada salahnya untuk sedikit merenungi kembali kisah-kisah ini dan berkaca ke lubuk hati kita. Di bagian lain kita akan lihat sejumlah ayat Qur'an yang berkenaan dengan tema utama kita kali ini.
Dalam berbagai kesempatan seringkali dibicarakan tentang beberapa kisah yang terjadi pada masa Rasulullah. Boleh jadi sebagian dari kita sudah hafal isi kisah tersebut namun kesibukan sehari-hari membuat kita sejenak terlupa, boleh jadi sebagian dari kita sudah paham betul esensi dari kisah yang akan disampaikan di bawah ini, namun tak ada salahnya untuk sedikit merenungi kembali kisah-kisah ini dan berkaca ke lubuk hati kita. Di bagian lain kita akan lihat sejumlah ayat Qur'an yang berkenaan dengan tema utama kita kali ini.
Kita terbang lima belas abad kebelakang. Di suatu tempat terlihat
Rasulullah saw berkumpul bersama para sahabatnya yang kebanyakan orang miskin.
Sekedar menyebut beberapa nama sahabat yang hampir semuanya bekas budak, yaitu
Salman al-Farisi, Ammar bin Yasir, Bilal, Suhayb Khabab bin Al-Arat. Pakaian
mereka lusuh, berupa jubah bulu yang kasar. Tetapi mereka adalah sahabat senior
Nabi, para perintis perjuangan Islam.
Serombongan bangsawan yang baru masuk islam datang ke majelis
Nabi. Ketika melihat orang-orang di sekitar Nabi, mereka mencibir dan
menunjukkan kebenciannya. Mereka berkata kepada Nabi, "Kami mengusulkan
kepada Anda agar Anda menyediakan majelis khusus bagi kami. Orang-orang Arab
akan mengenal kemuliaan kita. Para utusan dari berbagai kabilah arab akan
datang menemuimu. Kami malu kalau mereka melihat kami duduk dengan budak-budak
ini. Apabila kami datang menemui Anda, jauhkanlah mereka dari kami. Apabila
urusan kami sudah selesai, bolehlah anda duduk bersama mereka sesuka Anda."
Uyainah bin Hishn menegaskan lagi, "Bau Salman al-Farisi
mengangguku (Ia menyindir bau jubah bulu yang dipakai sahabat nabi yang
miskin). Buatlah majelis khusus bagi kami sehingga kami tidak berkumpulbersama
mereka. Buat juga majelis bagi mereka sehingga mereka tidak berkumpul bersama
kami."
Tiba-tiba turunlah malaikat jibril menyampaikan surat al-An'am [6]
ayat 52: "Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di
pagi hari dan di petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya. Kamu
tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka. Begitu pula
mereka tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu,yang
menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, sehingga kamu termasukorang-orang
yang zalim."
Nabi saw segera menyuruh kaum fukara duduk lebih dekat lagi
sehingga lutut-lutut mereka merapat dengan lutut Rasulullah saw. "Salam
'Alaikum," kata Nabi dengan keras, seakan-akan memberikan jawaban kepada
usul para pembesar Quraisy.
Setelah itu, turun lagi surat al-Kahfi [18] ayat 28: "Dan
bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi
dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan
janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati
Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati
batas."
Sejak itu, apabila kaum fukara ini berkumpul bersama Nabi, beliau
tidak meninggalkan tempat sebelum orang-orang miskin itu pergi. Apabila beliau
masuk ke majelis, beliau memilih duduk dalam kelompok mereka. Seringkali beliau
berkata, "Alhamdulillah, terpuji Allah yang menjadikan di antara umatku
kelompok yang aku diperintahkan bersabar bersama mereka. Bersama kalianlah
hidup dan matiku. Gembirakanlah kaum fukara muslim dengan cahaya paripurna pada
hari kiamat. Mereka mendahului masuk surga sebelum orang-orang kaya setengah
hari, yang ukurannya 500 tahun. Mereka bersenang-senang di surga sementara orang-orang
kaya tengah diperiksa amalnya."
Sekarang bukalah cermin di hati kita. Tariklah nafas sejenak untuk
berkaca ke dalam cermin itu. Apakah kita seperti pembesar Quraisy yang
terganggu dengan bau tubuh orang miskin. Apabila tamu datang, kota kita bersihkan
dan mereka, kaum fukara, dipinggirkan. Kota baru gemerlap bila mereka
disingkirkan. Pemandangan baru indah bila rumah-rumah kumuh digusur.
Ah...betapa perilaku kita lebih menyerupai pembesar quraisy daripada perilaku
Nabi Yang Mulia.
Dalam kesempatan lain Nabi bertemu dengan seorang sahabat, Sa'ad
al-Anshari yang memperlihatkan tangannya yang melepuh karena kerja keras. Nabi
bertanya, "mengapa tanganmu hitam, kasar dan melepuh?" Sa'ad
menjawab, "tangan ini kupergunakan untuk mencari nafkah bagi keluargaku."
Nabi yang mulia berkata, "ini tangan yang dicintai Allah," seraya
mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh itu. Bayangkanlah, Nabi yang
tangannya selalu berebut untuk dicium oleh para sahabat, kini mencium tangan
yang hitam, kasar dan melepuh.
Bukalah cermin hati kita lagi. Turunlah kita ke bawah. Tengoklah
jutaan tangan yang hitam dan melepuh menunggu uluran kasih sayang kita. Setelah
Nabi, adakah di antara kita yang mau mencium tangan orang miskin? Bukankah
dengan status yang kita miliki, gelar akademik yang kita raih, kesejahteraan
yang kita nikmati, kita merasa jauh lebih pantas bila orang miskin mencium
tangan kita. Kalau hati terasa berat, andaikata kultur tak mengizinkan kita
berbuat hal itu, manakala ego terasa meningkat, bukankah paling tidak kita
ganti rasa hormat yang seharusnya kita berikan dengan kasih sayang pada mereka.
Bila Nabi mau mencium tangan mereka, maukah kita untuk paling tidak menyisihkan
sebagian rezeki yang kita peroleh sebagai rasa sayang kita pada mereka.
Di atas kita telah mengutip sejumlah kisah dalam hidup Nabi.
Bukankah sebagai ummatnya kita telah berikrar untuk menjadikan segala perilaku
beliau sebagai contoh teladan (uswatun hasanah). Untuk menguatkan bahwa Islam
sangat menonjolkan kepedulian sosial, mari kita buka Al-Qur'an. Bukankah
Al-Qur'an adalah rujukan kita yang pertama dalam hidup ini.
1.
Surat al-Balad [90] ayat
10 -18
"Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan Maka tidakkah sebaiknya (denganhartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? Tahukah kamu apakah jalanyang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberiMAKAN pada hari kelaparan (kepada) anak YATIM yang ada hubungan kerabat, atauorang MISKIN yang sangat fakir. Dan dia termasuk orang-orang beriman dan salingberpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayangMereka (orang-orangyang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan"
"Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan Maka tidakkah sebaiknya (denganhartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? Tahukah kamu apakah jalanyang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberiMAKAN pada hari kelaparan (kepada) anak YATIM yang ada hubungan kerabat, atauorang MISKIN yang sangat fakir. Dan dia termasuk orang-orang beriman dan salingberpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayangMereka (orang-orangyang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan"
Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa ada dua jalan yang bisa kita
pakai dalam memanfaatkan harta kita. Al-Qur'an menyarankan kita untuk mengambil
jalan yang sukar dan mendaki, yaitu memerdekakan budak atau memberi makan pada
anak yatim atau orang miskin. Allah tidak menjelaskan tentang jalan yang mudah,
melainkan memberi contoh jalan yang sukar.
Mengapa disebut jalan yang sukar? karena kebanyakan manusia enggan
atau merasa berat atau merasa sukar untuk melakukannya. Bila kita mampu
mengalahkan rasa berat dan rasa sukar pada diri kita dalam beramal, maka Allah
menjanjikan kita termasuk golongan yang kanan; ahli surga. Bukalah cermin hati
kita sekali lagi. Apakah kita merasa sukar untuk beramal pada orang miskin dan
anak yatim? Hanya cermin hati yang teramat dalam yang mampu menjawabnya dengan
jujur.
2.
Surat al-Ma'arij [70]
ayat 19-25
"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi KIKIR, Apabila ia ditimpakesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecualiorang-orang yang mengerjakan SHALAT, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,dan orang-orang yang dalam HARTAnya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yangmeminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)"
"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi KIKIR, Apabila ia ditimpakesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecualiorang-orang yang mengerjakan SHALAT, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,dan orang-orang yang dalam HARTAnya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yangmeminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)"
Secara tegas Allah menyebutkan bahwa keluh kesah dan kikir itu
telah menjadi sifat bawaan manusia sejak ia diciptakan. Allah melukiskan sifat
manusia dengan sangat baik. Bagi saya pribadi, ayat di atas telah menelanjangi
sifat kita. Bukankah kalau kita tidak memiliki harta kita sering berkeluh
kesah, sebaliknya, kalau memiliki banyak harta kita cenderung untuk kikir. Lalu
bagaimana caranya agar sifat bawaan (keluh kesah & kikir) kita tersebut
tidak menjelma atau dapat kita padamkan.
Allah menyebutkan, paling tidak, dua jalan. Pertama, mengerjakan
sembahyang secara kontinu. Kedua, menyadari bahwa dalam harta yang kita miliki
terkandung bagian tertentu untuk fakir miskin. Dua resep ini insya Allah akan
mampu memadamkan sifat keluh kesah dan sifat kikir yang kita miliki.
Sekali lagi, bukalah cermin hati kita. Tahanlah nafas kita untuk
sejenak. Tidakkah kita rasakan bagaimana Allah menyinggung perilaku buruk kita
dalam ayat-ayat-Nya yang suci. Subhanallah....
3.
Surat al-Qalam [68] ayat
17-33
"Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Mekkah) sebagaimana Kami telahmenguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa merekasungguh-sungguh akan memetik (hasil) nya di pagi hari, dan mereka tidak mengucapkan :insya Allah
"Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Mekkah) sebagaimana Kami telahmenguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa merekasungguh-sungguh akan memetik (hasil) nya di pagi hari, dan mereka tidak mengucapkan :insya Allah
Lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu
ketika mereka sedang tidur,maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang
gelap gulita, lalu mereka panggilmemanggil di pagi hari
"Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak
memetik buahnya."
Maka pergilah mereka saling berbisik-bisikan. "Pada hari ini
janganlah ada seorangMISKINpun masuk ke dalam kebunmu." Dan berangkatlah
mereka di pagi hari dengan niatmenghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka
mampu (meonolongnya), Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata:
"Sesungguhnya kita benar-benaroarng-orang yang sesat (jalan), bahkan kita
dihalangi (dari memperoleh hasilnya)"
Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka:
"Bukankah aku telahmengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada
Tuhanmu)?"
Mereka mengucapkan: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya kami
adalah orang-orangyang zalim."
Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela
mencela Merekaberkata: "Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini
adalah orang-orang yangmelampaui batas.Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan
ganti kepada kita dengan(kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita
mengharapkan ampunan dariTuhan kita"
Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih
besar jika merekamengetahui"
Sekelompok ayat di atas menceritakan sebuah kisah nyata yang
terjadi sebelum masa Rasulullah. Kisah pemilik kebun di atas melukiskan dengan
sangat baik betapa harta manusia itu tak ada artinya dibandingkekuasaan Allah.
Kebun yang sudah sekian lama diurus dan tinggal sekejap mata saja untuk dipetik
hasilnya menjadi musnah terbakar. Apa kesalahan pemilik kebun tersebut sehingga
mendapat azab sedemikian rupa?
Pertama, mereka lupa bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu. Ini
dilukiskan dalamayat di atas ketika mereka tidak menyebut insya Allah; mereka
merasa pasti akan meraih hasil yang luar biasa. Mereka lupa bahwa sedetik
kedepan kita tak tahu apa yang terjadi dengan hidup kita. Kita tak tahu
"skenario" Allah terhadap diri kita.
Kedua, mereka bersifat kikir. Mereka sudah bersiap-siap agar orang
miskin tak bisa masuk ke kebun mereka saat panen tiba. Allah murka pada mereka.
Allah turunkan azab-Nya pada mereka. Di akhir ayat Allah mengingatkan bahwa
azab yang Allah timpakan pada pemilik kebun hanyalah azab dunia; sedangkan azab
akherat jauh lebih besar lagi!
Cermin hati kita mengatakan bahwa agar tidak tertimpa azab Allah
di dunia, manakala kita memiliki kelebihan rezeki maka janganlah sungkan untuk
memberi sebagian pada orang miskin. Cermin hati telah berkata, mampukah kita
melaksanakan kata-hati kita?
Kalau Allah mampu memusnahkan dengan amat mudah kebun yang siap
dipanen, jangan-jangan Allah pun akan memusnahkan sumber penghasilan kita, bila
kita berlaku kikir! Na'udzu billah...
Demikianlah sekedar pengantar untuk pengajian kita; sekedar saling
ingat mengingatkan bahwa di cermin hati kita telah tergambar sejumlah orang
yang membutuhkan kepedulian kita. Persoalannya, maukah kita melihat ke dalam
cermin tersebut?
2.
Zakat Sebagai Landasan
Sistem Perekonomian Islam
Zakat adalah landasan sistem perekonomian Islam dan menjadi tulang punggungnya. Karena sistem perekonomian Islam berdasarkan pengakuan bahwa Allah adalah pemilik asal, maka hanya Dia yang berhak mengatur masalah pemilikan, hak-hak dan penyaluran serta pendistribusian harta. Zakat adalah pencerminan dari semua itu. Karena ia merupakan salah satu hak terpenting yang dijadikan Allah di dalam pemilikan.
Zakat adalah landasan sistem perekonomian Islam dan menjadi tulang punggungnya. Karena sistem perekonomian Islam berdasarkan pengakuan bahwa Allah adalah pemilik asal, maka hanya Dia yang berhak mengatur masalah pemilikan, hak-hak dan penyaluran serta pendistribusian harta. Zakat adalah pencerminan dari semua itu. Karena ia merupakan salah satu hak terpenting yang dijadikan Allah di dalam pemilikan.
Disamping itu, dalam harta yang kita miliki, masih ada hak-hak
lain diluar zakat. Dalam sebuah hadits dikatakan : "Sesungguhnya di dalam
harta itu ada hak selain zakat". Tetapi zakat merupakan hak terpenting di
dalam harta. Karena itu ia menjadi penyerahan total kepada Allah dalam
persoalan harta. Sabda Nabi Muhammad SAW: "Zakat adalah bukti
(penyerahan)".
Dalam masalah modal, Islam memiliki prinsip-prinsip tertentu,
antara lain: Penumpukan dan pembekuan harta adalah tindakan tidak benar dalam
masalah harta. Harta harus dikembangkan dan zakat merupakan pengejawantahan
dalam masalah ini. Sebab, modal yang tidak dikembangkan, pemilik tetap
berkewajiban membayar zakat. Berarti dia harus mengurangi bagian modal itu
setiap tahunnya. Akhirnya akan mengakibatkan semakin menipisnya modal.
Misalnya, seorang memiliki uang lima juta rupiah yang tidak
dikembangkan. Dia akan membayar zakat uang tersebut setiap tahunnya sebanyak
2.5 %. Dalam beberapa tahun harta yang lima juta rupiah tersebut, kecuali
nishab, pasti akan habis seluruhnya. Karena itu, pemilik modal terpaksa harus
mengembangkan hartanya bila ingin menjaga modal agar tidak habis. Sehingga
zakatnya dibayar dari keuntungan, bukan dari itu sendiri.
Dengan demikian, sistem zakat menjadikan modal selalu dalam
perputaran. Dengan ini pula kita dapat memahami firman Allah: "Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa
yang pedih (Qs. At Taubah:34)"
Selama infaq di jalan Allah ditunaikan, atau sekurang-kurangnya
dengan membayar zakat, maka penimbunan harta benda itu tidak akan pernah
terjadi. Rasulullah SAW bersabda: "Selama kamu tunaikan zakatnya, maka ia
bukan timbunan".
Jadi, tidak mungkin terjadi bersama-sama antara penimbunan dengan
zakat. Modal, sebagai modal yang tidak dikembangkan, tidak memiliki keuntungan.
Tetapi, di dalamnya ada hak orang lain, yaitu penerimaan zakat. Modal, berhak
mendapatkaan keuntungan setelah dikembangkan sebagai imbalan atas kesediaannya
menanggung kerugian. Misalnya, dalam satu syarikat mudharabah (usaha bagi
hasil) pemilik modal berhak mendapat keuntungan sebagai imbalan kesediaan modal
tersebut menanggung kerugian, bila terjadi kerugian. Ini menunjukan perbedaan
pokok dalam memandang persoalan harta sebagai modal antara Kapitalisme dan
Komunisme di satu pihak dengan sistem Islam di pihak lain.
Islam telah meletakan masalah ini secara proporsional dan adil
melalui semua institusi yang ada terutama melalui instansi zakat (lembaga
pengelola zakat). Harta menurut Islam, kalau dikembangkan ada hak mendapatkan
keuntungan sebagai imbalan atas kesediannya menanggung resiko rugi. Pemilik
modal berhak memperoleh keuntungan sebagai imbalan pengelolaan dan kesediaannya
menanggung resiko kerugian.
Kepada pemilik modal diwajibkan membayar zakat setiap tahun, bukan
saja dari keuntungan, tetapi juga dari modal itu sendiri. Dengan demikian,
'kelebihan nilai' yang digambarkan Karl Marx tidak akan kembali kepada pemilik
modal, kecuali dalam jumlah kecil yang menjadi haknya. Selebihnya akan kembali
kepada berbagai tingkatan masyarakat yang berhak menerimanya sebagai upaya
mewujudkan Jaminan Sosial yang merupakan kewajiban bagi orang yang mampu
(aghniya).
Peran Amilin (Pengelola) ZakatZakat bukan persoalan baru. Tetapi, pada waktu yang sama, persoalan tersebut tetap hangat karena senantiasa dibahas dan seolah tak pernah habis dan selesai. Salah satu ciri atau sifat ilmu Islam memang demikian, selalu memberi nuansa baru untuk dikaji dan ditelaah. Zakat adalah sebuah persoalan faridhah sulthaniyah, yaitu suatu kewajiban yang terkait dengan kekuasaan. Karena itu, pelaksanaannya dilakukan oleh amilin 'alaiha (petugas-petugas zakat, QS. 9; 60). Dan amilin, walaupun ada aturan tersendiri dalam masyarakat, surat keputusan asalnya ada dalam Al-Qur'an dan merupakan bagian organik dari Undang-undang Islam secara keseluruhan.
Para amilin pertama-tama berfungsi sebagai pengemban amanah Allah SWT, kemudian ia mewakili Rasulullah SAW sebagai iqamatud dien wa siyasah fid dunya para umara setelah rasulullah, yaitu menegakkan agama dan mengatur kehidupan di dunia. Zakat tentu saja merupakan salah satu tiang dari tiang-tiang agama. Jadi kedua, amilin mengemban amanat untuk mengorganisasikan (mengelola) zakat ini. Dalam hal ini , mereka bertindak sebagai niyabur Rasul (wakil Rasulullah SAW) dalam iqamatud dien. Dan ketiga, amilin adalah wakil dari tatanan tersebut. Dari sisi ini, kita dapat melihat betapa pentingnya posisi amilin.
Apa yang perlu dilengkapi atau dimiliki oleh para amilin? Surat at-Taubah ayat 103 secara mendasar menyebutkan hal apa saja yang perlu diperhatikan para amilin zakat. Allah berfirman, "Ambillah dari harta mereka shadaqah (zakat)." Dari kata-kata ini dapat ditarik kesimpulan adanya al-mubadarah (inisiatif), manajemen, yang berarti amil tidak sekedar menunggu saja datangnya zakat tersebut. Tetapi amilin harus memperlihatkan sikap "Khudz" (ambil) yang dituangkan dalam bentuk sistem perencanaan, strategi dan pengelolaan yang baik. Walaupun otoritas sepenuhnya belum dimiliki (karena otoritas sesungguhnya ada di tangan daulah). Namun inisiatif harus dilakukan.
Dalam rangka inisiatif juga, para amilin membantu para muzakki untuk dapat dengan benar menunaikan zakatnya. Karenanya, para ulama membagi amwal (harta) itu ke dalam dua jenis, yaitu yang tampak atau ditampakkan (zhahir) dan yang tidak tampak (bathin). Harta yang zhahir, misalnya binatang ternak dan tijarah (perdagangan). Binatang ternak dapat dihitung dan tijarah dapat di tampakkan dengan Ilmu akuntansi. Para amilin berkewajiban membantu penghitungan ini. Jadi, tidak hanya percaya saja. Bahkan, kalau perlu mereka membantu membuat teknik penghitungannya (akuntansinya).
Adapun untuk amal yang bathinah, zakatnya diserahkan kepada muzakki, artinya amilin percaya kepadanya tentang seberapa besar hitungan hartanya. Karena agak sukar untuk melacaknya, terutama dalam keterbatasan otoritas amilin. Keterbatasan amilin memang cukup menyulitkan. Ia tidak bisa bertanya atau menyelidiki seberapa jauh kebenaran pembukuan yang dilaporkan muzakki. Untuk kondisi sekarang, sang muzakki mau menyerahkan zakatnya saja seolah-olah sudah merupakan penghargaan, karena kepercayaannya. Meskipun demikian, agaknya bertanya tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi muzakki dalam penghitungan zakatnya, sudah merupakan bentuk mas'uliyah amilin. Mas'uliyah amilin dalam bentuk pengenaan sanksi bagi muzakki yang secara sengaja menggelapkan hartanya, tampaknya belum saatnya menjadi otoritas yang dimiliki amilin saat ini.
Dalam kaitan bunyi ayat "tuthahirhum" (agar dapat membersihkan harta mereka), para amilin membantu muzakki untuk membersihkan harta mereka dari penyakit ruhiyah. Hal ini bisa dilakukan dengan taujih (pengarahan). "Watuzakkihim biha" di sini bermakna pengembangan (tanmiyah) berupa pengembangan harta atau kepribadian muzakki sendiri. Misalkan diusahakan bagaimana zakat ini dapat menyebabkan pengembangan harta (tanmiyatul maal). Para ulama sepakat bahwa proteksi zakat itu pada hakikatnya adalah pengentasan kemiskinan. Untuk sementara, boleh saja digunakan untuk saluran-saluran konsumtif. Namun tidak boleh terus menerus. Oleh karena itu, meskipun berlangsung penggunaan konsumtif, upaya-upaya yang mengarah pada penggunaan usaha-usaha produktif serta pengembangan pemberdayaan perlu direncanakan secara baik.
Amilin (pengelola) harus mempunyai proyeksi jangka panjang. Misalkan ada seseorang yang sebenarnya berhak menerima zakat, padahal saat itu tampak dapat mengendalikan keperluannya sekadarnya. Maka, dapat ditanyakan kepadanya apakah bagian zakatnya dapat dimasukkan ke dalam sektor produktif, misalnya dalam bentuk saham. Dengan Kumpulan saham dari harta zakat para mustahiq ini mungkin dapat diupayakan sebuah usaha yang menguntungkan. Dengan upaya ini diharapkan terjadi pengembangan harta dari para mustahiq, sehingga pada saatnya dia dapat menjadi muzakki. Semua ini perlu perencanaan.
Hal lain yang perlu dilakukan amilin adalah mendo'akan para muzakki baik yang sifatnya rutin harian, bulanan dan tahunan melalui ucapan selamat ulang tahun, hadiah dan sebagainya, sehingga mereka merasa puas dan senang dengan pekerjaan itu. Amilin yang hanya menerima begitu saja akan mengurangi kesakralan momen pemberian zakat, padahal di sana terdapat sebuah peristiwa yang cukup tinggi nilainya. Seseorang yang berada pada kecukupan tenaga berupaya memikirkan pertolongan bagi saudara-saudaranya yang berada dalam kesulitan ekonomi.
Mengupayakan inventarisasi mustahiq merupakan langkah lain yang perlu diperhatikan para amilin. Sebab, terdapat suatu kenyataan adanya fuqara yang tidak menampakkan kesulitannya atau meminta-minta karena sifat 'iffah (menjaga diri)-nya. Sebagaimana digambarkan dalam ayat 273 surat Al-Baqarah: "(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah. Mereka tidak dapat berusaha di muka bumi. Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. "Dan harta apa saja yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.'
Amilin perlu pengenalan lebih jauh terhadap fuqara atau masakin. Jika ada orang yang berhak dan ternyata dia tidak kebagian zakat, maka hal ini menjadi tanggung jawab amilin karena kurang perhatian. Fuqara yang 'iffah, tidak mungkin mendaftarkan diri kepada amilin untuk dimasukkan sebagai mustahiq. Pengalaman dibeberapa tempat, ketika perencanaan atau manajemen zakat (fitrah) tidak ditangani secara baik akan berdampak negatif. Keterbatasan waktu pembagian menyebabkan amilin akhirnya bekerja secara tergesa-gesa, karena adanya "dead line" pembagian zakat fitrah. Apabila ini terjadi, dapat berakibat kurang selektif dalam pemilihan mustahiq. Yang penting habis terbagi saja. Amilin yang demikian tidak dapat menunaikan tugas sebagaimana mestinya.
Inventarisasi mustahiqin perlu dilakukan sedini mungkin. Bahkan, jika mungkin peta mustahiqin itu sudah dimiliki sejak lama sebelumnya. Hal ini jelas membantu keefektifan pembagian zakat. Efektivitas pembagian zakat dengan demikian sangat ditentukan oleh kemampuan amilin. Tentu tidak diharapkan zakat hanya sebagai suatu rutinitas tanpa disertai perubahan-perubahan dalam tubuh masyarakat. Evaluasi pelaksanaan zakat perlu dilakukan tahun demi tahun, sehingga pelaksanaan tahun ini bisa lebih baik dari pelaksanaan tahun lalu. Kalau terjadi penurunan, maka amilin tidak berfikir maju dan zakat akan sulit menjadi sebuah pemecahaan bagi masalah-masalah ekonomi dalam masyarakat Islam.
Amwalu zakat (harta-harta zakat), pada saat ini memang sudah berkembang sedemikian rupa. Zakat peternakan atau pertanian, misalnya, sudah hampir tidak dikenal lagi di daerah perkotaan yang padat dan kumuh. Amwalu zakat yang akan banyak ditemui di daerah ini adalah zakat kasbul amal (penghasilan) atau tijarah (perdagangan). Amilin perlu menjelaskan tentang hakekat nishab (batas minimal harta yang dimiliki untuk terkena kewajiban mengeluarkan zakat). Hakekat nisab adalah kelebihan seseorang dari hajat asasiyah (kebutuhan dasar) nya. Di sini, sesungguhnya akan berlaku peran ketaqwaan, karena kebutuhan dasar seseorang bisa beragam sekali. Jika seseorang kecenderungan konsumtifnya besar, maka angka kebutuhan dasarnya pun akan besar.
Dan mungkin akan ada orang yang tidak pernah sempat mengeluarkan zakat, karena kebutuhannya yang senantiasa besar dan terus kekurangan, misalnya untuk perumahan, mobil, dan sebagainya. Utang cicilan untuk masa sekarang misalnya sangat banyak ragamnya, yaitu rumah, mobil, alat-alat rumah tangga, dan sebagainya. Maka hal yang terpenting adalah bagaimana upaya menumbuhkan ketaqwaan seseorang sehingga yang dibangkitkan adalah semangat untuk berzakatnya. Bukan pada persoalan hitung menghitung yang dapat mengaburkan niat buruk seseorang dan kewajiban membayar zakat. Oleh karena itu, tuntunan perhitungan zakat perlu diserahkan sehingga tidak membawa kepada muzakki terjebak pada pola hidup yang konsumtif.
Pembatasan-pembatasan perlu dilaksanakan. Keperluan perumahan yang diambil secara cicilan, rumah model manakah yang bisa ditolerir? Apakah model rumah sangat sederhana, sederhana atau rumah besar yang mewah? Kendaran, misalnya kendaraan merk apa dan berapa harganya yang boleh ia cicil dan layak dianggap sebagai kebutuhan pokok? Demikian juga untuk biaya pendidikan, kesehatan dan pengobatan. Pengarahan-pengarahan perlu dilakukan oleh seorang amilin.
Zakat Dalam Al-Qur'an dan Hadist
AYAT-AYAT AL QUR'AN DAN HADITS
TENTANG ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH
I. Ayat-ayat Al Qur'an Tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqah
1. QS. Al Baqarah :
Ayat 43 :
Dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.
Ayat 83 :
Dan (Ingatlah), ketika Kami
mengambil janji dari Bani Israil ( yaitu ) : Janganlah kamu menyembah selain
Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim dan
orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah
shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali
sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.
Ayat 110 :
Dan dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu
kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat
apa-apa yang kamu kerjakan.
Ayat 177 :
Bukanlah menghadapkan wajahmu
ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan , akan tetapi sesungguhnya
kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Ayat 215 :
Mereka bertanya kepadamu
tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah : "Apa saja harta yang kamu
nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa
saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
Ayat 245 :
Siapakah yang mau memberi
pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkah hartanya di jalan
Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat
ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan
kepada-Nya lah kamu dikembalikan.
Ayat 254 :
Hai orang-orang yang beriman,
belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu
sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada
lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir
itulah orang-orang yang zalim.
Ayat 261 :
Perumpamaan (nafkah yang di
keluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. Adalah
serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir,
seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siap yang Dia kehendaki.
Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Ayat 263 :
Perkataan yang baik dan
pemberian ma'af lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang
menyakitkan (perasaan si penerima) Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.
Ayat 264 :
Hai orang-orang beriman,
janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya
karena riya' kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada
tanah, kemudian batu itu di timpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih
(tidak bertanah ). Maka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka
usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Ayat 265 :
Dan perumpamaan orang-orang
yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan
jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram
oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika
hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah
Maha Melihat apa yang kamu perbuat.
Ayat 267 :
Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Ayat 270 :
Apa saja yang kamu nafkahkan
atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya.
Ayat 274 :
Orang-orang yang menafkahkan
hartanya di malam dan siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka
mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Ayat 276 :
Allah memusnahkan riba dan
menyuburkan sedekah, Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
Ayat 277 :
Sesungguhnya orang-orang yang
beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat,
mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
2. QS. Ali 'Imran :
Ayat 92 :
Kamu sekali-kali tidak sampai
kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta
yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya.
Ayat 133-134 :
Dan bersegeralah kamu kepada
ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
di sediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan.
3. QS. An Nisaa' :
Ayat 38 :
Dan (juga) orang-orang yang
kikir dan menyuruh orang lain berbuat kikir dan menyembunyikan karunia Allah
dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil syaithan itu adalah teman
yang seburuk-buruknya.
Ayat 77 :
Tidakkah kaamu perhatikan
orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari
berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan
kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut
kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari
itu takutnya. Mereka berkata: "Ya Tuhan Kami, mengapa Engkau wajibkan
berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang)
kepada kami beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia
ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa
dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.
Ayat 162 :
Tetapi orang-orang yang
mendalam ilmu-nya di antara mereka dan orang-orang mu'min, mereka beriman
kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (al Qur'an), dan apa yang telah
diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat
dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan
Kami berikan kepada mereka pahala yang besar.
4. QS. Al Maaidah :
Ayat 12 :
Dan sesungguhnya Allah telah
mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka
12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku beserta kamu,
sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman
kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik, sesungguhnya Aku akan menghapus dosa-dosamu. Dan
sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya
sungai-sungai. Maka barang siapa yang kafir di antaramu sesudah itu,
sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus".
Ayat 55 :
Sesungguhnya penolong kamu
hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat
dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)
5. QS. Al An'aam :
Ayat 141 :
Dan Dialah yang menjadikan
kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma,
tanaman-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitu dan delima yang serupa
(bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang
bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik
hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
6. QS. Al A'raaf :
Ayat 156 :
Dan tetapkanlah untuk kami
kebajikan di dunia ini dan di hari akhirat; sesungguhnya kami kembali
(bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada
siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku
tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan
orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami."
7. QS. Al Anfal :
Ayat 2-3 :
Sesungguhnya orang-orang yang
beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati
mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman
mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. (yaitu) orang-orang
yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami
berikan kepada mereka.
8. QS. At Taubah :
Ayat 5 :
Apabila sudah habis bulan-bulan
Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai
mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat
pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat 11 :
Jika mereka bertaubat,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah
saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang
mengetahui.
Ayat 18 :
Hanyalah yang memakmurkan
mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut
(kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang
diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.
Ayat 58 :
Dan di antara mereka ada orang
yang mencelamu tentang (pembagian) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari
padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian
daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.
Ayat 60 :
Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para pengurus-pengurus
(amil) zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak.
Orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu
ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Ayat 71 :
Dan orang-orang yang beriman,
lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi
sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari
yang munkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta'at kepada
Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi raahmat oleh Allah; sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat 75 :
Dan di antara mereka ada orang
yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan
sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah
kami termasuk orang-orang yang saleh."
Ayat 79 :
(orang-orang munafik) yaitu
orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan
sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan)
selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka.
Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.
Ayat 99 :
Dan di antara orang-orang araab
Badui itu, ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang
apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan mendekatkannya
kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh do'a Rasul. Ketahuilah,
sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri
(kepada Allah). Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat (surga) Nya;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat 103 :
Ambilah zakat dari sebagiaan
harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkaan dan mensucikan mereka, dan
mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa
bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Ayat 104 :
Tidakkah mereka mengetahui,
baahwasannya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan
bahwasannya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?
Ayat 111 :
Sesungguhnya Allah telah
membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga
untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau
terbunuh. (itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat,
Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain)
daripada Allah? Maka bergembiralaah dengan jual beli yang telah kamu lakukan
itu, dan itulah kemenangan yang besar.
9. QS. Ar Ra'd :
Ayat 22 :
Dan orang-orang yang yang sabar
karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian
rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan
serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat
tempat kesudahan (yang baik).
10. QS. Ibrahim :
Ayat 31 :
Katakanlah kepada
hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat,
menafkahkan sebahagian rezki yaang Kami berikan kepada mereka secar sembunyi
ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak
ada jual beli dan persahabatan.
11. QS. Al Israa' :
Ayat 26 :
Dan berikanlah kepada
keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros.
12. QS. Maryam :
Ayat 31 :
dan Dia menjadikan aku seorang
yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku
(mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.
Ayat 55 :
Dan ia menyuruh ahlinya untuk
bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi
Tuhannya.
13. QS. Al Anbiyaa' :
Ayat 73 :
Kami telah menjadikan mereka
itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan
telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang,
menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah.
14. QS. Al Hajj :
Ayat 35 :
(yaitu) orang-orang yang
apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar
terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan
orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada
mereka.
Ayat 41 :
(yaitu) orang-orang yang jika
Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan
sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari
perbuatan yang munkar; dan kepada Allah lah kembali segala urusan.
Ayat 78 :
Dan berjihadlah kamu pada jalan
Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian
orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur'an) ini, supaya
Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas
segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah
kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung
dan sebaik-baik Penolong.
15. QS. Al Mu'minuun :
Ayat 1-4 :
Sesungguhnya beruntunglah
orang-orang yang beriman. (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya. Dan
orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat.
16. QS. An Nuur :
Ayat 36-37 :
Bertasbih kepada Allah di
masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di
dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan
oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan
(dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu)
hati dan penglihatan menjadi goncang.
Ayat 56 :
Dan dirikanlah sembahyang,
tunaikanlah zakat, dan ta'atlah kepada Rasul supaya kamu diberi rahmat.
17. QS. Al Furqaan :
Ayat 67 :
Dan orang-orang yang apaabila
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir,
dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian
18. QS. An Naml :
Ayat 1-3 :
Thaa Siin (surat) ini adalah
ayat-ayat Al Qur'an dan (ayat-ayat) Kitab yang menjelaskan, untuk menjadi
petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang yang beriman. (yaitu) orang-orang
yang mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya
negeri akhirat.
19. QS. Ar Ruum :
Ayat 39 :
Dan sesuatu riba (tambahan)
yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak
menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-oarang yang melipat gandakan (pahalanya).
20. QS. Luqman :
Ayat 1-4 :
Alif Laam Miim. Inilah
ayat-ayat Al Qur'an yang mengandung hikmah, menjadi petunjuk dan rahmat bagi
orang-orang yang berbuat kebaikan. (yaitu) orang orang-orang yang mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adnya negeri kahirat.
21. QS. As Sajdah :
Ayat 15-16 :
Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dengan ayat-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila diperingatkan
dengan ayat-ayat (Kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji
Tuhannya, sedang mereka tidak menyombongkan diri. Lambung mereka jauh dari
tempat tidurnya, sedang mereka berdo'a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan
harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada
mereka
22. QS. Al Ahzab :
Ayat 33 :
Dan hendaklah kamu tetap di
rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta'atilah
Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa
dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
23. QS. Saba' :
Ayat 39 :
Katakanlah; "Sesungguhnya
Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara
hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". Dan
barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah
Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.
24. QS. Faathir :
Ayat 29 :
Sesungguhnya orang-orang yang
selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian
dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan
terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.
25. QS. Yaa Siin :
Ayat 47 :
Dan apabila dikatakan kepada
mereka: "Nafkahkanlah sebagian dari rezki yang diberikan Allah
kepadamu", maka orang-orang kafir itu berkata kepada orang-orang yang
beriman: "Apakah kami akan memberi makan kepada orang-orang yang jika
Allah menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan, tiadalah kamu melainkan
dalam kesesatan yang nyata."
26. QS. Fush Shilat :
Ayat 6-7 :
Katakanlah: "Bahwasannya
aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasannya
Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus
menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah
bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya). (yaitu) orang-orang yang tidak
menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.
27. QS. Adz-Dzaariyaat :
Dan pada harta-harta mereka ada
hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat
bahagian.
28. QS. Al Hadiid :
Ayat 7 :
Berimanlah kamu kepada Allah
dan Rasul-Nya dan nafkaahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah
menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan
menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.
Ayat 18 :
Sesungguhnya orang-orang yang
bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat gandakan (pembayarannya) kepada
mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak
29. QS. Al Mujaadilah :
Ayat 13 :
Apakah kamu takut akan (menjadi
miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul? Maka
jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu maka
dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya;
dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
30. QS. Al Munaafiquun :
Ayat 10-11 :
Dan belanjakanlah sebagian dari
apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepadaa salah
seorang di antara kamu; lau ia berkata: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak
menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapaat
bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?" Dan Allah sekali-kali
tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
31. QS. At Taghaabun :
Ayat 16 :
Maka bertaqwalah kamu kepada
Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta'atlah; dan nafkahkanlah
nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Ayat 17 :
Jika kamu meminjamkan kepada
Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan (pembalasannya)
kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa laagi Maha
Penyayang.
32. QS. Ath Thalaaq :
Ayat 7 :
Hendaklah orang yang mampu
memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya
hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.
33. QS. Al Haaqqah :
Ayat 30-34 :
(Allah berfirman):
"Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya." Kemudian
masukannlaah di ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia
dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya dia dahulu tidak
beriman kepada Allah Yang Maha Besar. Dan juga dia tidak mendorong (orang lain)
untuk memberi makan orang miskin.
34. QS. Al Ma'aarij :
Ayat 18 :
Serta mengumpulkan (harta
benda) lalu menyimpannya. (maksudnya; orang yang menyimpan hartanya dan tidak
mau mengeluarkan zakat dan tidak pula menafkahkannya ke jalan yang benar)Ayat
19 - 25 :
Sesungguhnya manusia diciptakan
bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh
kesah. dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. kecuali orang-orang yang
mengerjakan shalat. yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya. Dan
orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin)
yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).
35. QS. Al Muzzammil :
Ayat 20 :
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui
bahwasannya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam atau
seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari
orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang.
Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas
waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa
yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara
kamu orang-orang yang sakit dan orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan
Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an dan dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman
yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu
memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan
yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.
36. QS. Adh Dhuhaa :
Ayat 10 :
Dan terhadap orang yang
minta-minta maka janganlah kamu menghardiknya.
Ayat 11 :
Dan terhadap ni'mat Tuhanmu
maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).
37. QS. Al Bayyinah :
Ayat 5 :
Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supayaa menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus."
38. QS. Al Maa'uun :
Ayat 7 :
Dan enggan (menolong dengan)
barang berguna (enggan membayarkan zakat)
II. Hadits Nabi Tentang Zakat, Infaq dan Shadaqah
39. "Amil shadaqah (zakat) yang melakukan tugasnya dengan benar
dan ikhlas karena Allah SWT, ia laksana orang yang berperang di jalan Allah,
sampai ia kembali lagi kerumahnya." (HR. Ahmad)
40. "Selama zakat masih bercampur dengan kekayaan, hanya akan
berakibat kerusakan di dalam kekayaan itu sendiri (HR. Imam Ahmad, An Nasai dan
Abu Daud).
41. "Sesungguhnya kesempurnaan Islam kalian adalah bila kalian
menunaikan zakat bagi harta kalian." (HR. Al Bazzar)
42. Saya diperintahkan untuk memerangi manusia kecuali bila mereka
mengikrarkan syahadat bahwa Tiada Tuhan Selain Allah ("Laa Ilaha
Illallah") apabila mereka sudah mengatakan, maka mereka terpelihara dariku
darah mereka dan harta mereka kecuali Hak Islam." (HR. Bukhari Muslim)
43. "Siapa yang dikaruniai oleh Allah kekayaan tetapi tidak
mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat nanti ia akan di datangi oleh
seekor ular jantan gundul, yang sangat berbisa dan sangat menakutkan dengan dua
bintik di atas kedua matanya lalu melilit dan mematuk lehernya sambil
berteriak; saya adalah kekayaanmu, saya adalah kekayaanmu yang engkau
timbun-timbun dahulu."
44. "Setiap orang muslim wajib bersedekah." (HR. Bukhari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar